KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS Pendahuluan latar belakang Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah dua sumber utama ajaran Islam. Oleh karena itu, keduanya selalu dijadikan landasan keyakinan, ritual, adat istiadat, etika, ekonomi, politik, peradaban dan seluruh aspek kehidupan umat Islam, baik yang sakral maupun duniawi, pada tataran ¥ abl minallah (vertikal) dan ¥ abl min al. -n ± s (horizontal).

HADIS dan SUNNAH TINJAUAN AKSIOLOGI

·         Unsur-unsur hadis dalam konteksnya sebagai sumber hukum  dan dalam konteks kajian keilmuan sedikit berbeda. Sebagai sumber hukum, hadis hanya dibahas matannya saja, sedangkan dalam kajian keilmuan, unsur matan dan sanad/periwayat termasuk bahan kajian. Sebagaimana diketahui bahwa sebuah hadis terbentuk oleh dua unsur yang sangat integral, yaitu sanad dan matan. Sebuah materi hadis tidak akan sampai menjadi informasi tanpa transmisi yang dibawa oleh perawi dalam rangkaian sanad. Dan rangkaian sanad tidak berarti apa-apa tanpa materi yang dimaksudkan untuk disampaikan. Sanad dan matan kemudian menjadi bahan kajian sebelum dipastikan status keotentikannya sebagai hadis dan berikut diamalkan. Dari kajian terhadap sanad dan matan melahirkan kualifikasi hadis yang cukup beragam, berdasarkan tinjauannya. Tinjauan kuantitas perawi dalam sanad, kualitas sanad dan matannya, sumber beritanya, dan sebagainya, yang tentunya masing-masing melahirkan konsekuensi yang berbeda pula.
free DOWNLOAD makalah/artikel LENGKAP

·         Hadis Nabi adalah ‘kitab suci’ kedua bagi umat Islam. Sehingga Nabi saw. melalui hadis-hadisnya memiliki wewenang, otoritas, dan tanggungjawab, yang mendapat legitimasi oleh wahyu. Selain bertugas untuk menyampaikan dan menjelaskan al-Qur’an, menjadi teladan, sehingga wajib dipatuhi, Nabi juga diberi wewenang membuat hukum secara independen. Otoritas Nabi kemudian terejawantahkan salah satunya  menjadi fungsi hadis Nabi menjadi bayān taqrīr, bayān tasyrī‘, bayān naskhi, dan bayān tafsīr terhadap al-Qur’an.
·         Inkār al-sunnah telah ada sejak masa awal Islam. inkār al-sunnah pada masa klasik tersebut masih merupakan pendapat perorangan di mana hal itu muncul akibat ketidaktahuan mereka tentang fungsi dan kedudukan sunnah dalam Islam. Kerenaya, setelah mereka diberitahu tentang urgensi sunnah, mereka akhirnya menerimanya. Muhammad Abu Zahrah melihat ada tiga gologan pengingkar sunnah yang berhadapan dengan al-Syāfi‘i ketika itu, yaitu: 1) menolak sunnah secara keseluruhan; 2) tidak menerima sunnah kecuali yang semakna dengan al-Qur’an; 3) hanya menerima sunnah mutawatir saja dan menolak selain mutawatir yaitu yang ahad.

Mengingat kajian hadis masa kini sudah cukup berkembang, tapi tidak berarti persoalan mendasar dari ontologi, epistemologi dan aksiologi hadis tidak bisa disepelekan. Meski hal-hal tersebut sangat mendasar dan sudah familiar di kalangan umat Islam, terkhusus pengkaji hadis, tetap juga penting untuk dikaji kembali, dipertegas, dan dipertajam. Mengingat hal-hal terkait memiliki peran penting dalam pembahasan selanjutnya, sebelum sampai ke persoalan pemahaman dan pengamalan hadis itu sendiri.

Comments

BERITA TERBARU !!

Popular posts from this blog

BIL MA'TSUR ( TAFSIR AYAT DENGAN AYAT )

CARA MELAKUKAN TAKHRIJ HADIS

download TAFSIR AL-NASAFIY

HADIS TARBAWIY DAN AKHLAK (BERKURANGNYA IMAN KARENA MAKSIAT)

cara atau Kaedah al-Jarh Wa al-Ta’dil Serta Aplikasinya

apa contoh MUKJIZAT AL-QUR'AN (Pengertian dan Pembagiannya)

cara TAMBAHAN - kaedah ZIYADAH DALAM AL-QUR'AN

cara melakukan MUNASABAH AYAT

QAWAIDH AL-TAHDIS (Pengertian , Ruang Lingkup dan Urgensinya )

kaedah 'ATAF - AL-'ATFU DALAM AL-QUR'AN