KEHIDUPAN SOSIAL - ANTROPOLOGI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk Tuhan Yang
Maha Esa yang paling sempurna dari makhluk lainnya. Dengan segala kelebihan
yang dimiliki manusia dibanding makhluk lainnya membuat manusia memiliki
kedudukan atau derajat yang lebih tinggi. Manusia juga disertai akal, pikiran,
perasaan sehingga manusia dapat memenuhi segala keinginannya yang diberikan
Tuhan YME.
Manusia adalah mahluk hidup ciptaan
tuhan dengan segala fungsi dan potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam,
mengalami kelahiran, pertumbuhan, perkembangan, dan mati. Serta terkait serta
berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan timbal balik,
baik itu positis maupun negatif.
Manusia juga sebagai mahkluk individu
memiliki pemikiran-pemikiran tentang apa yang menurutnya sesuai ketika
tindakan-tindakan yang ia ambil dan sebagai makhluk sosial yang saling
berhubungan dan keterkaitannya dengan lingkungan dan tempat tinggalnya.
B. Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang Masalah diatas, maka
adapun rumusan masalah:
1.
Apakah Pengertian Sosial?
2.
Bagaimanakah eksistensi manusia sebagai Makhluk sosial?
C.
Tujuan Penulisan
1. Mengajak kepada
pembaca untuk mengetahui pengertian manusia itu sendiri.
2. Mengajak kepada
pembaca bagaimana eksistensi manusia sebagai makhluk sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sosial
Kita
harus mengakui bahwa manusia merupakan mahluk sosial karena manusia tidak bisa
hidup tanpa berhubungan dengan manusia yang lain bahkan untuk urusan sekecil
apapun kita tetap membutuhkan orang lain untuk membantu kita. Sosial
menurut bahasa berarti Berteman, Berkawan, dan Bermasyarakt. Berikut ini adalah
pengertian dan definisi sosial menurut beberapa ahli:
1.
Lewis : Sosial adalah sesuatu yang dicapai,
dihasilkan dan ditetapkan dalam interaksi sehari-hari antara warga negara dan
pemerintahannya.
2.
Keith Jacobs:Sosial adalah sesuatu yang dibangun dan terjadi dalam sebuah
situs komunitas.
3.
Ruth
Aylett:Sosial adalah sesuatu yang dipahami sebagai sebuah perbedaan namun tetap
inheren dan terintegrasi.
4.
Paul
Ernest:Sosial lebih dari sekedar jumlah manusia secara individu karena mereka
terlibat dalam berbagai kegiatan bersama.
5.
Philip
Wexler:Sosial adalah sifat dasar dari setiap individu manusia.[1]
B.
Eksistensi Manusia sebagai Makhluk Sosial
Menurut kodratnya, Manusia adalah
makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang
berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya
dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan
manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu
menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia
akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk
sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk
berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup
sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia. Tanpa bantuan
manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan
bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau
bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.[2]
Dapat disimpulkan, bahwa manusia
dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa alasan, yaitu :
1.
Karena manusia tunduk pada aturan yang berlaku.
2.
Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
3.
Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
4.
Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
Ciri manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial adalah adanya suatu
bentuk interaksi sosial didalam hubugannya dengan makhluk sosial lainnya yang
dimaksud adalah dengan manusia satu dengan manusia yang lainnya. Secara garis
besar faktor-faktor personal yang mempengaruhi interaksi manusia terdiri dari
tiga hal yakni :
1.
Tekanan emosional. Ini sangat mempengaruhi bagaimana manusia berinteraksi
satu sama lain.
2.
Harga diri yang rendah. Ketika kondisi seseorang berada dalam kondisi
manusia yang direndahkan maka akan memiliki hasrat yang tinggi untuk
berhubungan dengan orang lain. Kondisi tersebut dimana orang yang direndahkan
membutuhkan kasih sayang orang lain atau dukungan moral untuk membentuk kondisi
seperti semula.
3.
Isolasi sosial. Orang yang terisolasi harus melakukan interaksi dengan
orang yang sepaham atau sepemikiran agar terbentuk sebuah interaksi yang
harmonis.
Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia sebagai warga masyarakat.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi
kehidupan sendiri. Meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu
membutuhkan manusia lain. Setiap manusia cenderung untuk berkomunikasi,
berinteraksi, dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Dapat dikatakan bahwa
sejak lahir, manusia sudah disebut sebagai makhluk sosial.
Hakekat manusia sebagai makhluk sosial dan politik akan membentuk hukum,
mendirikan, kaidah perilaku, serta bekerjasama dalam bentuk kelompok yang lebih
besar karena kerjasama merupakan syarat untuk kehidupan yang baik dalam
masyarakat yang saling membutuhkan.
Kesadaran manusia sebagai makhluk sosial, justru memberikan rasa
tanggungjawab untuk mengayomi individu yang jauh lebih lemah, daripada wujud
sosial yang besar dan kuat. Kehidupan sosial, kebersamaan, baik itu non formal
(masyarakat), maupun dalam bentuk formal (instansi, institusi, dan negara)
dengan wibawanya wajib mengayomi individu.[3]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia adalah makhluk individu dan juga makhluk sosial. Sebagai individu,
ia mempunyai kemauan dan kehendak yang mendorongnya berbuat dan bertindak. Dari
apa yang diperbuatnya dan dari sikap hidupnya, orang dapat mengetahui pribadi
seseorang. Sebagai makhluk idividu, manusia ingin hidup senang dan bahagia, dan
menghindar dari segala yang menyusahkan. Untuk itu ia berusaha memenuhi
kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani yang dapat
membawa kesenangan dan kebahagiaan kepada dirinya.
Akibat dari hal itu, timbullah hak seseorang atas sesuatu, seperti hak milik
atas sesuatu benda, hak menuntut ilmu, hak menikmati kesenangan dan
lain-lainnya. Hak itu tidak boleh diganggu oleh orang lain. Akibatnya, orangpun
merasa bahwa dialah yang berkuasa atas haknya itu dan menyadari pula bahwa ia
mempunyai rasa aku. Kesadaran ini mendorongnya untuk bertindak sendiri,
terlepas dari pengaruh orang lain. Hidup sebagai makhluk individu semata-mata
tidak mungkin tanpa juga sebagai makhluk sosial. Manusia hanya dapat dengan
sebaik-baiknya dan manusia hanya akan mempunyai arti apabila ia hidup bersama-sama
manusia lainnya di dalam masyarakat. Tidak dapat dibayangkan adanya manusia
yang hidup menyendiri tanpa berhubungan dan tanpa bergaul dengan sesama manusia
lainnya. Hanya dalam hidup bersama manusia dapat berkembang dengan wajar dan
sempurna. Hal ini ternyata bahwa sejak lahir sampai meninggal, manusia
memerlukan bantuan orang lain untuk kesempurnaan hidupnya. Bantuan ini tidak
hanya bantuan untuk memenuhi kebutuhan jasmani, tetapi juga untuk kebutuhan
rohani. Manusia sangat memerlukan pengertian, kasih sayang, harga diri,
pengakuan dan tanggapan-tanggapan emosional yang sangat penting artinya bagi
pergaulan dan kelangsungan hidup yang sehat. Inilah kodrat manusia, sebagai
makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial.[4] Tak ada seorangpun yang
dapat mengingkari hal ini, karena ternyata bahwa manusia baru dapat disebut
manusia dalam hubungannya dengan orang lain, bukan dalam kesendiriannya.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat,
Pengantar antropologi, Cet.IV; Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011
Rabu-26
maret 2014 14.51http://mobelos.blogspot.com/2013/10/pengertian-manusia
sebagai makhluk sosial.html
http://www.pengertianahli.com/2013/06/pengertian-sejarah-menurut-para-ahli.html
[1] Rabu-26 maret 2014 14.51http://mobelos.blogspot.com/2013/10/pengertian-manusia
sebagai makhluk sosial.html
[2] Koentjaraningrat, Pengantar antropologi,
Cet.IV; Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011. hal. 133.
[3] Koentjaraningrat, Pengantar antropologi,
Cet.IV; Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011. Hal. 134.
Comments
Post a Comment