KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS Pendahuluan latar belakang Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah dua sumber utama ajaran Islam. Oleh karena itu, keduanya selalu dijadikan landasan keyakinan, ritual, adat istiadat, etika, ekonomi, politik, peradaban dan seluruh aspek kehidupan umat Islam, baik yang sakral maupun duniawi, pada tataran ¥ abl minallah (vertikal) dan ¥ abl min al. -n ± s (horizontal).

MANHAJ THABATHABAI DALAM al mizan


MANHAJ T{ABA<T{ABA<I<
DALAM KITAB TAFSI<R AL-MI<ZA<N

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Dalam manafsirkan al-Qur’an, para mufassir menggunakan metode dan corak pendekatan yang berbeda satu sama lain. Dari berbagai metode tersebut, lahirlah berbagai macam tafsir yang memiliki karakteristik dan metodologi masing-masing, salah satu di antaranya adalah tafsir Syiah.
Perkembangan tafsir Syiah berjalan sejajar dengan tafsir Sunni, namun yang berbeda adalah penekanannya atau ruang lingkup yang dimilikinya.[1] Menurut T{aba>t}aba>i<, seluruh ayat al-Qur’an bisa dipahami termasuk ayat-ayat yang diperselisihkan oleh ulama yaitu ayat-ayat yang mutasya>biha>t. Dikisahkan salah seorang imam Syiah menyatakan bahwa ayat muh}kam adalah sesuatu yang harus diikuti sedang ayat mutasya>bih adalah kabur bagi mereka yang tidak mengindahkannya. T{aba>t}aba>i< mempertanyakan bagaimana mungkin ada ayat yang tidak bisa dipahami maksudnya karena dengan keadaan seperti itu berarti ayat-ayat tersebut bertentangan dengan pernyataan bahwa al-Qur’an adalah cahaya dan petunjuk. Selanjutnya T{aba>t}aba>i< mengatakan tidak dipahaminya ayat-ayat mutasya>bih disebabkan karena miskinnya bahasa manusia untuk mengemas pesan-pesan spiritual, bahkan menurutnya, huruf muqat}t}a'ah tersebut masuk dalam kategori ayat mutasya>bih.
Salah satu dari tafsir Syiah yang paling bagus adalah Tafsi>r al-Mizan yang awalnya hanyalah beberapa pengajian dan ceramah Imam T{aba>t}aba>i< terhadap para santrinya di Universitas Qum al-Diniyyah, Iran. Atas pertimbangan kemaslahatan dan kemanfaatan bukan hanya untuk santrinya akan tetapi juga untuk orang lain, maka ceramah dan pengajian tersebut dibukukan yang jilid pertama rampung pada tahun 1375 H/ 1957 M. dan rampung secara keseluruhan pada tahun 1392 H. sebanyak 20 jilid.[2]

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah di atas, dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana biografi T{aba>t}aba>i< selaku pengarang Tafsi>r al-Mi>za>n ?
2.    Bagaimana profil kitab Tafsi>r al-Mi>za>n dari segi karakteristik, penulisan dan metodologi pembahasannya?
3.    Bagaimana keunggulan dan keterbatasan dari Tafsi>r al-Mi>za>n?  



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi T}aba>t}aba>i
1.  Nama dan Perkembangan T}aba>t}aba>i
T{aba>t{aba>i bernama lengkap Muh{ammad Husai>n ibn Muh}ammad ibn Muh}ammad H{usai>n ibn ‘Ali> ibn al-H{asan al-Mus\anna> ibn al-H{asan ibn ‘Ali ibn Abi> T{a>lib. Dia dikenal dengan panggilan al-H{asani> dengan menisbatkan kepada al-H{asan ibn ‘Ali>, sedangkan T{aba>t}aba>i<  karena nasabnya sampai kepada Ibra>hi>m yang dikenal dengan T{aba>t}aba>i< .[3]
T{aba>t{aba>i lahir pada tanggal 29 Z|ulhijjah 1321 H./ 1903 M. di Azerbaijani, sebutan dari kota Tabriz, sebuah kawasan di sebelah barat laut Iran. Thabathaba’i dilahirkan dari lingkungan keluarga religius dan pecinta ilmu.[4]  
Kedua orangtuanya meninggal dunia ketika ia masih berusia dini. Meskipun yatim piatu, ia tetap bersemangat dalam menuntut ilmu dengan masuk di sekolah tradisional (maktab) dan sekolah modern. Pada masa kecilnya, T{aba>t}aba>i<  mulai menekuni bahasa Persia, bahasa Arab, tata bahasa (gramatikal Arab), sastra, aritmatika, pendidikan dasar dan menggali kandungan al-Qur’an dan memperdalam kitab klasik tentang ketuhanan. Di samping itu, dia juga membaca buku-buku hukum, filsafat, teologi dan retorika.[5]
T{aba>t{aba>i melanjutkan studi formalnya di Universitas Syiah Najaf pada saat usianya menginjak 20 tahun. Di sana dia mempelajari ilmu syariat dan us}u>l al-fiqh dari dua di antara syekh-syekh terkemuka pada masa itu yaitu Mirza Muh{ammad H{usain Na'ini dan Muh{ammad H{usain Isfaha>ni<.[6]

2.  Karya-karya T}aba>t}aba>i
Karya utama dalam bidang filsafat adalah ulasan luasnya terhadap Asfa>r al-Arba’ah, magnum opus karya Mulla Sadra, yang merupakan seorang pemikir muslim besar Persia terakhir pada abad pertengahan. Di samping itu dia juga menulis secara ekstensif seputar tema-tema dalam filsafat. Pendekatannya secara humanis dapat terlihat dari ketiga karyanya; The Nature of Man–Before the World, in this World, and After this World. Filsafatnya terfokus pada pendekatan sosiologis guna menemukan solusi atas problem-problem kemanusiaan. 
Beberapa pernyataan serta risalahnya seputar doktrin-doktrin dan sejarah Syiah masih tetap tersimpan secara rapi. Satu dari beberapa risalahnya tersebut meliputi klarifikasi serta eksposisinya tentang mazhab Syiah dalam jawabannya atas pertanyaan yang dilemparkan oleh orientalis Perancis terkenal, Henry Cobin. Bukunya yang lain dalam tema ini adalah Syiah dar Islam yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Sayyed H{usain Nas}r dalam judul Shi’ite Islam, yang dibantu oleh William Chittick sebagai sebuah proyek dari Colgate University, Hamilton, New York, Amerika. 
Di antara karya T{aba>t}aba>i< yang paling terkemuka adalah al-Mi<za>n fi< Tafsi>r al-Qur’a>n yang lebih dikenal dengan Tafsi<r al-Mi>za>n, yang merupakan hasil dari kerja kerasnya yang cukup lama dalam ruang lingkup studi Qur’an. Metode, gaya, serta pendekatannya yang unik sangat berbeda dengan para mufassif besar lainnya. 
Pemikiran dan karya-karya T{aba>t}aba>i< diwarnai oleh ideologi kesyiahan. Kesyiahan dan keteguhan T{aba>t}aba>i< pada ideologi imamah sangat nampak ketika ia mengeluarkan karyanya yang bejudul Islam Syiah, buku ini mengulas tentang bagaimana Syiah memandang agama Islam.

3.  Apresiasi Ulama terhadap T}aba>t}aba>i
Dalam mencari penilaian ulama terhadap T{aba>t}aba>i<, penulis kesulitan mencarinya. Hal itu mungkin terjadi karena dia adalah seorang ulama Syiah sehingga sulit menemukan komentar ulama jumhur.
Meskipun demikian, Sayyid H{usain Nas}r salah seorang muridnya mengartakan bahwa sejak kedatangannya di Qum, T{aba>t}aba>i< dengan tak kenal lelah terus berupaya untuk menyampaikan hikmah dan pesan intelektual Islam kepada tiga kelompok murid:
a.         Sejumlah besar murid-murid tradisional di Qum yang sekarang tersebar di seantero Persia dan sampai ke daerah-daerah lain.
b.         Sekelompok murid terpilih yang diajarkan ma'rifat dan tasawuf dalam suatu lingkaran yang lebih akrab dan yang biasa bertemu pada hari Kamis malam di rumahnya atau di rumah-rumah privat lainnya.
c.         Sekelompok orang Persia yang mempunyai latar belakang pendidikan modern dan kadang-kadang juga orang-orang non-Persia yang dittemuinya di Teheran
Selama sepuluh tahun terakhir diadakan suatu rangkaian pertemuan secara teratur yang dihadiri oleh sekelompok orang Persia terpilih termasuk, pada musim-musim gugur, Henry Corbin seorang orientalis Prancis terkemuka.

  
B.    Profil Kitab al-Mi>za>n
Pada awalnya, tafsir al-Mi>za>n merupakan hasil dari beberapa pengajian dan ceramah Imam T{aba>t}aba>i<  terhadap para santrinya di Universitas Qum al-Diniyyah al-Muqaddasah Iran. Atas pertimbangan kemaslahatan dan kemanfaatan bukan hanya untuk santrinya akan tetapi juga untuk orang lain, maka ceramah dan pengajian dibukukan. Akhirnya jilid I dari kitab al-Miza>n dapat diselesaikan pada tahun 1375 H/ 1957 M. dan tafsir al-Miza>n ini bertambah terus setiap tahun hingga rampung pada tanggal 23 Ramadhan 1392 H sebanyak 20 jilid.[19]  
Penulis mengutip latar belakang penamaan kitab ini, Menurut penerbit dalam kata pengantarnya, alasan T{aba>t}aba>i< memberi nama kitabnya dengan nama Tafsi>r al-Mi>za>n karena dihiasi oleh berbagai pandangan dan komentar para mufassir dan ulama yang lain, kemudian T{aba>t}aba>i<  mencoba menganalisa dan mengkritiknya. T{aba>t}aba>i<  banyak membandingkan antara pendapat itu lalu melakukan tarji>h} (mengunggulkan) salah satunya dan menolak yang lain. Metode semacam ini merupakan sebagian kecil dari metode yang digunakan oleh T{aba>t}aba>i<  dalam menyusun kitab Tafsi>r al-Mi>za>n.
Untuk lebih jelasnya, berikut dijelaskan hal-hal yang terkait dengan kitab Tafsi>r al-Mi>za>n
1.  Karakteristik Kitab
Tafsi>r al-Mi>za>n dicetak pertama kali pada akhir tahun penyusunan kitab tersebut dalam 20 jilid oleh Da>r al-Kutub al-Isla>miyah Teheran pada bulan Rabi>’ al-Awwal 1392 H. 
Kemudian tafsir tersebut dicetak kedua kalinya di Beirut Lebanon oleh Muassasah al-A’lami> li al-Mat}bu>’a>t tahun 1394 H./1974 M. akan tetapi terjadi beberapa keselahan cetakan.
Oleh karena itu, penerbit tersebut kemudian mencetak ulang dengan cetakan ketiga dan keempat dan tafsir itulah yang kemudian tersebar dan digunakan, namun Ilya>s Ka>bizi> menambahkan satu juz dengan nama Dali>l al-Mi>za>n fi> Tafsi>r al-Qur’a>n yang dapat mempermudah pengkajian terhadap Tafsi>r al-Mi>za>n. Tambahan tersebut rampung pada tahun 1405 H./1985 M.[20]    
Sementara dari segi referensi, T{aba>t}aba>i< dalam Tafsi>r al-Mi>za>n merujuk kepada kitab-kitab sebagai berikut:
a.         Al-Ka>fi,> karya Abu> Ja’far Muh{ammad ibn Ya’qu>b al-Kali>ni>.
b.         Man Yah}d}ur al-Faqi>h, karya Abu> Ja’far Muh{ammad ibn ‘Ali al-S{adu>q.
c.         Tahz\i>b al-Ah{ka>m, karya Abu> Ja’far Muh{ammad ibn al-H{asan al-T{u>si>.
d.         Dan beberapa kitab dari imamiyah.
Meskipun demikian, T{aba>t}aba>i<  tidak melupakan kitab-kitab s}ah}i>h} menurut jumhur, seperti S{ah}i>h} al-Bukha>ri yang hadisnya dikutip sekitar 27, S{ah}i>h} Muslim yang dikutip sebanyak 20 hadis dan Sunan al-Nasa>i< dalam 20 topik.[21]     
Sementara dari segi pembahasannya, T{aba>t}aba>i< banyak melakukan perbandingan pendapat-pendapat para ulama, meskipun pada akhirnya tetap menomorkan satukan pendapat para imam ahl al-bait. Hal itu dapat dipahami, karena T{aba>t}aba>i<  merupakan salah satu ulama Syiah terkemuka yang dengan gigih memperjuangkan mazhabnya. Salah satu pendapat Syi’ah yang dianutnya adalah bahwa dalam al-Qur’an tidak ada penambahan dan pengubahan, akan tetapi pengurangan apakah terjadi atau tidak, tidak dapat dipastikan.
وبالجملة الذي تدل عليه هذه الروايات أن الموجود فيما بين الدفتين من القرآن هو كلام الله تعالى فلم يزد فيه شيء ولم يتغير منه شي، وأما النقص فإنها لا تفي بنفيه نفيا قطعيا".[22]
    
2.  Sistematika Penulisan
Dalam penulisan, T{aba>t}aba>i< menulis tafsirnya dengan menggunakan metode tah}li>li>.[23] Sedangkan dalam pembahasannya, Dia menggabungkan antara metode tah}li>li> dan muqa>ran (komparasi), baik antara ayat dengan ayat yang lain atau dengan hadis atau antara pendapat ulama dengan ulama yang lain. Agar lebih jelasnya berikut sistematika penulisannya:
a.         T{aba>t}aba>i< memulai tafsirnya dengan memberikan muqaddimah (pengantar) dengan menjelaskan berbagai hal yang terkait dengan tafsir dan metodologinya.
b.         Melakukan pengelompokkan ayat kemudian menjelaskan dari berbagai aspek secara berurutan, mulai dari gramatikalnya hingga dila>lah-nya.
c.         Melakukan pengelompokkan pembahasan, seperti بيان yang berisi tentang penjelasan gramatikal, tafsir lafz\iyah dengan mengacu pada riwayat dan pendapat para ulama ahl al-bait dan ulama yang lain, atau بحث روائى (pembahasan riwayat) dan بحث علمي (Pembahasan ilmiah), atau بحث فلسفي (pembahasan filsafat) dan dalam setiap pembahasan, diakhir dengan pendapatnya dengan argumen-argumen yang dibangunnya dengan mengatakan وأقول....
Secara spesifik, berikut penjelasan sistematika penulisan Tafsi>r al-Mi>za>n:
a.       Jilid I: Diawali dengan muqaddimah dan pembahasannya berakhir pada ayat 182 dari surah al-Baqarah.
b.      Jilid II: Diawali dengan Surah al-Baqarah ayat 183 hingga akhir surah al-Baqarah ayat 286. Sedangkan jumlah halamannya sebanyak 245.
c.       Jilid III: Diawali dengan Surah A<li ‘Imra>n ayat pertama hingga ayat 120 dari surah tersebut. Sedangkan halamannya berjumlah 212.
d.      Jilid IV: Diawali dengan ayat 121 dari surah A<li ‘Imra>n hingga ayat 76 surah al-Nisa>’. Untuk jumlah halamannya sebanyak 233.
e.       Jilid V: Diawali dengan ayat 77 surah al-Nisa>’ hingga surah al-Ma>idah ayat 54. Sementara jumlah halaman pada jilid lima tersebut sebanyak 224.
f.        Jilid VI: Diawali ayat 55 surah al-Ma>idah dan pembahasannya berakhir pada ujung surah al-Ma>idah, yaitu ayat 120. Sementara jumlah halamannya sebanyak 230.
g.      Jilid VII: Diawali dari surah al-An’a>m ayat pertama hingga akhir surah tersebut, yaitu 165. Jumlah halaman pada jilid ini sebanyak 219.
h.      Jilid VIII: Diawali dari surah al-A’ra>f ayat pertama hingga akhir surah al-A’ra>f, yaitu pada ayat 206. Jumlah halaman jilid tersebut sebanyak 206.   
i.        Jilid IX: Diawali dengan surah al-Anfa>l ayat pertama hingga akhir surah al-Taubah, yaitu ayat 129. Sedangkan jumlah halamannya sebanyak 228.  
j.        Jilid X: Diawali dengan surah Yu>nus ayat pertama hingga ayat 99 dari surah Hu>d. Sementara jumlah halamannya sebanyak 203.
k.      Jilid XI: Diawali dengan Surah Hu>d ayat 100 dan berakhir pada akhir surah al-Ra’d, yaitu ayat 43. Sementara jumlah halamannya sebanyak 215.
l.        Jilid XII: Diawali dengan surah Ibra>hi>m ayat pertama dan berakhir pada ayat terakhir dari surah al-Nah}l, yaitu ayat 128. Untuk halamann jilid, jumlahnya sebanyak 203.
m.    Jilid XIII: Diawali dengan surah al-Isra>’ ayat pertama dan pembahasannya berakhir pada surah al-Kahfi ayat terakhir, yaitu ayat 110. Sementara jumlah halamannya sebanyak 216.  
n.      Jilid XIV: Diawali dengan surah Maryam ayat pertama dan diakhir pada ayat terakhir dari surah al-H{ajj, yaitu ayat 78. Sedangkan jumlah halamannya sebanyak 225.
o.      Jilid XV: Diawali dengan surah al-Mu’minu>n ayat pertama dan pembahasannya berakhir pada akhir surah al-Naml, yaitu 92. Sementara jumlah halaman jilid ini sebanyak 216.
p.      Jilid XVI: Diawali dengan surah al-Qas}as} ayat pertama dan berakhir pada surah Ga>fir ayat terakhir, yaitu ayat 84. Sementara jumlah halamannya sebanyak 206.   
q.      Jilid XVII: Diawali dengan surah F>a>t}ir ayat pertama hingga akhir surah Fus}s}ilat, yaitu pada ayat 54. Sedangkan jumlah halamannya sebanyak 212.
r.        Jilid XVIII: Diawali dengan surah al-Syu>ra> ayat pertama hingga akhir surah al-Z|a>riya>t, tepatnya pada ayat 60. Sedangkan jumlah halaman jilid ini sebanyak 206.
s.       Jilid XIX: Diawali dari awal surah al-T>u>r hingga akhir surah al-H{a>qqah, yaitu ayat 47 dari surah tersebut. Sedangkan jumlah halamannya sebanyak 229.     
t.        Jilid XX: Diawali dari awal surah al-Ma’a>rij hingga akhir al-Qur’an yaitu surah al-Na>s. sementara jumlah halaman dalam jilid terakhir tersebut sebanyak 229.
            
3.  Metodologi Pembahasan
Dalam menafsirkan, T{aba>t}aba>i< menggunakan beberapa metode pembahasan yang berbeda dengan penafsir-penafsir yang lain. Secara umum, dalam menafsirkan al-Qur’an, T{aba>t}aba>i< mengelompokkan ayat-ayat secara berurutan sesuai dengan topik pembahasannya, kemudian mulai menjelaskan maksud setiap kosa kata yang dianggap sulit, kemudian menjelaskan sekilas tentang jika diperlukan, kemudiang mengungkap maksud ayat tersebut dengan mencantumkan riwayat dari para imam ahl al-bait atau imam Syiah dan ulama-ulama lain kemudian men-tarjih{ atau mengungkapkan pendapat yang dianutnya.[24]  Untuk lebih jelasnya, berikut adalah sebagian metode yang digunakan T{aba>t}aba>i< dalam tafsirnya:
a.         Menurutnya, tafsi>r merupakan بيان معانى الآيات القرآنية والكشف عن مقاصدها ومداليلها , karena menurutnya al-baya>n bisa dijangkau dengan makna lahirnya, sedangkan al-kasyf hanya bisa dijangkau dengan kajian yang mendalam.
b.         Melakukan pembahasan yang beraneka ragam dengan menggunakan multi pendekatan dan multi corak filsafat, historis, sosiologis, dan akhlak sesuai dengan keahlian penyusun. Penggunaan multi pendekatan dan corak tersebut terlihat saat menafsirkan ayat 24 dari surah al-Nisa>’.[25]
c.         Melakukan penafsiran ayat dengan ayat lain, baik dalam pengungkapan makna, bahasa dan dila>lah (petunjuknya), bahkan Tafsi<r al-Mi>za>n lebih dikenal dengan metode tafsi>r al-a>yah bi al-a>yah, seperti ketika menafsirkan ayat 183 dari surah al-Baqarah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ.
Ketika T{aba>t}aba>i< menafsirkan kata كتب, dia menyebutkan beberapa ayat yang menggunakan akar kata كتب.[26] Begitu juga ketika menafsirkan maksud dari أياما معدودات dengan mengatakan bahwa ayat tersebut ditafsirkan dengan ayat شهر رمضان لذى أنزل فيه القرآن.

d.         Pada setiap awal surah dijelaskan jumlah ayat dan maksud secara global dari surah tersebut, seperti pada saat menjelaskan surah A<li ‘Imra>n dengan jumlah ayat 200, sedangkan tujuan surah tersebut ajakan terhadap orang mukmin untuk bertauhid, sabar dan konsisten dalam menghadapi musuh-musuhnya.[27]      
e.         Melakukan penafsiran ayat dengan sunnah atau riwayat dari para ahl al-bait, sahabat dan ta>bi’i>n yang jumlahnya mencapai 527 pembahasan.[28]
f.          Tetap merujuk kepada kitab-kitab tafsir sebelumnya seperti al-T{abari>, al-T{u>si>, al-T{ibrisi>, al-Zamakhsyari>, Ibn Kas\i>r, Fakhr al-Ra>zi> dalam masalah riwa>yahlugahhujjahi’ra>bfalsafah dan hukum-hukum al-Qur’an.[29]
g.         Lebih mementingkan matan dari pada sanad, sehingga dia tidak mencantumkan semua perawi, akan tetapi cukup perawi terakhir saja, sehingga dalam setiap riwayatnya cukup mencantumkan sumber kitab dan riwayat nama imam, seperti:
وما رواه فى التوحيد باسناده إلى عيسى بن راشد عن الباقر (عليه السلام) وفيه أن المشكاة نور العلم فى صدر النبي ...[30]       
h.         Berpegang pada kitab-kitab pokok Imamiyah dengan senantiasa merujuk kepada kitab-kitab tersebut dalam setiap penafsiran ayat dengan mengatakan:
وفى الكافى.... أو وفى المجمع.... أو وفى التهذيب.... وفى تفسير العياشي.....  
i.          Fanatisme yang sangat tinggi terhadap para imam ahl al-bait dalam berbagai bidang, khususnya teologi. Hal tersebut sangat tampak pada saat manafsirkan ayat 35 surah al-Nu>r:
اللَّه نوُرُ السَّماَواَت واَلْأرَضْ مثَلَ نوُرهِ كمَشِكْاَة فيِهاَ مصِبْاَحٌ....
T{aba>t}aba>i< mengutip pendapat al-S{a>diq yang tertulis dalam kitab al-Tauh{i>d bahwa ayat tersebut merupakan perumpamaan dari Allah bahwa Nabi saw. dan para imam termasuk dila<lah dan tanda-tanda-Nya yang dapat menunjukkan kepada tauhid, kemashlahatan agama, syariat Islam, sunnah-sunnah dan kewajiban-kewajiban.[31] 
Contoh lainnya adalah penafsiran T{aba>t}aba>i< terhadap ayat-ayat kepemimpinan (al-Baqarah:124, al-Nisa>’:59, al-Ma>idah:3 dan 55) di mana T{aba>t}aba>i< berusaha menjelaskan maksud ayat tersebut bahwa hak kepemimpinan dipegang oleh ahl al-bait.[32] Dia menegaskan bahwa maksud dari ayat   وأولى الأمر منكمadalah orang-orang suci yang tidak memiliki dosa. Dan menurutnya ayat-ayat al-Quran dan beberapa hadis menunjukkan bahwa orang-orang yang ma's}u>m tidak lain adalah ahl al-bait.[33]
j.           Melakukan pembenaran terhadap ajaran-ajaran Syiah, seperti nikah mut’ah (kontrak) sebagaimana yang dipahami oleh Syiah selama ini. Hal tersebut tampak jelas ketika menafsirkan ayat: 
فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً....
Setelah panjang lebar mengungkapkan tentang riwayat-riwayat yang mengharamkan nikah mut’ah dan riwayat-riwayat yang membolehkan, bahkan menyebutkan ulama-ulama menyetujuinya, baik dari kalangan mufassirin maupun mahaddisin, T{aba>t}aba>i< memberikan kesimpulan bahwa mut’ah merupakan pernikahan dan perempuan yang dimut’ah adalah istri menurut al-Qur’an dan para ulama salaf tidak perlu diragukan lagi.[34] 
      
C.    Keunggulan dan Keterbatasan
Setelah membaca dan memahami metode yang digunakan T{aba>t}aba>i< dalam menyusun kitabnya, dapat disimpulkan bahwa kitab Tafsi>r al-Mi>za>n memiliki beberapa keunggulan, namun sebagai karangan menusia maka sudah pasti tidak akan luput dari keterbatasan, khususnya yang terkait dengan metodologi penafsiran. Untuk lebih jelasnya, pemateri akan memaparkan beberapa keistimewaan dan keterbatasan kitab tafsir tersebut  
1.     Keunggulan al-Mi>za>n
Sebagai sebuah karya ulama besar, Tafsi>r al-Mi>za>m tentu memiliki banyak kelebihan-kelebihan, di antaranya adalah:
a.    Menafsirkan al-Qur’an dengan mendahulukan ayat-ayat yang senada atau saling berkaitan.
b.    Banyak melakukan perbandingan (sesuai dengan namanya) dengan mengungkapkan beberapa pendapat ulama.
c.    Melakukan tarji>h{ atau mengungkapkan posisi pendapatnya setiap selesai penafsiran ayat dengan menyebutkan alasan-alasannya.  
d.    Melakukan klasifikasi pembahasan, baik dalam bentuk penjelasan umum, riwayat, ilmiah dan filsafat.
e.    Memberikan pembahasan yang sangat luas terhadap ayat-ayat dengan berbagai pendekatan dan corak.    
f.     Melibatkan tafsir-tafsir dan hadis-hadis yang menjadi rujukan sunni dalam tafsirnya, meskipun tidak berpengaruh signifikan seperti tafsir-tafsir atau kitab-kitab imam ahl al-bait atau Syiah yang lain.

2.     Keterbatasan al-Mi>za>n
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Tafsi>r al-Mi>za>n merupakan salah satu tafsi>r terbesar Syiah terbaru. Namun demikian, tafsir tersebut memiliki beberapa keterbatasan antara lain:
a.         Fanatik terhadap akidah Syiah seperti akidah raj’ah yang mengakui akan bangkitnya Nabi dan imam-imamnya. Hal tersebut sangat tampak pada saat menafsirkan ayat: وَيَوْمَ نَحْشُرُ مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ فَوْجًا مِمَّنْ يُكَذِّبُ بِآيَاتِنَا فَهُمْ يُوزَعُونَ.  dimaksud dengan al-h{asyr dimana sebagian imam akan dibangkitkan.[35]  
b.        Lebih banyak merujuk kepada pendapat dan kitab-kitab para ulama Syiah.
c.         Tidak melakukan pentashihan terhadap riwayat-riwayat, khususnya dari riwayat ahl al-bait.[36]    

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat dibuat beberapa poin kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut:
1.      T{aba>t}aba>i< adalah seorang ulama Syiah moderat yang telah memberikan pengaruh besar dalam dunia Islam tradisional dan maupun modern, bahkan dunia barat tentang pandangan Syiah terhadap Islam. Dia lahir dari keturunan Nabi saw. dan berkembang dalam kondisi yatim piatu dan tidak kaya. Namun karena tekadnya yang kuat sehingga menjadi orang besar. Dia mempelajari berbagai disiplin ilmu, mulai dari kauniyah hingga ilmu hud{u>ri>, sehingga tidak heran jika T{aba>t}aba>i< menjadi ulama produktif dalam berkarya. Dia Lahir tahun 1321 H./ 1903 M. dan wafat tahun 1981 M. dalam usia 80 tahun.
2.      Tafsi>r al-Mi>za>n yang pada awalnya merupakan pengajian disusun dalam jangka waktu yang cukup lama dan menjadi salah satu tafsir terbaik Syiah. Tafsi>r tersebut berjumlah 20 jilid dan berkarakter Syiah. Dan menjadikan kitab-kitab Syiah sebagai rujukan utama, dan dari segi pembahasan, T{aba>t{abai mengusung metode tafsir al-a>yah bi al-ayah kemudian bi al-sunnah kemudian ditambah riwayat-riwayat imam-imam ahl al-bait. Hebatnya lagi, T{aba>t}aba>i< mengklasifikasi ayat-ayat sesuai dengan topiknya kemudian melakukan pembahasan secara kelompok pula, mulai dari penjelasan umum, seperti nahwu, maksud dan sejenisnya dengan menggunakan ayat-ayat yang semakna, kemudian menambahkan pembahasan riwayat, bahkan ilmiah dan filsafat dikelompokkan tersendiri.     
3.      Sementara keunggulan Tafsi>r al-Mi>za>n dapat dilihat dari metodenya yaitu menafsirkan ayat dengan ayat sekaligus melakukan pengelompokkan ayat dan pembahasan dengan melibatkan kitab-kitab yang menjadi rujukan sunni. Sedangkan keterbatasannya terletak pada fanatisme mazhab Syiah dengan mendukung ajaran-ajarannya tanpa melakukan kritikan riwayat, khususnya riwayat imam ahl al-bait.

B.    Implikasi
Tafsi>r al-Mi>za>n merupakan hasil dari kerja keras yang cukup lama dalam ruang lingkup studi Qur’an. Metode, gaya, serta pendekatan T{aba>t}aba>i< yang unik sangat berbeda dengan para mufassif besar lainnya, yaitu mengusung metode tafsi>r al-a>yah bi al-a>yah.
Terlepas dari beberapa keterbatasan dan karakteristik kesyihaannya, paling tidak Tafsi>r al-Mi>za>n merupakan salah satu tafsir yang perlu dikaji dan ditelaah untuk menambah wawasan khazanah keislaman dan ilmu pengetahuan. Karena T{aba>t}aba>i< memberikan penafsiran al-Qur’an dari sisi Syiah dan berusaha untuk mengeksplorasi dengan berbagai pendekatan dan perbandingan, meskipun pada akhirnya, T{aba>t}aba>i< tidak bisa melepaskan diri dari mazhab yang dianutnya, yaitu Syiah.
Namun bagi kalangan awam yang belum memahami tentang ilmu al-Qur’an atau ilmu hadis atau ilmu-ilmu yang lain, perlu memperhatikan dengan seksama dan hati-hati dalam memahami, apatahlagi mengamalkan kandungannya tanpa klarifikasi kepada orang yang lebih paham.
Hal itu perlu dilakukan karena dalam Tafsi>r al-Mi>za>n, penulis tidak menemukan penjelasan tentang keabasahan atau status hadis, terlebih lagi jika riwayat tersebut dari para ahl al-bait atau imam Syiah. 

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ka>z}im, Muz}a>hir Ja>sim ‘Abd. al-Bahs\ al-Ruwa>i> fi Tafsi>r al-Mi>za>n. Ku>fah: Wiza>rah al-Ta’li>m al-‘A<li> wa al-Bahs\ al-‘Ilmi> Ja>mi’ al-Ku>fah, 1427 H./2006 M.

Ayub, Mahmud. Quran dan Para Penafsirnya. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992.

Azra, Azyumardi., dkk., Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 2005.

Baidowi Ahmad, Mengenal Thabathabai dan Kontroversi Nasikh Mansukh. Bandung: Penerbit Nuansa, 2005.

Republika Contributor, Muhammad Husayn Thabathaba'i, Syekh Bidang Ilmu Syariat dan Tafsir. Dikutip 19 Desember 2010.

Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.



[1]Salah satu prinsip paling penting dari tafsir Syiah adalah bahwa al-Qur’an harus selalu memiliki relevansi, kegandaan makna (muh{kam dan mutasya>bih), na>sikh mansu>kh, z}a>hir  ba>t}in,  ta’wi>l dan tanzi>l.
[5]Azyumardi Azra dkk., Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 2005), Jilid VII, h. 121.

[6]Republika Contributor, Muhammad Husayn Thabathaba'i, Syekh Bidang Ilmu Syariat dan Tafsir (Dikutip tanggal 11 Desember 2015).

[19]Pengantar Kitab al-Mizan, Muh{ammad H{usain al-T{aba>t}aba>i<,., Jilid I, h. 2.
[20]Muz}a>hir Ja>sim ‘Abd al-Ka>z}im, h. 10.
[21]Muz}a>hir Ja>sim ‘Abd al-Ka>z}im, h. 10.h. 16.
[22]Lihat Muh{ammad H{usain al-T{aba>t}aba>i<,Jilid XII, h. 125.
[23]Tahlili suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya dengan mengikuti runtutan ayat dari surah pertama hingga surah terakhir. Lihat: Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 67. 
[24]Untuk mengetahui secara detail penafsiran T{aba>t}aba>i<, lihat Tafsi>r al-Mi>za>n, khususnya pada saat menafsirkan ayat 24 dari surah al-Nisa>’ yang terletak pada Jilid IV, h. 150.   
[25] Muh{ammad H{usain al-T{aba>t}aba>i<, Jilid IV, h. 100.   
[26]Muh{ammad H{usain al-T{aba>t}aba>i<, Jilid IV, h. 100Jilid II, h. 2.
[27] Muh{ammad H{usain al-T{aba>t}aba>i<, Jilid IV, h. 100. Jilid III, h. 1.
[28]Hal tersebut telah diungkapkan oleh Muz}a>hir Ja>sim ‘Abd al-Ka>z}im pada saat melakukan penetian terhadap Tafsi>r al-Mi>za>n. untuk lebih jelasnya, lihat karya dengan judul al-Bahs\ al-Ruwa>i> fi Tafsi>r al-Mi>za>n.  
[29]Mengutip penjelasan dalam tafsir tersebut, lihat ketika menafsirkan ayat tentang haramnya khamar, T{aba>t}aba>i< kemudian mengutip tafsir al-T}abari<. Muh{ammad H{usain al-T{aba>t}aba>i<, Jilid VI, h. 80.       
[30] Muh{ammad H{usain al-T{aba>t}aba>i<, Jilid XV, h. 74.
[31]Muh{ammad H{usain al-T{aba>t}aba>. Jilid XV, h. 74.
[32]Baidowi Ahmad, Mengenal Thabathabai dan Kontroversi Nasikh Mansukh (Bandung: Penerbit Nuansa, 2005), h. 48.
[33]Lihat:  Muh{ammad H{usain al-T{aba>t}aba>i<, Jilid IV, h. 212.
[34]Muh{ammad H{usain al-T{aba>t}aba>. Jilid IV, h. 167.
[36]Hal tersebut tampak dari jilid pertama hingga jilid kedua puluh. Muh{ammad H{usain al-T{aba>t}aba>i<, Tafsi>r al-Mi>za>n fi> al-Qur’a>n , Jilid XV, h. 210.   

Comments

  1. Apakah kamu sudah tau prediksi mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong

    ReplyDelete

Post a Comment

BERITA TERBARU !!

Popular posts from this blog

BIL MA'TSUR ( TAFSIR AYAT DENGAN AYAT )

download TAFSIR AL-NASAFIY

CARA MELAKUKAN TAKHRIJ HADIS

cara atau Kaedah al-Jarh Wa al-Ta’dil Serta Aplikasinya

HADIS TARBAWIY DAN AKHLAK (BERKURANGNYA IMAN KARENA MAKSIAT)

kaedah 'ATAF - AL-'ATFU DALAM AL-QUR'AN

cara TAMBAHAN - kaedah ZIYADAH DALAM AL-QUR'AN

cara melakukan MUNASABAH AYAT

apa contoh MUKJIZAT AL-QUR'AN (Pengertian dan Pembagiannya)