KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS Pendahuluan latar belakang Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah dua sumber utama ajaran Islam. Oleh karena itu, keduanya selalu dijadikan landasan keyakinan, ritual, adat istiadat, etika, ekonomi, politik, peradaban dan seluruh aspek kehidupan umat Islam, baik yang sakral maupun duniawi, pada tataran ¥ abl minallah (vertikal) dan ¥ abl min al. -n ± s (horizontal).

CARA MELAKUKAN TAKHRIJ HADIS

CARA TAKHRIJ HADIS :

SUDAH PERNAHKAH ANDA MEMBUAT SKEMA SEBAGAIMANA DI BAWAH :



TULISAN INI, HANYALAH SEBUAH PENGANTAR SEBELUM MEMBUAT GAMBAR DI ATAS.

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Hadis Nabi merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an, yang setiap muslim wajib mengikuti danmengamalkan ajaran-ajaran yang terdapat didalamnya. Sebagai landasan hukum syara' yang kedua setelah al-Qur'an, keotentikan sunnah menjadi keharusan untuk dipelajari dan dikaji oleh setiap muslim. Sebab, meskipun Allah Swt, telah berjanji untuk menjaga agama-Nya, namun fitnah dan hujatan terhadap sunnah dan para ulamanya,juga tidak pernah berhenti.Kenyataan ini sangat berpengaruh terhadap pemahaman mayoritas umat Islam tentang ajaran agama-Nya khususnya as-sunnah.

Untuk mengetahui hal ihwal yang terkait dengan hadis Nabi tersebut, maka para ulama hadis telah menyusun ilmu yang dikenal dengan ‘Ulu>m al-H{adi>s|’ yang disebut juga ilmu Must}alah} al-H{adi>s|,Us}hu>l al-H{adi>s| atau Qawa>‘id al-H{adi>s|.[1]Di antara semua cabang ilmu hadis, salah satu bidang ilmu yang harus dikaji oleh setiap pelajar Islam adalah ilmu Takhri>j al-Hadi>s.Takhri>j al-hadi>s| merupakan langkah awal kegiatan penelitian hadis. Dengan metode ini kita dapat mengetahui letak hadis tersebut dari sumber aslinya, yang disebutkan sanadnya dan dijelaskan martabatnya atau tingkatannya, apakah hadistersebutmarfu>’ mauqu>f, atau maqthu’>.[2]

Menurut Mahmud at-Thahan, pada mulanya ilmu Takhri>j al-Hadi>s tidak dibutuhkan oleh para ulama dan peneliti hadis, karena pengetahuan mereka tentang sumber hadis ketika itu sangat luas dan baik. Hubungan mereka dengan sumber hadis juga kuat sekali, sehingga apabila mereka hendak membuktikan keshahihan sebuah hadis,mereka dapat menjelaskan sumber hadis tersebut dalam berbagai kitab hadis, yang metode dan cara-cara penulisan kitab hadis tersebut mereka ketahui.[3]Namun beberapa periode setelahnya, para Ulama mulai merasa kesulitan untuk mengetahui sumber dari suatu hadis, apalagi setelah berkembangnya karya-karya Ulama dalam bidang Fiqh, Tafsir, dan Sejarah, yang memuat hadis- hadis Nabi Saw. yang kadang-kadang tidak menyebutkan sumbernya, maka ulama hadis terdorong untuk melakukan takhri>j terhadap karya-karya tersebut.Dari sinilah mulai muncul kitab-kitab takhri>j.
Berangkat dari ilustrasi diatas, penulis merasa penting untuk mengkaji dan membahas takhri>j al-hadi>s|, dan untuk menyederhanakan pembahasan saya batasi objek kajian sebagaimana dalam rumusan masalah.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengertian metode atau tata cara pentakhrijan hadis?
2.      Kaedah apa saja yang harus diperhatikan dalam mentakhrij?
3.      Apa faedah dan manfaat mempelajari takhri>j al-H{adi>s|?  
                 

BAB II
PEMBAHASAN
         
A.  Pengertian Ilmu Takhri>j
Takhrij menurut bahasa berasal dari kata kharaja (خرج) yang berarti الاظهار والابراز yang berarti tampak atau jelas. Takhrij secara bahasa juga berarti berkumpulnya dua perkara yang saling berlawanan dalam satu persoalan, namun secara mutlak, Takhrij diartikan oleh para ahli bahasa dengan arti mengeluarkan, (al-Istinba>t}), melatih atau membiasakan, (al-Tadri>b), dan menghadapkan (al-Tauji>h), tampak, (al-Iz}ha>r), dan jelas, (al-Ibra>z).[4]

Takhrij menurut istilah adalah:
التخريخ هو الدلالة على مواضع الحديث فى مصادره الاصلية التى اخرجته بسنده ثم بيان مرتبته عند الحاجة .[5]

Para Muhadis|i>nmengartikanTakhri>j al-H{adi>s| sebagai berikut:
-          Memaparkan atau mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para periwayatnya dalam sanad yang telah menyampaikan hadis itu dengan metode periwayatan yang mereka tempuh.
-          Ulama mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh para guru hadis, atau berbagai kitab lain yang susunannya dikemukakan berdasarkan riwayat sendiri, atau para gurunya, siapa periwayatnya dari para penyusun kitab atau karya tulis yang dijadikan sebagai sumber pengambilan.
-          Mengeluarkan hadis dari dalam kitab dan meriwayatkannya, kemudian, hadis tersebut disusun dan dibicarakan kemudian disandarkan kepada pengarang atau penyusun kitab itu.
-          Mengemukakan letak asal hadis pada sumbernya yang asli, yakni kitab didalamnya dikemukakan secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, kemudian dijelaskan kualitas sanad hadis tersebut.[6]

Dari uraian  defenisi diatas, Takhrij dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Memaparkan atau mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para rawinya yang ada dalam sanad hadis itu.
2.      Mengemukakan asal-usul hadis sambil dijelaskan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadis.
3.      Mengemukakan hadis-hadis berdasarkan sumber pengambilannya dari kitab-kitab yang didalamnya dijelaskan metode periwayatannya dan sanad hadis-hadis tersebut, dengan metode dan kualitas para rawi sekaligus hadisnya. Dengan demikian, pentakhrij-an hadis ialah penelusuran atau pencarian hadis dalam berbagai kitab hadis (sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan), baik menyangkut materi atau isi (matan), maupun jalur periwayatan (sanad) hadis yang dikemukakan.[7]

B.   Metode atau Tata Cara Pentakhrijan Hadis.
Secara garis besar, ada beberapa metode yang bisa digunakan dalam mentakhrij hadis sesuai dengan kondisi hadis yang ingin ditakhrij. Namun makin banyak metode yang kita gunakan maka hasil yang akan diperoleh makin mendekati kesempurnaan.
Berikut penjelasan singkat tentang metode tersebut dengan menyebutkan keistimewaan dan kekurangannya serta buku apa saja yang bisa digunakan.
1.  Takhrij dengan Rawi Pertama (Ra>wi al-A‘la>).
Takhrij ini meneliti hadis dengan menelusuri sanad pertama atau yang paling atas yakni para sahabat (muttas}il isna>d) atau tabi‘in (dalam hadis mursal).[8]
Keistimewaan metode ini:
-           Memberikan informasi kedekatan pembaca dengan pen-takhrij hadis dan kitabnya. Berbeda dengan metode lainnya yang hanya memberikan informasi kedekatan pen-takhrijnya tanpa kitabnya.
-          Cepat dan tepat dalam menemukan hadis yang diinginkan jika menguasai metode buku yang dipakai.
-          Memudahkan dalam penyusunan sanad hadis.
-          Memperbanyak wawasan tentang sanad-sanad hadis.
Kekurangannya:
-          Harus menguasai betul manhaj buku yang ingin dipakai.
-          Tidak dapat digunakan kecuali setelah mengetahui rawi pertama darisuatu hadis
-          Harus bisa menentukan apakah rawi pertamanya seorang sahabat atau bukan.
-          Akan menemukan kesulitan jika rawi pertamanya banyak meriwayatkan hadis.

Jenis buku yang menyusun hadis sesuai ra>wial-a‘la>>:
a.       Kitab Musnad; yaitu kitab yang menyusun hadis sesuai dengan ra>wi al-a‘la>-nya. Diantaranya:
1.        MusnadAbu> Da>u>d al-T{aya>lisi> (204H).[9]
Kitab musnad al-T{aya>lisi> menyusun hadis sesuai dengan urutan sahabat, baik laki-laki atau wanita, kunniyah maupun laqab-nya. Kitab initerdiri dari satu jilid, dan mencakup 11 juz, dan jumlah hadis dalam musnad al-T{aya>lisi> (2767) hadis.
2.        Musnad al-H{{umai>di> (219 H).[10]
Kitab musnad al-H{umai>di> menyusun hadis sesuai dengan urutan sahabat, dan dimulai dengan  sahabat Khulafa al-Ra>syidi>n Abu bakr, Umar, Usman dan ‘Ali. Kemudian sepuluhsahabat yang dijamin masuk syurga kecuali t}alhah bin ubai>dillah dan seterusnya. Dan kitab ini terdiri dari 11 juz dan ada yang mengatakan 10 juz, jumlah hadis dalam musnad al-H{umai>di> (1300) hadis.
3.        Musnadal-Ima>m Ah}mad bin H{anbal (164-241 H).[11]
Imam Ah}mad menyusun hadis sesuai dengan urutan nama sahabat, kemudian melihat tema hadis serta tingkatannya. Dan jumlah hadis dalam musnad Ah}mad bin H{anbal kurang lebih (4000) hadis.
b.      Kitab Ma‘a>jim;susunan hadis didalamnya berdasarkan urutan musnad para sahabat atau syuyu>kh (guru-guru) atau bangsa (tempat asal) sesuai huruf kamus (hijaiyah). Dengan mengetahui nama sahabat dapat memudahkan untuk merujuk hadisnya. Diantaranya:
1.      Mu‘jam al-S}aha>bah karangan Abi> al-Qa>sim al-Bagawi> (317H), menyusun nama sahabat sesuai dengan huruf hijaiyah dan menyebutkan beberapa hadis yang diriwayatkan tiap sahabat.
2.      Mu‘jam al-S}}aha>bah karangan  Abi> al-H{usai>n bin Qa>ni‘ (351H), menyusun nama sahabat sesuai dengan huruf hijaiyah dan menyebutkan satu hadis yang diriwayatkan tiap sahabat.
3.      Mu‘jam al-Kabi>r karangan al-T{abra>ni> (360H).
Ima>m al-T{abra>ni> memiliki tiga mu‘jam; al-Kabi>r, al-Au>sat}, dan al-S}agi>r.
Dalam Mu‘jam al-Kabi>r, beliau meyebutkan hadis dengan sanad sesuai urutan sahabat. Diawali dengan 10 sahabat yang dijamin masuk surga kemudian dilanjut dengan para sahabat lainnya disusun sesuai urutan huruf (hijaiyah). Kecuali Abu> Hurairah, karena Imam al-T{abra>ni> telah menyusun satu buku khusus yang mengumpulkan hadis-hadis Abu> hurairah.
Adapun Mu‘jamal-Au>sat} dan al-S{agi>r, susunan hadisnya sesuai dengan urutan nama guru Imam al-T{abra>ni>.
c.       Kitab At}ra>f;yaitu buku yang menyusun hadis dengan separuh matan sesuai dengan ra>wial-a‘la>-nya.kebanyakan kitab-kitab al-At}ra>f disusun berdasarkan musnad-musnad para sahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus. Jika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadis itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-At}ra>f tadi untuk kemudian mengambil hadis secara lengkap.Seperti:
a.       Tuh}fatul Asyra>f bi Ma‘rifati al-At}ra>f karangan Yusuf al-Mizzi> (654-742 H).[12]
Dalam buku ini Imam al-Mizzi> menyusun hadis-hadis yang ada dalam kutub sittah dan beberapa buku lainnya dengan susunan ra>wi al-A‘la>. Seperti Muqaddimah s}ah}i>h} Muslim, kita>b Mara>sil li Abi> Da>u>d, kita>b ‘Ilal al-S{agi>r li Tirmiz|ih, wa Syama>’il dan selainnya.[13]
b.      Z|akha>’ir al-Mawa>ri>s| fi> al-Dila>lah ‘ala Mawa>d}‘i al-Ah}a>di>s|, karangan Imam ‘Abd Ga>ni> bin Isma>‘il al-Na>bulsi> (1050-1143 H).[14]
Al-Na>bulsi> menyusun kitabnya berdasarkan musnad sahabat, sesuai dengan huruf mu‘jam dimulai dengan 'hamzah' dan diakhiri dengan 'ya'.

2.  Takhrij dengan awal lafaz matan hadis
Metode takhrij  hadis menurut lafaz pertama, yaitu suatu metode yangberdasarkan pada lafaz pertama matan hadis, sesuai dengan urutan huruf-huruf hijaiyah, sehingga metode ini mempermudah pencarian hadis yang dimaksud.[15]
Keistimewaan metode ini:
-          Mudah mendapatkan hadis yang dicari.
-          Buku yang memakai metode ini kebanyakan sudah ada hukum hadisnya.
-          Hampir semua buku memiliki fihri>s (daftar isi) hadis disusun sesuai awal hadis yang bisa digunakan dalam metode ini.
Kekurangannya:
-          Tidak akan menemukan hadis yang diinginkan jika ada kekeliruan dalam menentukan awal hadis.
-          Sulit menggunakan metode ini pada hadis yang diriwayatkan dengan makna.
-          Buku yang memakai metode ini tidak menyebutkan sanad hadis.
Diantara buku yang bisa dipakai:
a.       Al-Kutub al-Mus}annafah} fi> al-Ah}a>dis| al-Musytaharah ‘ala al-Alsinah. Antara lain:
-          Al-Maqa>>s}id al-H{asanah fi> baya>n kas|ir min al-Ah}a>di>s| al-Musytaharah ‘ala al-Alsinah, karangan al-Sakha>wi> (831-902 H).
-          Al-Badr al-Muni>r fi> Gari>b Ah}a>dis| al-Basyi>r al-Naz|i>r, karangan Abd Wahha>b al-Sya‘ra>ni (973 H).
-          Al-Durar al-Muntas|arah fi> al-Ah}a>di>s| al-Musytaharah, karangan Imam Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i (911 H).[16]
b.      Al-Kutub al-Lati> Ruttibat al-Ah}a>di>s| fi>ha>‘ala tarti>b h}uru>>f al-Mu‘jam.(kitab-kitab hadis yang disusun sesuai dengan tertib huruf mu‘jam).[17]Antara lain:
-          Jam‘ual-Jawa>mi‘ataual-Ja>mi‘u al-Kabi>r karangan al-Suyu>t}i> (911 H). Dalam buku ini Imam al-Suyu>t}i> berusaha mengumpulkan semua hadis-hadis yang beliau dapatkan. Kemudian hadis-hadis tersebut dibagi menjadi dua: qau>li> (ucapan Rasulullah) da fi‘li> (perbuatan Rasulullah).
Hadis qau>li> disusun sesuai dengan huruf hijaiyah, dan hadis fi‘li> disusun dengan ra>wial-A‘la>.
-          Al-Ja>mi‘ual-S}agi>rkarangan al-Suyu>t}i>. Hadis-hadis disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah sehingga pencarian hadis yang dimaksud sangat mudah. Hadis-hadis yang ada pada kitab al-Ja>mi‘u al-S{agi>r diambil dari hadis-hadis qau>li> dalam kitabal-Ja>mi‘u al-kabi>>r dengan memilih hadis yang paling s}ah}ih}, singkat, padat dengan hukum, dan beberapa hadis yang beliau tambahkan.Ziya>dah al-Ja>mi’ karangan al-Suyu>t}i>. Buku ini merupakantambahan  hadis-hadis untuk al-Ja>mi‘u al-S}agi>r.
-          Al-Fath}} al-Kabi>r fi> D}ammi al-ziya>dah ila> al-Ja>mi‘u al-S}agi>r. Karangan Yu>suf al-Nabha>ni> (1350H). Buku ini menggabungkan antara al-Ja>mi‘u al-S}agi>r dan ziya>dah al-Ja>mi‘.
-          Al-Ja>mi‘u al-Azhar min h}adi>s| al-Nabi al-Anwa>r, karangan Abd Rau>f al-Mana>wi> (1031 H). Buku ini menjelaskan tentang tingkatan-tingkatan hadis, apakah s}ah}ih}, h}asan, dan d}ai>f.
c.     Al-Mafa>tih} wal Faha>ris allati> s}annafaha> al-‘Ulama>’a likutub al-Makhs}u>s}ah.Antara lain:
-          Mifta>h} al-S}ah}i>h}ai>n, karanganMust}afa al-Tau>qa>di. Kitab ini menjelaskan hadis qau>liyah yang ada pada s}ah}}i>h} bukha>ri, dan juga terdapat dalam s}ah}i>h} muslim. Beliau mengumpulkan dan menyusunnya sesuai dengan huruf al-mu‘jam. Dan setiap hadis beliau menyebutkan nama kitab, nomor bab, nomor juz, halaman pada matan hadis yang terdapat dalam al-S}ah}i>h}ai>n.[18]
-          Fihris li Ah}a>di>s| S}ah}i>h} Muslim (al-Qau>liyah), karangan Muhammad fu’a>d‘Abd Ba>qi>. Beliau mengumpulkan hadis yang terdapat dalam S}ah}i>hMuslim kemudian menyusunnya sesuai dengan huruf mu‘jam, dimulai dengan huruf hamzah, kemudian alba’ dan seterusnya,sampai akhir huruf alya’. Dan kitabS}ah}i>hMuslimterdiri dari empat juz, juz pertama, mulai dari halaman 1-576, juz kedua, dari halaman 579-1148, juz ketiga, dari halaman 1151-1700, dan juz ke empat, mulai dari 1703-2324.[19]

3.  Mentakhrij dengan kalimat hadis
Metode takhrij hadis menurut lafaz} atau kalimat yang terdapat dalam hadis, yaitu suatu metode yang berlandaskan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik berupa kata benda ataupun kata kerja.Dalam metode ini tidak digunakan huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan adalah bagian hadisnya sehingga pencarian hadis-hadis yang dimaksud dapat di peroleh lebih cepat.[20]

Jika kita mengetahui satu atau beberapa lafaz} yang jarang digunakan (gari>b) pada hadis yang ingin ditakhrij, maka kita bisa mencarinya dengan menggunakan buku yang menyusun hadis sesuai dengan lafaz}-nya.[21]

Keistimewaan metode ini:
-          Memudahkan untuk mendapatkan hadis yang dimaksud.
-          Biasanya menyebutkan nama kitab, nomor bab, juz, halaman, dan nomor hadis.
-          Sangat bermanfaat untuk mengumpulkan hadis-hadis tentang suatu permasalahan.
-          Tidak memakan banyak waktu dalam mencari.
Kekurangannya:
-          Akan banyak menemukan kekeliruan dalam menemukan hadis.
-          Tidak menentukan ra>wi al-A‘la>.
-          Harus menguasai asal kata bahasa arab.

Buku yang bisa dipakai antara lain:
a.       Al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Fa>z} al-H{adi>s| al-Nabawi. Yang disusun oleh orientalis A.J. Wensink dan kawan-kawan, yang kemudian diterjemahkan oleh  Muhammad Fu’a>d Abd al-Ba>qi. Kitab yang menjadi rujukan kitab kamus tersebut adalah kutub al-Sittah, Muwat}a Imam Ma>lik, Musnad Ah}mad bin H}anbal, dan Sunan al-Da>rimi>.
b.      Kutub Gari>b al-H{adi>s|[22]
Kitab-kitab Gari>b al-H{adi>s|||| terbagi dua:
-          Kitab hadis yang diriwayatkan dengan sanad pengarangnya, dan ini merupakan sumber utamaantara lain:
-          Kitab Gari>b al-H{adi>s|, karangan Abi> Ish}a>q Ibra>hi>m al-H{arbi> (285H).
-          Kitab Gari>b al-H{adi>s|, karangan H{amdi bin Muhammad bin Ibra>hi>mal-Khat}t}a>bi> (388 H). kitab ini menjelaskan arti atau maksud lafaz} asing yang termaktub dalam makna hadis, apakah hadis marfu>‘ atau mauqu>f.
-          Kitab hadis yang diriwayatkan atau disebutkan tanpa sanad, tapi disandarkan kepada perawi hadis tersebut, dan ini merupakan sumber kedua. antara lain:
-          Gari>b al-H{adi>s| karangan Ibnu Qutai>bah (286 H).
-          Gari>b al-H{adi>s|karangan al-Zamakhsyari> (538 H).
-          Al-Niha>yah fi>Gari>b al-H{adi>s|wa al-As|arkarangan Ibn al-As|i>r (544-606 H).
-          Al-Dur al-Nas|i>r Talkhi>s Niha>yah Ibn al-As|i>rkarangan Imam al-Suyu>t}i> (911 H).
c.       Al-Faha>ris Allati>Wad}a‘at Likutub Kha>s}ah bi‘tiba>r al-Lafz} al-Gari>b.
Kitab Fihris ini terbagi dua:
-          Fihris S{ah}i>h} Muslim bi‘tiba>r al-Lafz} al-Gari>b,[23] karangan Muahammad Fua>d Abd Ba>qi. Manhaj yang digunakan beliau dalam mentakhrij menyerupai manhaj al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Fa>z} al-H{adi>s| al-Nabawi. Pertama memilih lafaz} gari>b dalam hadis yang ingin ditakhrij yang mencakup Ah}a>di>s| S}ah}i>h} Muslim, ketika menemukan hadis yang diinginkan lalu membahas ke Fihris, dan menyebutkan kitab hadis yang diinginkan nomor bab, juz, dan halaman.
-          Fihris Sunan Abi> Da>u>d Bi‘tiba>r al-Lafz} al-Gari>b,[24] karangan Must}a>fa al-Bayyu>mi. Manhaj yang digunakan beliau dalam mentakhrij menyerupai manhajal-Mu‘jam al-Mufahras li al-Fa>z} al-H{adi>s| al-Nabawi. Akan tetapi pertama-tama beliau memilih atau menentukan kalimat gari>b(Bai>n al-Qau>sai>n) kemudian menjelaskan sesuai dengan susunannya, lalu meletakkannya disisi kanan penjelasan tentang halaman dan juz.

4.  Mentakhrij dengan topik atau tema hadis
Setiap hadis memiliki tema atau topik yang dikandung baik itu tentang fiqhi, tafsir, sejarah, dan lain-lain. Jika kita mampu menentukan topik yang terkandung dalam suatu hadis, maka kita dapat mencarinya  dengan bantuan buku yang menyebutkan hadis sesuai dengan temanya.

Keistimewaan metode ini:
-          Melatih kemampuan dalam memahami makna hadis.
-          Akan menemukan beberapa hadis yang mirip, yang mungkin akan digunakan.
Kekurangannya:
-          Tidak menemukan hadis tersebut jika salah dalam menentukan temanya.
-          Beberapa hadis sulit untuk dipahami maud}u‘nya.
-          Metode ini hanya dapat digunakan pada buku yang menyusun hadis sesuai dengan maud}u‘nya.

Buku yang bisa digunakan dengan metode ini, diantaranya:
a.     Kutub Takhri>j Ah}a>di>s|‘Ammah seperti:
1.    Kanz al-‘Umma>l fi> Sunan al-Aqwa>l wa al-Af‘a>l, karangan al-Muttaqa> al-Hindi (888-975 H).[25] Manhaj beliau dalam mentakhrij hadis, antara lain: pertama, menetukan topik hadis yang ingin di takhrij, kemudian melihat daftas isi susunan kitab-kitab fiqhiyah berdasarkan huruf mu‘jam. Kedua membatasi macam-macam hadis yang ingin di takhrij, apakah hadis qau>li, atau hadis fi‘li. Ketiga apabila hadis yang ingin di takhrij merupakan hadis qau>li, maka kita bisa membahas dan melihat pada buku atau kitabManhaj al-‘Umma>l dan al-Ikma>>l. Dan apabila hadisfi‘li, maka kita membahas pada pembagian kitab Qism al-Af‘a>l. Keempatmenyebutkan rumus hadis dan menulis nama sahabat yang meriwayatkan hadis, juz sekian, halaman sekian, serta hadis nomor sekian. Ini merupakan bentuk takhrij secara Ijma>li.[26]
2.    Muntakhab Kanz al-‘Umma>l fi> Sunan al-Aqwa>l wa al-Af‘a>l, karangan al-Muttaqa> al-Hindi. Kitab ini merupakan ringkasan kitab Kanz al-‘Umma>l fi> Sunan al-Aqwa>l wa al-Af‘a>l. Keistimewaan kitab Muntakhab ini antara lain: menghapus hadis yang berulang. Adapun susunan dan rumusnya serta tata cara mentakhrij hadis sama seperti dengan kitab Kanz al-‘Umma>l fi> Sunan al-Aqwa>l wa al-Af‘a>l[27]
b.    Kutub Takhri>j Ah}a>di>s| Kutub Mu‘ayyanah seperti:
1.    Mifta>h} kunu>z al-Sunnah, karangan A.J. Wensink dan kawan-kawan kemudian diterjemahkan kedalam bahasa arab oleh Muhammad Fuad Abd al-Ba>qi. Adapun tata cara mentakhrij dalam kitab Mifta>h} terhadapmaud}u>’ al-H{adi>s| yang ada dalam kitab 14. Antara lain:
·      Mengisyaratkan nomor kitab danbab.
صحيح البخاري " مثل : بخ – ك 8 ب 1
سنن ابي داود " مثل : بد –ك 1 ب 55
جا مع الترمذى " مثل : تر – ك 1 ب 22 و 21
سنن النسا ئى " مثل : نس – ك 1 ب 69
سنن ابن ما جه " مثل : مج – ك 1 ب 3
سنن الدارمى " مثل : مى – ك 1 ب 31
·      Mengisyaratkan nomor kitab dan hadis.
صحيح مسلم " مثل : مس – ك 1 ح 259
موطا مالك " مثل : ما – ك 2 ح 2
·      Mengisyaratkan nomor hadis saja.
مسند ابى داود الطيا لسى " مثل : ط –ح 2725
مسند زيد بن على " مثل : ز – ح 4
·      Mengisyaratkan nomor halaman saja.
مغازى الوا قدى " مثل : قد – ص 179 و 282 و 366
سيرة ابن هشا م " مثل : هش – 263 و 267
·      Mengisyaratkan nomor juz dan halaman.
مسند احمد بن حنبل " مثل : حم – رابع ص 363

·      Mengisyaratkan nomor juz, bagian dari juz serta nomor halaman.
الطبقات الكبرى لابن سعد " مثل : عد – ح 4 ق 1 ص 101
c.    Kumpulan kitab-kitab Takhri>jAh}}a>di>s| tentang  hukum fiqhi, diantaranya:
·      Nas}bal-Ra>yah li Ah}a>di>s| al-Hida>yah oleh Jama>l al-Di>n al-Zai>la‘i> (762 H ). Beliau mentakhrij hadis-hadis yang disebutkan dalam kitab al-Hida>yah buku fiqhi mazhab Hanafi karangan Abu> al-H}asan  ‘Ali al-Margina>ni (593H).
·      Al-Talkhi>s} al-H{abi>r fi> Takhri>j Ah{a>di>s| Syarh} al-Waji>z al-Kabi>r oleh Ibnu Hajar al-‘Asqala>ni (852 H).Beliau mentakhrij hadis-hadis yang disebutkan dalam kitab al-Syarh} al-Kabi>r karangan al-Ra>fi‘i (623H).yang mensyarah al-Waji>z buku fiqh mazhab Sya>fi‘i karangan Imam Abu> H{a>mid Muhammad al-Gaza>li (505H).
·      Muntaqa> al-Akhba>r minAh{a>di>s| Sayyid al-Akhba>r oleh Ibnu Tai>miyah (590-652 H).
·      Bulu>g al-Mara>m min Jam‘i Adillah al-Ah}ka>m oleh Ibnu Hajar al-Asqala>ni (773-852 H).
d.    Kumpulan kitab-kitab Takhri>j Ah}}a>di>s| tentang tafsir.[28] Diantaranya:
1.    Al-Dur al-Mans|u>rfi> al-Tafsi>r bi al-Ma’s|u>r karangan Imam al-Suyu>t}i> (911H), beliu menyebutkan setiap ayat hadis dan atsar yang berhubungan dengan tafsir, disusun sesuai dengan urutan mushaf.
2.    Fath}} al-Qadi>r al-Ja>mi’ fi> Fanni al-Riwa>yah wa al-Dira>yah min ‘ilmi al-Tafsi>r oleh al-Syauka>ni (1250 H).manhaj beliau antara lain:pertama  menyebutkan ayat yang ingin di tafsir, kemudian menjelaskan arti lugawinya dalam kitab al-Tafsi>r bi al-Dira>yah. Kedua mengumpulkan hadis dan atsar yang ada kaitannya dengan ayat. Ketiga menyandarkan hadis dan atsar bagi yang meriwayatkannya.[29]
3.    Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m oleh Ibnu Kas|i>r (774 H).manhaj beliau antara lain: pertama berusaha menafsirkan al-Qur’a>n dengan al-Qura’a>n bila memungkinkan. Kedua berusaha menafsirkan al-Qur’a>n dengan menyebutkan hadis dan atsar dari Rasul, sahabat atau tabiin bila memungkinkan, dan beliau tidak menyebutkan sesuatu tentang isra>iliyya>t begitu pula  dengan hadis maudu>’.[30]
4.        Al-Ka>f al-Sya>f fi> Takhri>j Ah}a>di>s| al-Kasya>f karangan Ibnu H{ajar al-Asqala>ni>, beliau mentakhrij hadis-hadis yang di sebutkan oleh al-Zamakhsyari (638H) dalam kitab tafsirnya al-Kasya>f.[31]
e.    Kumpulan kitab-kitab Takhri>j Ah}}a>di>s|tentang sejarah.[32] Diantaranya:
1.    Al-Si>rah al-Nabawiyyah oleh Ibnu Kas|i>r (774 H).
2.    Subul al-Huda> wa al-Rasya>d fi> Si>rah Khai>r al-‘Iba>d oleh al-S{a>lih}i> al-Sya>mi (942 H).
3.    Al-Khas}a>’is} al-Kubra> oleh Imam al-Suyu>t}i (911 H).
f.     Kumpulan kitab-kitab Takhri>j Ah}}a>di>s| tentang tauhid.[33] Diantaranya:
1.    ‘Aqd al-Dar fi> Akhba>r al-Muntaz}ir oleh Imam Yu>suf bin Yah}ya al-Muqaddasi> (685 H).
2.    Al-‘Uluwwu li al-‘Ula> al-Gafa>r fi> S}ah}i>h} al-Akhba>r olehal-Z|ahabi> (748 H).
g.    Kumpulan hadis fad}a>’il al-a‘ma>l atau targi>b (anjuran) dan tarhi>b (ancaman).[34]
1.    Al-Targi>b wa al-Tarhi>b min al-H{adi>s| al-Syari>f karangan Al-Munz|iri> (656H).
2.    Al-Az|ka>r oleh al-Nawawi> (676 H).

5.  Mentakhrij dengan sifat z}a>hir pada hadis.
Hampir semua hadis memiliki sifat atau ciri tersendiri, seperti: hadis qudsi, s}ah}i>h}, d}a‘i>f, maud}u‘ (palsu), mursal, musalsal,mutawa>tir, dan masyhu>r. Apabila kita dapat menentukan sifat z}ahir yang terdapat pada hadis yang ingin ditakhrij, maka kita bisa mencarinya dengan menggunakan kitab atau buku yang mengumpulkan hadis tersebut sesuai dengan sifat z}ahirnya.
Keistimewaan metode ini:
-          Buku yang menggunakan metode ini cukup banyak dan hadis yang disebutkan di dalamnya sedikit, sehingga kita dapat dengan mudah menemukannya.
Kekurangannya:
-          Beberapa hadis sulit ditentukan sifat z}ahirnyakhususnya bagi yang tidak pernah belajar must}alah}al-H{adi>s|.
Buku yang bisa digunakan dalam metode ini, diantaranya:[35]
a.       Kumpulan hadis Qudsi. Diantaranya:
·         Al-Ittih}a>fa>t al-Sunniyah fi>al-Ah}a>di>s| al-Qudsiyah oleh al-Syaikh Muhammad al-Madani (1200 H).
·         Al-Ittih}a>fa>t al-Sunniyah bi al-Ah}a>di>s| al-Qudsiyah oleh al-Mana>wi>.
·         al-Ah}a>di>s| al-Qudsiyah, Jam‘u Lajnah al-Qur’a>n wa al-H{adi>s| bi al-Majlis al-A‘la> li al-Syu’u>n al-Isla>miyah.
b.      Kumpulan hadis palsu (maudu’).
·         Al-Maud}u>‘a>t al-Kubra> oleh Abi> Farj Ibn al-Jau>zi (597 H).
·         Al-laa>li’u al-Mas}nu>‘ah fi> al-Ah}a>di>s| al-Maudu>‘ah oleh al-Suyu>t}i (911 H).
·         Tanzi>h al-Syari>‘ah al-Marfu>‘ah ‘an al-Akhba>r al-Syani>‘ah al-Maudu>‘ah oleh Ibn ‘Ira>qi (963 H).
·         Al-Fawa>’id al-Majmu>‘ah fi>al-Ah}a>di>s| al-Maudu>‘ah oleh al-Syauka>ni (1250 H).
c.       Kumpulan hadis mutawa>tir.
·         Al-Fawa>’id  al-Mutaka>s|irah fi> al-Akhba>r al-Mutawa>tirah oleh al-Suyu>t}i (911 H).
·         Al-Azha>r al-Mutana>s|irah fi> al-Akhba>r al-Mutawa>tirah oleh al- Suyu>t}i (911 H).
·         Al-laa>li’u al-Mutana>s|irah fi> al- Ah}a>di>s al- Mutawa>tirah oleh Ibn tu>lu>n al-S{a>lih}i> (953 H).
·         Luqatal-laa>li’u al-Mutana>s|irah fi>  al- Ah}a>di>s al- Mutawa>tirah oleh Muhammad Murtad}a> al-Zubai>di> (1205 H).
d.      Kumpulan hadis-hadis Mursal.
·         Kita>b al-Mara>si>l oleh Abi> Da>u>d al-Sajista>ni (275 H).
e.       Kumpulan hadis-hadis Musalsal.
·         Al-Musalsala>t al-Kubra> oleh Imam al-Suyu>t}i (911 H).
·         Al-Mana>hil al-Silsilah fi> al-Ah}a>di>s| al-Musalsalah oleh MuhammadAbd al-Ba>qi al-Ayyu>bi> (1364 H).
·         Al-Jawa>hir al-Mukallalahfi> al-Akhba>r al-Musalsalah oleh al-Sakha>wi> (643 H).

6.  Mentakrij dengan bantuan komputer.
Untuk mentakhrij hadis dengan menggunakan bantuan komputer kita harus memiliki program yang membantu dalam pentakhrijan hadis.
Keutamaan metode ini:
-          Sangat mudah dan cepat dalam menemukan hadis yang diinginkan.
-          Buku yang digunakan dalam mentakhrij sangat banyak.
-          Semua metode takhrij bisa digunakan dalam metode ini.

Kekurangannya:
-          Harus lebih teliti dan jeli dalam membaca hasil yang dimunculkan agar tidak keliru dalam menukil.
-          Harus memahami dan menggunakan semua metode takhrij yang telah disebutkan sebelumnya agar tidak terburu-buru menghukumi bahwa hadis yang diinginkan tidak ada.
Diantara program yang bisa kita pakai:

1.    Program Gawa>mi' El Kalem.
Program ini sangat bermanfaat dan sangat baik digunakan untuk mentakhrij dan mengetahui hukum suatu hadis.
Diatara kelebihan perogram ini:
a.       Buku yang disiapkan berjumlah 1400 judul yang erat hubungannya dengan ilmu hadis baik yang sudah dicetak maupun yang masih dalam bentuk manuskrip.
b.      Semua hadis yang disebutkan dalam program ini sudah dihukumi lengkap dengan syawa>hid dan muta>ba‘at-nya, dira>sah al-Asa>ni>d,  penjelasan hadis, dan makna kalimat.
2.    Al-Maktabah al-Sya>milah versi 3.35.
Program ini bukan hanya khusus untuk mentakhrij hadis saja tapi bisa juga dipergunakan bagi semua cabang ilmu untuk mencari komentar seorang ulama, suatu topik bahasan, sya'ir,  makna kata, dan lain-lain.
Diantara kelebihan program ini:
a.       Buku yang disiapkan dalam program ini  mencakup 6245 buku dari berbagai disiplin ilmu. Buku yang ada akan terus bertambah dengan meng-up-date langsung di internet.
b.      Metode yang paling baik digunakan dengan maktabah ini adalah metode takhrij dengan kalimat hadis.
c.       Metode takhrij lainnya pun bisa digunakan dalam maktabah ini dengan membuka buku-buku yang cocok di setiap metode.
d.      Hasil takhrij yang ditampilkan bisa dibandingkan antara satu buku dengan yang lainnya, bisa disimpan dan dicopy dengan mudah.
e.       Menyiapkan ruang khusus untuk dira>sah al-Asa>ni>d atau pencarian biografi rawi.
f.        Maktabah ini dapat pula dihubungkan dengan buku aslinya dalam bentuk file pdf untuk lebih meyakinkan akan kebenaran teks yang ada dalam program.

C.   Kaedah-kaedah yang harus diperhatikan dalam mentakhrij.
Dalam mentakhrij hadis ada beberapa kaedah dan ketentuan yang harus diperhatikan, diantaranya:
1.      Apabila hadis yang akan ditakhrij disebutkan ra>wi a‘la>-nya maka ketika mendapatkan hadis yang sama namun beda ra>wi a‘la>-nya berarti hadis tersebut bukan hadis yang kita inginkan. Akan tetapi hadis tersebut merupakan sya>hid (pendukung) bagi hadis yang ingin ditakhrij.
Adapun jika tidak disebutkanra>wi a‘la>-nya maka sumber hadis yang didapatkan harus dipisahkan antara satu ra>wi a‘la> dengan yang lainnya dan mendahulukan hadis yang paling kuat.
2.      Buku yang dipakai dalam mentakhrij ada dua jenis: sumber utama (الأصل) dan pengantar (واسطة).
Buku utama adalah buku-buku yang mana penulisnya meriwayatkan hadis dengan sanadnya secara langsung dari gurunya, seperti kutub sittah dan yang lainnya.
Adapun buku pengantar adalah buku yang meyebutkan hadis dengan tidak mencantumkan sanad atau cuma menukil sanad dari buku utama, seperti Riya>d} al-S}a>lihi}>n karangan Imam Nawawi, Tafsi>r Ibnu Kas|i>r, Al-Ja>mi‘u al-Kabi>r karangan al-Suyu>t}i dan yang lainnya. Jika hadis yang dicari terdapat dalam buku utama maka cara penyebutannya seperti berikut
 أخرجه مسلم .رواه البخاري او
Dan jika terdapat pada buku pengantar, maka cara penyebutannya seperti berikut:
ذكره ابن كثير في تفسيره : او أورده النووي في رياض الصالحين.
3.      Penyebutan hasil takhrij yang ditemukan bisa secara ijma>li> (garis besar) atau secaratafs}i>li> (terperinci). Secara ijma>li> cukup dengan menyebutkan nama penulis dan judul bukunya, contoh :
 أخرجه مالك في الموطأ
Adapun cara tafs}i>li>, dengan meyebutkan nama penulis, judul buku, judul kitab, judul bab, nomor juz dan halaman, serta nomor hadis jika ada. Contoh:
أخرجه أبو داود في سننه كتاب الطهارة باب السواك (1/17) رقم 46 .
4.      Apabila hadis yang dicari terdapat dalam s}ah}i>h} Bukha>ri namun secara mu‘allaq[36] maka cara penyebutannya seperti ini :
أخرجه البخاري في صحيحه معلقاً ،
karena hadis mu‘allaq di s}ah}i>h} Bukha>ritidak sama hukumnya dengan hadis lain yang disebutkan sanadnya dengan sempurna (muttas}il).
5.      Beberapa istilah yang sering dipakai dalam men-takhrij:[37]
اخرجه السبعة : اى روا ه احمد واصحا ب الاصول الستة.
اخرجه الستة : اى روا ه اصحا ب الاصول الستة.
اخرجه الخمسة : اى روا ه اصحا ب السنن الاربعة واحمد.
اخرجه الاربعة : اى روا ه اصحا ب السنن الاربعة.
اخرجه الثلاثة : اى روا ه ابو داود  و الترمذى و النسا ئى.
متفق عليه : اى اخرجه البخا رى و مسلم.
روا ه الجما عة : اى اصحا ب الاصول الستة واحمد.
رواه الشيخا ن اىالبخا رى و مسلم
6.      Beberapa bentuk penyusunan sumber hadis:
a.       Urutan As}ahhiyah, yaitu: menyusun sumber hadis sesuai dengan derajat keshahihan, dengan mendahulukan buku yang paling sahih.
b.      Urutan Wafiyat, yaitu: menyusun sumber hadis menurut tahun wafat mu’allif, dengan mendahulukan yang lebih dulu meninggal.
c.       Penggabungan antara As}ahhiyah dan Wafiyat dengan mendahulukan kutub al-Sittah kemudian setelah itu sesuai dengan tahun wafat mu’allif.
d.      Menyusun sumber hadis sesuai kemiripan hadis yang ditakhrij, baik dari segi sanad ataupun matan dengan mendahulukan yang lebih mirip.

7.      Cara menghukumi suatu hadis:
1.      Apabila hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukha>ri atau Muslim dalam kitab As}ahhiyah-nya, maka untuk menghukuminya cukup mengatakan  أخرجه البخاري atau  أخرجه مسلم, karena ulama telah menyepakati keshahihan kedua buku ini, kecuali beberapa hadis seperti hadis-hadis mu‘allaq.
2.      Menukil komentar para ulama.
3.      Meneliti sanad dan matan hadis tersebut (dira>sah asa>ni>d).



D.  Faedah dan Manfaat Mempelajari Ilmu Takhri>j.[38]
Adapun manfaat yang akan kita dapati setelah mentakhrij hadis khususnya bagi mereka yang menggeluti bidang penelitian sanad dan matan. Diantaranya:
1.    Mengetahui letak di mana suatu hadis berada dalam buku sunnah.
2.    Mengetahui keadaan sanad hadis untuk diteliti lebih lanjut.
3.    Mengetahui pendapat ulama tentang hukum suatu hadis.
4.    Mengetahui sebab mengapa suatu hadis dihukumid}a‘i>f.
5.    Mengangkat derajat hukum suatu hadis dengan banyaknya sanad yang ditemukan.
6.    Mengetahui siapa orang yang tidak tercantum namanya (mubham) dalam hadis.
7.    Mengetahui makna kata yang sulit dipahami dalam hadis.
8.    Mengetahui lafaz} hadis yang mengandung Syuz|u>z|.
9.    Mengetahui waktu dan tempat terjadinya peristiwa yang dikisahkan dalam hadis.
10.    Mengetahui sebab Rasulullah mengucapkan suatu hadis (sabab al-wuru>d).
11.  Mengetahui mutawatir tidaknya suatu hadis.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Ilmu takhrij adalah penelusuran atau pencarian hadis dalam berbagai kitab hadis (sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan), baik menyangkut materi atau isi (matan), maupun jalur periwayatan (sanad) hadis yang dikemukakan.
2.      Metode Takhri>j al-H>{adi>s| secara garis besar ada beberapa metode yang bisa di gunakan antara lain:
a.       Mentakhrij dengan ra>wi al-A‘la>.
b.      Mentakhrij dengan menentukan awal lafaz}matan hadis.
c.       Mentakhrij dengan lafaz} hadis yang jarang digunakan (gari>b).
d.      Mentakhrij dengan tema atau topik hadis.
e.       Mentakhrij dengan sifat z}ahir pada hadis.
f.       Mentakhrij dengan bantuan komputer.
3.      Kaedah yang harus diperhatikan dalam mentakhrij antara lain:
a.       Cara menghukumi suatu hadis:
Apabila hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukha>ri atau Muslim dalam kitab As}ahhiyah-nya, maka untuk menghukuminya cukup mengatakan  أخرجه البخاري atau  أخرجه مسلم, karena ulama telah menyepakati keshahihan kedua buku ini, kecuali beberapa hadis seperti hadis-hadis mu‘allaq.
b.      Meneliti sanad dan matan hadis (dira>sah asa>ni>d).
4.      Manfaat mempelajari ilmu takhrij antara lain:
1.      peneliti dapat mengetahui langsung suatu hadis dari sumber aslinya.
2.      Mengetahui pendapat ulama tentang hukum suatu hadis.
3.      Mengetahui sebab mengapa suatu hadis dihukumi d}a‘i>f.
4.      Mengangkat derajat hukum suatu hadis dengan banyaknya sanad yang ditemukan.
5.      Mengetahui siapa orang yang tidak tercantum namanya (mubham) dalam hadis.

B.    Saran
Sering kita mendengar ungkapan “tidak ada yang sempurna di dunia ini”, ungkapan ini menjadi penegasan bahwa setiap yang terlahir pasti memiliki kekurangan dan keterbatasan, tidak terkecuali kami, khususnya sebagai penulis dalam makalah ini. Tentunya di dalam tulisan ini terdapat banyak hal yang masih perlu diperbaiki baik dalam penyusunan kata dalam satu kalimat, penyusunan kalimat dalam satu paragraf maupun hal-hal yang berkaitan dengan teknik penulisan
      Tiadalah yang kami harapkan melainkan kritik dan saran membangun dari pembaca, kiranya ada yang perlu diperbaiki dan diperjelas, sehingga di dalam penulisan-penulisan selanjutnya kesalahan-kesalahan itu dapat di minimalisir












DAFTAR PUSTAKA
‘Abd al-Muhdi>, bin Abu> Muh}ammad ‘Abd al-Qa>dir bin ‘Abd al-Ha>di>. Thuruq
Takhri>j  al-H{adi>s|.Cet: II Zaqa>zi>q: Maktabah al-I<ma>n, 1983 M.

Ali Hamid, Sa'ad bin Abdullah, ThuruqTakhri>j  al-H{adi>s|.Cet. I; Riyadh: Dar al-Ulum al-Sunnah li an-Nasyri, 2000.

Al-Qat}}t}a>n,Manna>‘Pengantar Studi Ilmu Hadis,Cet:IIIJakarta: Pustaka Al-
Kau>s|ar, 2008.
Al-T{{ah}h}a>n, Mah}mu>d, Us}u>l al-Takhri>j wa al-Dira>sah al-Asa>ni>d.Cet. III; Riyadh: Maktabah al-Ma'arif li an-Nasyri wa al-Tauzi', 1996.

As-Syahrazu>ri, Imam.Muqaddimah Ibn Shala>h fi> Ulu>m al-hadi>s.Cet.I; Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2003.

Bukkari, Muhammad Mahmud, Ilmu al-Takhri>j al-Hadi>s. Cet. III; Riyadh: Dar Thayyibah, 1997

Ibra>hi>m, Rati>bah Khat}t}a>b T{a>hu>n, Maba>his| fi> ‘Ilmi Takhri>j wa Dira>sah al-Asa>ni>d.
Cet: II Mesir lilkhidma>t al-‘ilmiyah 2004.

Idri, Studi Hadis, Cet: I Jakarta: Kencana, 2010.
Ismail, M.Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis.Cet: IJakarta: Bulan Bintang.
1992.

Ja‘far, Muh}ammad bin al- kata>ni, al-Risa>lah al-Mustat}}arriqah li baya>>n Masyhu>r
Kutub al-Sunnah al-Musyarrifah, Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Bai>ru>t: Cet: II 1400 H.

Sholahudin, M. Agus & Agus Suyadi. ‘Ulu>m al-H{adi>s|, Cet: I Bandung: Pustaka
Setia, 2009.

Zakariyah, Rid}a>,Mifta>h} al-Mubtadi’i>n fi> Takhri>j H{adi>s| Kha>tam al-Nabiyyi>nt.t.

Zaqzuq, Mahmud Ahmadi, Mausu>'ah Ulu>m al-Hadis} al-Syari>f. Kairo: Majlis A'la, 2009.






[1] Idri, Studi Hadis, (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2010).
[2]Rati>bah Ibra>hi>m Khat}t}a>b T{a>hu>n. Maba>his| fi> ‘Ilmi Takhri>j wa Dira>sah al-Asa>ni>d, (Cet. II; Mesir: Lilkhidma>t al-‘ilmiyah, 2004) h. 9.
[3] Mahmud al-Thahan, Ushu>l al-Takhri>j wa al-Dira>sah al-Asa>ni>d , (Cet. III; Riyadh: Maktabah al-Ma'arif li an-Nasyri wa al-Tauzi', 1996) h. 13.
[4]Abu> Muh}ammad ‘Abd al-Muhdi> bin ‘Abd al-Qa>dir al-Ha>di>. T{{huruq al-Takhri>j H{adi>s| Rasulullah ‘Alaihi wasallam. (Cet.IV; Kairo: Da>r al-I'tis}ha>m, 1986) h.6.
[5] Rati>bah Ibra>hi>m Khat}t}a>b T{a>hu>n. op. cit., h. 8.
[6] Syuhudi Ismail. Metodologi Penelitian Hadis,(Jakarta: Bulan Bintang, 1992)  h. 39-40.
[7]M. Agus Sholahudin & Agus Suyadi. ‘Ulu>m al-H{adi>s|, (Cet.I; Bandung: Pustaka Setia, 2009) h.190-191.
[8]Manna>‘al-Qat}t}a>n, Pengantar Studi Ilmu Hadis,(Cet.III;Jakarta: Pustaka Al-Kau>s|ar, 2008) h. 191. Lihat juga: Mahmud Ahmadi Zaqzuq, Mausu>'ah Ulu>m al-Hadis} al-Syari>f ,(Kairo: Majlis A'la, 2009) h. 223.
[9] Muh}ammad bin Ja‘far al- kata>ni, al-Risa>lah al-Mustat}}arriqah li baya>>n Masyhu>r Kutub
al-Sunnah al-Musyarrifah,( Cet. II; Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah,1400 H) h. 46.
[10]Ibid.,h. 50.
[11] Rati>bah Ibra>hi>m Khat}t}a>b T{{a>hu>n. op.cit.,h.65.
[12] Rati>bah Ibra>hi>m Khat}t}a>b T{{a>hu>n. op. cit., h. 83.
[13]Ibid.,h. 84.
[14]Ibid., h. 92.
[15] M. Agus Sholahudin & Agus Suyadi. op. cit., h. 196.
[16] Rati>bah Ibra>hi>m Khat}t}a>b T{a>hu>n.op. cit., h. 100.
[17]Ibid, h.110-111.
[18] Rati>bah Ibra>hi>m Khat}t}a>b T{a>hu>n.op. cit., h.120.
[19]Ibid., h.124-125.
[20]M. Agus Sholahudin & Agus Suyadi.op. cit., h. 198.
[21] Rati>bah Ibra>hi>m Khat}a>b T{a>hu>n.op. cit., h. 127.
[22] Rati>bah Ibra>hi>m Khat}t}a>b T{a>hu>n.op. cit., h. 134-135.
[23]Ibid., h.141-142.
[24]Ibid.,h.142-144.
[25] Abu> Muh}ammad ‘Abd al-Muhdi> bin ‘Abd al-Qa>dir bin ‘Abd al-Ha>di>.op. cit., h.155.
[26] Rid}a> Zakariyah, Mifta>h} al-Mubtadi’i>n fi> Takhri>j H{adi>s| Kha>tam al-Nabiyyi>n.t.p., t.t. h. 302-303.
[27]Ibid.,305-306.
[28]Abu> Muhammad ‘Abd al-Muhdi> bin ‘Abd al-Qa>dir bin ‘Abd al-Ha>di>.op.cit., h. 222.
[29]Ibid.,h.224.
[30]Ibid.,h.225-226.
[31] Rid}a> Zakariyah, op. cit., h.364.
[32]Abu> Muhammad ‘Abd al-Muhdi> bin ‘Abd al-Qa>dir bin ‘Abd al-Ha>di>.op.cit., h.232.
[33] Rid}a> Zakariyah,op.cit.,h. 371.
[34]Ibid.,h. 372.
[35]Ibid., h. 375-377.
[36]Hadis Mu‘allaq adalah hadis yang diriwayatkan dengan tidak menyebutkan guru yang telah memberikan hadis tersebut.
[37] Rid}a> Zakariyah, op. cit., h.360.
[38]Abu> Muhammad ‘Abd al-Muhdi> bin ‘Abd al-Qa>dir bin ‘Abd al-Ha>di>.op.cit.,h. 11-14. Bandingkan dengan Rid}a> Zakariyah, op. cit., h.10.

Comments

BERITA TERBARU !!

Popular posts from this blog

BIL MA'TSUR ( TAFSIR AYAT DENGAN AYAT )

download TAFSIR AL-NASAFIY

cara atau Kaedah al-Jarh Wa al-Ta’dil Serta Aplikasinya

cara TAMBAHAN - kaedah ZIYADAH DALAM AL-QUR'AN

HADIS TARBAWIY DAN AKHLAK (BERKURANGNYA IMAN KARENA MAKSIAT)

apa contoh MUKJIZAT AL-QUR'AN (Pengertian dan Pembagiannya)

kaedah 'ATAF - AL-'ATFU DALAM AL-QUR'AN

cara melakukan MUNASABAH AYAT

QAWAIDH AL-TAHDIS (Pengertian , Ruang Lingkup dan Urgensinya )