By: Zaharuddin
PENDIDIKAN
TERHADAP KELUARGA dalam Alqur'an
Keluarga dapat menjadi sekolah pertama sejak lahirnya seseorang di dunia. Orang tua, kakak, tante serta yang lainnya bisa menjadi guru pertama yang mengajari kita banyak hal.
Akankah pelajaran itu dapat menjadi awalan, pondasi yang kokoh untuk membuat pendirian yang kokoh menuju kehidupan masa depan yang sejahtera.
Tahun 2015 , Presiden, Miliarder, kelompok Politik, berasal dari didikan orang tua yang membuat mereka begitu terpandang. Maria Harfanti sukses juara III MISS World merupakan prestasi yang membanggakan nama negara Indonesia dapat menjadi contoh bagi masyarakat. Tapi bagaimana sebuah keluarga dapat membentuk anak didik yang bisa menjadi panutan dunia berdasarkan Al-Qur'an ? maka seperti apakah pendidikan keluarga dalam AL-Qur'an :
A.
Latar Belakang Ayat
Firman
Allah Swt dalam surat
At-Taghabun : 14 yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ
عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا
فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara
istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka: dan
jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka
sesungguhnya Alllah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Sebelum kita melangkah lebih jauh, kami akan
menelusuri bagaimana ayat itu bias turun atau dengan kata lain apa penyebab turunnya ayat tersebut yang biasa di kenal dengan
nama "Asbab An-Nuzul".
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ
عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ......
turun berkenaan dengan beberapa orang penduduk mekah yang masuk
islam, akan tetapi istri dan ank-anaknya menolak hijrah ataupun ditinggal
hijrah ke Madinah. Lama kelamaan mereka pun hijrah juga. Sesampainya di
Madinah, mereka melihat kawan-kawannya telah banyak mendapat
pelajaran dari nabi Saw. Karenanya mereka bermaksud menyiksa istri dan anak-anaknya yang menjadi penghalang
unutk berhijrah. Maka turunlah ayat
selanjutnya :
....وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ
رَحِيمٌ.
Dalam riwayat lain, ayat di atas turun berkenaan dengan
‘Auf bin Malik Al-Asyja’i yang mempunyai anak istri yang selalu menangisinya
apbila akan pergi berperang , bahkan menghjalanginya dengan
berkata : “Kepada siapa engkau akan meniti[pkan kami?” ia pun merasa kasihan
kepada mereka hingga tidak jadi berangkat perang.
Ayat di atas berbicara tentang kehidupan
suatu keluarga, di mana pada keluarga tersebut kadang-kadang ada istri yang
menjadi musuh bagi keluarga tersebut dan bahkan dari anak-anak mereka pun
kadang kala ada yang menjadi musuh baginya. Benar-benar disengaja atau tidak
kadang-kadang ada dari mereka yang menjadi musuh, sekurang-kurangnya menjadi
musuh yang akan menghambat cita-cita. Sebab itu di
suruhlah orang yang beriman berhati-hati terhadap istri dan anak-anaknya,
jangan sampai mereka itu mepengaruhi iman dan keyakinan. Tetapi jangan langsung
mengambil sikap keras terhadap mereka. Bimbinglah mereka baik-baik. “: dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta
mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Alllah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(ujung
ayat 14).
B. Tafsir
a)
Di pangkal ayat diterangkan dengan memakai
min (من) , yang berarti “daripada”,
artinya setengah daripada, tegasnya bukanlah semua istri atau semua anak
menjadi musuh hanya kadang-kadang atau pernah ada. Hasil dari sikap mereka
telah merupakan suatu musuh yang cita-cita seorang mu’min sebagai suami atau sebagai ayah.
b)
Kata عَدُوًّا
memiliki makna يعادونكم و يشغلونكم
عن الخير yaitu berpaling dan membuat sibuk akhirnya jauh dari kesibukan.
c)
Munasabah Ayat tersebut dengan Ayat yang
lainnya
a.
Jika kita memunasabahkan ayat tersebut dengan
ayat yang lain, maka tafsirannya ada pada ayat selanjutnya yaitu firman Allah :
...إِنَّمَا
أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ...
Kata فِتْنَةٌ yang penulis terjemahkan
dengan ujian , dipahami oleh Thahir Ibnu Asyur dalam arti “kegoncangan
hati serta kebingungannya akibat adanya situasi yang tidak sejalan dengan siapa
yang menghadapi sutuasi itu.” Karena itu
ulama ini menmbahkan makna sabab (penyebab) sebelum kata fitnah yakni harta dan
anak-anak dapat menggoncangkan hati seseorang. Ulama ini kemudian memberi
contoh dengan keadaan Rasul saw. Yakni satu ketika beliau sedang melakukan
khutbah jum’at, tiba-tiba cucu beliau Hasan dan Husain ra. Datang berjalan
terbata-bata, terjatuh lalu berdiri. Maka Rasul saw. Turun dari mimbar dan
menariknya lalu Beliau membaca “ innamaa
amwaalukum wa aulaadukum fitnah” dan bersabda :” aku melihat keduanya, dan
aku tidak sabar” kemudian setelah itu beliaumelanjutkan khutbah beliau (HR Abu
Daud melalui Buraidah).
Ayat 15 di atas tidak lagi menyebut pasangan sebagai
ujan, tetapi menyebut harta dan anak-anak. Ini agaknya karena ayat di atas
mencukupkan penybutan salah satu dari yang telah di sebut pada ayat yang lalu
untuk mewakili yang lain. Di sini anak yuang terpilih untuk mewakili pasangan,
karena ujian melalui anak-anak lebih besar daripada ujian melalui pasangan,
karena anak-anak lebih berani menuntut dan lebih kuat merayu daripada pasangan.
Demikian pendapat Ibn Asyur. Bias juga dikatakan bahwa ujian melalui anak lebuh
besar daripada ujian melalui pasangan,.Bukankah ada yang bersedia mengorbankan
pasangannya demi anaknya ? Al-Biqa’I berpendapat bahwa pasangan tidak di sebut
karena sebagian mereka dapat merupakan pendorong untuk melakukan amal-amal yang
bermamfaat di akhirat nanti.
Dari keterangan dalam kedua ayat ini, ayat 14 yang
mengatakan bahwa harta dan anak mungkin jadi musuh dan ayat 15 yang mengatakan
bahwa harta dan anak bias membawa fitnah dan cobaaan, bikanlah berarti mencegah
orang ragu-ragu mengurus harta benda dan anak-anaknya, melainkan menyuruh
berhati-hati, karena yang dituju ialah hidup yang diridhai oleh Allah. Sebab
itu maka lanjutan ayat (pangkal aya16) ialah :
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka Taqwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu”(At-taghabun)
Segala amal ibadah yang menghendaki tenaga, kerjaknlah
sekedar tenaga yang ada padamu, baik tenaga badn maupun tenaga harta kekayaan.
b.
Dalam Surat An-Nisa : 34 yang berbunyi :
الرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
“Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita”
Seperti yang telah kami jelaskan
pada surat At-Taghabun : 14-15, bahwa istri dan anak itu kadang-kadang ada yang
menjadi musuh yaitu sekurang-kurangnnya dapat menghalangi cita-cita kita dalam
mencapai keluarga yang mawaddah warahmah tapi sebenarnya itu menjadi ujian bagi
sang suami bagi keluarganya seperti yang dijelaskan pada ayat selanjutnya yaitu
pada ayat 15. Dan pada Surat An-Nisa : 34 ini, semestinya suami itu menjadi
pemimpin dalam suatu rumah tangga dalam hal ini bertanggung jawab pada
keluarganya apakah itu menyangkut masalah dunia begitupula dengan urusan
akhiratnya. Seperti menanggung biaya hidup mereka di dunia dan menasehatinya
agar dapat berada pada jalan yang di ridhai oleh Allah Swt demi mempersiapkan
bekal untuk hari akhir nanti.
c. Firman Allah Di dalam surat At-Tahrim : 6 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ
وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ
غِلَاظٌ شِدَادٌ ...
Ayat di atas menjelaskan begitu pentingnya menjaga keluarga, membiayai keluarga, melindungi keluarga begitupula mempertanggung jawabkan hak dan kewajiban dalam keluarga.
Mampu melewati semua ujian dengan baik dan
tidak berpaling dari ujian tersebut yang ada dalam kehidupan keluarga apakah
ujian itu berasal dari istri ataupun yang muncul dari tingkah laku anak berarti
sudah termasuk dalam suami yang bertanggung jawab kepada keluarganya. Kalau ia
masih termasuk orang yang beriman maka bertanggung jawab itu adalah suatu
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang suami. Dengan dasar; kata قُوا merupakan fi’il amar (perintah), dan dalam kaidah
ushul fiqih dikatakanاللأصل
في الأمر للوجوب yaitu melambangkan suatu kewajjiban, maka hukum
yang muncul adalah memimpin dan bertanggung jawab pada keluarga itu dengan
memeliharanya dari api neraka adalah suatu kewajiban bagi seorang mukmin
laki-laki. Sebagai pertimbangan jika anak mereka telah dewasa lantas tidak ada
didikan agama pada diri mereka, bisa saja mereka akan menjadi musuh pada
ayahnya.
Begitulah halusnya didikan yang
diberikan oleh ayat. Orang tidaklah langsung ditegur karena mengabaikan
tanggung jawab terhadap istri dan anak cuma diberi ingatan bahwa keduanya itu
adalah cobaan. Maka kalau orang tidaklah sampai lupa bahwa disisa adalah pahala
yang besar, tidaklah akan sampai anak dan istri itu menjadi penghalang dalam
menuju pahala yang disediakan oleh Allah.
Comments
Post a Comment