KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS Pendahuluan latar belakang Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah dua sumber utama ajaran Islam. Oleh karena itu, keduanya selalu dijadikan landasan keyakinan, ritual, adat istiadat, etika, ekonomi, politik, peradaban dan seluruh aspek kehidupan umat Islam, baik yang sakral maupun duniawi, pada tataran ¥ abl minallah (vertikal) dan ¥ abl min al. -n ± s (horizontal).

TEKHNIK INTERPRETASI (Tekstual, Sistemis, dan Sosio Historis )



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan sumber utama dalam syariat Islam, untuk dapat memahaminya diperlukan penafsiran atau interpretasi agar makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami dan diamalkan. 
Iyas bin Muawiyah membuat perumpamaan begini: "Orang yang membaca al-Qur'an tanpa memahami tafsirnya sama seperti orang yang menerima surat dari raja di waktu malam di rumahnya yang tanpa lampu."[1]                                 
Penelitian tafsir dapat digolongkan sebagai penelitian kualitatif, karena data seperti al-Qur’an, hadis Nabi, as\ar sahabat, ijtihad para ulama, fakta historis, simbol-simbol bahasa maupun istinbath dan teori ilmu pengetahuan, semuanya memerlukan obyek penelitian tafsir yang bersifat kualitatif.[2]

Dalam penafsiran al-Qur’an, data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik-teknik interpretasi tertentu, dalam pembahasannya terdapat dua terma yang harus dijelaskan adalah data-data kualitatif dan teknik interpretasi.
Data kualitatif adalah data yang diperoleh dari penelitian kualitatif, penelitian dimaksud sebagaimana dikemukakan oleh  Kirk dan Miller adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.[3]
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.[4] Namun pada makalah ini yang akan dibahas hanya mengenai teknik-teknik interpretasi dalam penafsiran saja.
B. Rumusan Masalah.
      Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dalam penulisan ini akan dijelaskan mengenai:
1.      Bagaimana pengertian teknik interpretasi?
2.      Bagaimana bentuk-bentuk teknik interpretasi?



BAB II

PEMBAHASAN


A. Pengertian Teknik Interpretasi
Memahami hakekat makna suatu kata tentunya tidak dapat dilepaskan dari pengertian mendasar mengenai apa sesuatu itu, demikian halnya dengan kalimat teknik interpretasi. Kata teknik adalah kata saduran yang berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata technique yang berarti cara , atau seni.[5] Kata teknik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sebuah cara atau kepandaian membuat sesuatu atau melakukan sesuatu dan bisa juga diartikan sebagai sebuah metode atau sistem untuk mengerjakan sesuatu.[6] Sedangkan kata interpretasi diartikan sebagai penafsiran, prakiraan,[7] pandangan teoritis terhadap sesuatu; pemberian kesan, pendapat, atau pandangan berdasarkan pada teori terhadap sesuatu.[8] Jadi, teknik interpretasi adalah metode atau cara untuk mendapatkan pemahaman atau maksud dari suatu obyek dengan menggunakan berbagai pandangan atau penafsiran.
Teknik interpretasi dapat juga diartikan sebagai cara atau kepandaian seseorang dalam pemberian kesan atau pendapat berkaitan dengan obyek interpretasi. Abdul Muin Salim dalam  bukunya metodologi tafsir, mengatakan; " Teknik interpretasi sebagai cara kerja memahami makna dari ungkapan verbal secara khusus berkaitan dengan obyek dan alat interpretasi, tetapi tidak terlepas dari aspek- aspek tafsir yang telah dikemukakan.[9]
Adapun pengertian teknik interpretasi dalam kaitannya dengan kajian ilmu tafsir adalah sebuah cara atau metode memahami makna ayat-ayat al-Qur’an dengan memberikan penjelasan, penafsiran dari berbagai sudut pandang/aspek. Sebelum mengemukakan interpretasi sebaiknya dilakukan dahulu analisis data (ayat) agar pemahaman terhadap sebuah ayat menjadi utuh.
Penelitian terhadap tafsir menunjukan bahwa objek tafsir Rasulullah saw. bukan hanya lafaz- lafaz al-Qur'an tetapi juga kalimat- kalimat Al-Qur'an.[10] Dari hal tersebut di atas dapat ditemukan empat unsur yang membuat sebuah ayat, yaitu: kalimat, klausa, frase dan kata. Secara semantik, setiap unsur tersebut mengandung arti leksikal, gramatikal maupun kalimat.[11]

B. Bentuk-bentuk Teknik Interpretasi
Beberapa bentuk teknik-teknik interpretasi antara lain:
1.  Interpretasi Tekstual (Bi al-Ma’s\u>r)
Dalam teknik ini data yang dihadapi ditafsirkan dengan menggunakan teks-teks al-Qur’an atau dengan riwayat Nabi Muhammad saw berupa perkataan, perbuatan atau pengakuan.[12] Penelusuran konsep-konsep penting dari kosa kata  pada ayat, lalu dicari gagasan-gagasan yang terkandung dalam frase atau klause yang menjadi bagian ayat.
Secara sederhana teknik ini dapat diasosiasikan dengan tafsi>r bi al-ma's\u>r atau bi al-riwa>yah yang merupakan bentuk penafsiran tertua dalam khazanah intelektual Islam.Yang dimaksud dengan tafsi>r bi al-ma's\u>r atau riwa>yah ialah tafsir yang dibatasi pada penukilan dari Rasulullah saw atau dari para sahabat  atau dari murid-murid mereka dari kalangan tabi'in, atau boleh jadi dari para pengikut dari murid-murid tabi'in.[13]   Penafsiran dalam bentuk riwayat ini sampai sekarang masih terpakai dan dapat dijumpai dalam kitab-kitab tafsir seperti Tafsi>r Ibn Kas|ir, Tafsi>r al- T{abari, al-Du>rr al-Mans{u>r fi al-Tafsi>r bi al-Ma's\ur  hasil karya al-Suyuthiy dan sebagainya.[14]  Data yang dihadapi ditafsirkan dengan teks-teks al-Qur'an atau hadis. Misalnya penafsiran  kata "Z{ulm" dalam  ayat berikut:[15] 

Terjemahnya:
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS Al-An'am /6 : 82).[16]

Awalnya para sahabat Nabi  kebingungan untuk menafsirkan "zhulm"  dalam ayat itu. Kemudian seperti biasa ketika dihadapkan kepada kesulitan memahami ayat mereka bertanya kepada Nabi Saw. Apa gerangan makna "zhulm"itu?. Nabi mejelaskan  kalau yang dimaksud kata itu adalah menyekutukan Allah, sesuai dengan apa yang difirmankan-Nya dalam QS Luqman /31 : 13:
Terjemahnya:

Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".[17]

Pada langkah awal, interpretasi ini dipergunakan untuk menggali pengertian yang terkandung pada sebuah kata, dan pada langkah berikutnya untuk memperoleh kesimpulan dalam kalimat yang membentuk ayat yang dibahas. Dalam hal ini data pokok dan data pelengkap dikaitkan dengan cara perbandingan untuk mengetahui adanya unsur persamaan atau perbedaan antara konsep konsep yang terkandung dalam masing- masing data atau dengan mencari adanya hubungan ilmiah antara data bersangkutan.[18]

2.  Interpretasi Sistemis (Munasabah Ayat)
Yang dimaksud adalah pengambilan makna yang terkandung dalam ayat (termasuk klausa dan frase) berdasarkan kedudukan dalam ayat, di antara ayat-ayat ataupun di dalam surahnya.[19]Tegasnya di sini data tersebut dianalisis dengan melihat perpautannya dengan ayat-ayat atau bagian yang lainnya yang ada di sekitarnya atau kedudukannya dalam surah. Penggunaan tehnik ini beracu dari kenyataan al-Qur’an sebagai kitab suci yang memiliki sistematika yang utuh dan padu dan disusun oleh Allah yang Mahabijaksana  lagi Mahatahu. Tentu saja makna yang diperoleh berdasarkan tehnik ini terbatas sesuai dengan kemampuan intelektual mufassir. Sebagai contoh dapat dibandingkan tafsir Rasulullah saw terhadap kata al-Laz\i>na an’amta ‘Alai>him Gai>ri al-Magd{u>bi ‘Alai>him  dalam surah Al-Fatihah dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani, sementara dalam QS Al-Baqarah, 2: 2-5, 6-7, 8-20, ditemukan tiga golongan manusia: orang bertaqwa, orangf kafir dan orang munafik. Demikian pula kedudukan tiga surah terakhir dalam al-Qur’an sementara Al-Fatihah terletak di awal mengandung makna yang mendalam jika munasabahnya diperhatikan.[20]

3.  Interpretasi Sosio-Historis (Asba>b al-Nuzu>l)
Data berupa ayat ditafsirkan dengan pendekatan sejarah berkenaan dengan kehidupan sosio kultural masyarakat Arab ketika ayat diturunkan. Hal ini berpijak pada suatu landasan faktual bahwa terdapat ayat-ayat al-Qur'an yang diturunkan berkaitan dengan peristiwa-peristiwa atau kasus-kasus tertentu.[21] Teknik semacam ini sudah dikenal dan bahkan dipergunakan sejak masa sahabat.
Sebagai contoh di sini dapat dikemukakan tentang penginterpretasian kata al-tahlukah pada ayat berikut:
وَلَا تًلقوُا ِباَءيدِيًكم ِالَي التَهلُكَةِ
Menurut riwayat Ibnu Jarir, menjelang turunnya ayat tersebut diatas ada suiatu kasus seorang sahabat membagi-habiskan harta perbekalan perangnya kepada sahabat lainnya. Dengan demikian maka yang dimaksud al-tahlukah dalam ayat ini adalah membiarkan diri terpuruk dalam kesengsaraan atau kelaparan.[22]
Secara metodologis teknik ini termasuk ke dalam metode tafsir bi al-ma'tsu>r. Hal ini mengingat sebab turunnya merupakan bagian dari sunnah. Ia adalah nash yang bersifat tekstual.

4.  Interpretasi Logis
Dalam teknik ini digunakan prinsip-prinsip logika dalam upaya memperoleh kandungan sebuah proposisi Qur'ani.[23] Penggunaan prinsip seperti ini dirasa sangat diperlukan mengingat usaha memahami dan menafsirkan al-Qur'an merupakan kegiatan ilmiah yang memerlukan penalaran ilmuah pula. Secara eksplisit al-Qur'an sendiri mengisyaratkan perlunya manusia merenungkan isinya agar mereka sadar dan selalu ingin kembali kepada kebenaran.[24]
Selain itu, kenyataan lain menunjukan bahwa penggunaan prinsip logika telah menjadi basis pengambangan ilmu-ilmu keislaman, khususnya Ilmu Fiqh dan Ulumul Qur'an sendiri, Al-Syāfi'i misalnya, sebagai ulama peletak dasar metodologi hukum Islam, mengidentikan qiyas dengan ijtihad sebagai upaya dan proses ilmiah penggalian hukum agama dengan mencari petunjuk dari dalil-dalil agama secara benar.[25] Demikian juga penalaran implikatif (al-Mafhūm) dapat dijumpai dalam system Ushul Fiqh golongan Hanafiyah dengan nama Dalālah al-Isyārah.[26]
Sebagai contoh dapat dikemukakan firman Allah QS. Al-Isra' (17): 23:

Terjemahnya:
Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.[27]

Mengucapkan kata “ah” kepada orang tua tidak dibolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.
Dalam pandangan al-Syafi'i data "berkata ah" merupakan data eksplisit (al-mant}ūq) yang hukumnya sama dikenakan kepada data implisit (al-mafhūm) baik secara fahu al-khit{āb maupun lahn al-khit{āb, seperti memukul untuk contoh mafhum kategori pertama, bersikap tidak simpatik/ muka masam untuk kategori kedua.[28]


5.  Dll.,(Tekhnik Interpretasi Linguistik, Teologis, Kultural, ganda)
Makalah ini tidak membahas terlalu panjang dan sebagian yang disebutkan pada poin 5 akan dibahas pada pemakalah selanjutnya.

Demikianlah makalah yang sempat kami paparkan pada kesempatan emas ini, semoga dengan materi ini dapat kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam tekhnik penafsiran sebagaimana yang telah dijelaskan dalam makalah ini. Atas perhatiannya, penulis mengucakan banyak terimah kasih serta lebih dan kurangnya mohon dimaafkan.


DAFTAR PUSTAKA


Baidan, Nashiruddin, Wawasan baru Ilmu Tafsir, Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

____________, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Cet. III ; Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005.

Candra, AR. Adi dan Abdillah, Plus, Kamus Lengkap : Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, Surabaya : Arkola, t.th.  

Dahlan. M. Y. Al- Barry, Kamus Induk Istilah Ilmiah, Surabaya: Arkola, 2003.

al-Dzahab Muhammad Husain, al- Tafsir wa al-Mufassirūn, Jilid I, Kairo: Dăr al-Kutub al-Haditsah, 1961.

Gusmian, Islah, Khazanah Tafsir Indonesia, Cet. I; Jakarta: Teraju, 2003.

Gozali Nanang , Tehnik Interpretasi dalam Penafsiran, dalam Metodologi Ilmu Tafsir, Pengantar Abd Muin Salim, Cet. I; Yogyakarta: Teras, 2005. 

James P. Spradely & David W Mc Curdi, Antropology: the Cultural Prespective, (New York: John Willey, 1975

M. Said, Tarjamah al-Qur'an al karim.Cet.I, Bandung: Al-Ma'arif; 1987

Moleong  Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet.III; Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991.

Munawir Ahmad warson, kamus al-Munawir, Arab Indonesia, Edisi II; Surabaya: Pustaka progresif; 1997.

al-Qurthubi  Abī 'Abdillah, Muhammad Ibn Ahmad al-Anshārī, al-Jāmī li Ahkam al-Qur'ān, Jilid V, (Mesir, Dār al-Kutub al-'Arabi, 1967

Salim, Abd Muin, Beberapa Aspek Metodologi Tafsir Al-Qur'an,  Ujung Pandang: LSKI, 1990.

____________, Mardan dan Achmad Abubakar, Metodologi Penelitian Tafsir Maudu
____________, Metodologi Tafsir, Orasi pengukuhan Guru Besar di hadapan Rapat senat Luar Biasa IAIN Alauddin Ujung Pandang, 28 April 1999.

_____________, Fiqh Siyasah: Konsepsi kekuasaan politik dalam Islam, cet III; Jakarta: Raja Grafindo; 2002.
al-Suyûthī, al-Itqān fi 'Ulūm al-Qurān, Jilid II, Jakarta: Dinamika Berkat Utama, t. th

Sunanto Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Cet I, Bogor: Kencana, 2003.

al-Syuyūthī Abd al-Rahmān Jalāl al-Din, al-Durr al- Mantsūr fi al-Tafsīr al-Ma-tsūr, Jilid. II, Beirut: Dr al-Fikr, 1983.

Syafe'i  Rahmat ,Pengantar ilmu tafsir, Cet.I; Bandung: Pustaka Setia, 2006.

Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.III; Jakarta: Balai Pustaka; 2003.

Yusuf Al-Qaradhawi, Bagaimana Berinteraksi Dengan Al-Qur'an, Penerjemah Kathur Suhardi, Cet IV; Jakarta: Pustaka Al-Kautsar; 2006.

Zahrah  Abu, Ushul al-fiqh, (t.tp: Dār al-Fikr al-'Arabī, t.th




[1]Ahmad asy- Syirbashi, Sejarah Tafsir al-Qur'an, terj. Pustaka Firdaus, ( Cet III; t.tp: Pustaka Pirdaus; 1994), h. 21
[2]Nanang Gozali, Metodologi Ilmu Tafsir , Pengantar Abd Muin Salim, (Cet. I; Yogyakarta: Teras, 2005), h. 83.
[3] Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Cet.III; Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), h.3.
[4] Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h.3.
[5]AR. Adi Candra dan Pius Abdillah, Kamus Lengkap: Inggris Indonesia, Indonesia-Inggris (Surabaya: Arkola, t.th), h. 22.
[6]Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990),  h. 915
[7]Pius A Partanto, M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Penerbit Arkola, t.th), h. 268.
[8]Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, h. 561.
[9]Abd Muin Salim, Tekhnik Interpretasi dalam Metodologi Tafsir, Orasi pengukuhan Guru Besar di hadapan Rapat senat Luar Biasa IAIN Alauddin Ujung Pandang, 28 April 1999, h. 33.
[10]Abd Muin Salim Beberapa Aspek Metodologi Tafsir Al-Qur'an, ( Ujung Pandang: LSKI, 1990), h.49.
[11] Nanang Gozali, Tehnik Interpretasi dalam Penafsiran, dalam Metodologi Ilmu Tafsir , h. 84.
[12] Abdul Muin Salim, Fiqih Siyasah, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Qur'an, (Cet.III; Jakarta: Raja Grafindo Persada; 2002), h.23.
[13]Yusuf Al-Qaradhawi, Berinteraksi Dengan Al-Qur'an, Penerjemeh Kathur Suhardi, (Cet IV; Jakarta: Pustaka Al-Kautsar; 2006), h. 220.
[14]Nashiruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 378
[15]Abd al-Rahmān Jalāl al-Dīn al-Syuyūhī, al-Du>rr al- Mans\ūr fi al-Tafsīr al-Ma-s\ūr, Jilid. II, (Beirut: Dār al-Fikr, 1983), h. 5.
[16] M. Said, Tarjamah al-Qur'an al karim.(Cet.I, Bandung: Al-Ma'arif; 1987), h. 125.
[17] M. Said, Tarjamah al-Qur'an al karim, h. 371.
[18] Abdul Muin Salim, Fiqih Siyasah, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Qur'an, h.23.
[19]Abdul Muin Salim, Fiqih Siyasah, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Qur'an, h. 49-51.
[20]Abdul Muin Salim, Fiqih Siyasah, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Qur'an, h. 49-51.
[21] Abdul Muin Salim, Fiqih Siyasah, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Qur'an, h. 49-51.
[22]Abd al-Rahmān Jalāl al-Dīn al-Syuyūhī, al-Du>rr al- Mans\ūr fi al-Tafsīr al-Ma-s\ūr,  h. 5. h. 500.
[23]Abī Abdillah Muhammad ibn Ahmad al-Anshārī al-Qurthûbī, al-Jāmī' li Ahka>m al-Qur'ān, Jilid V, (Mesir, Dār al-Kutub al-Arabī, 1967), h. 156-157.
[24]Abdul Muin Salim, Fiqih Siyasah, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Qur'an,, h. 31.
[25]Abd al-Rahmān Jalāl al-Dīn al-Syuyūhī, al-Itqān II, h. 32.
[26]Abu Zahrah, Us{u>l al-fiqh, (t.tp: Dār al-Fikr al-'Arabī, t.th), h.140.
[27] M. Said, Tarjamah al-Qur'a>n al kari>m, h. 257.
[28]Abd al-Rahmān Jalāl al-Dīn al-Syuyūhī, al-Itqa>n II, h.33.

Comments

BERITA TERBARU !!

Popular posts from this blog

BIL MA'TSUR ( TAFSIR AYAT DENGAN AYAT )

CARA MELAKUKAN TAKHRIJ HADIS

download TAFSIR AL-NASAFIY

cara atau Kaedah al-Jarh Wa al-Ta’dil Serta Aplikasinya

HADIS TARBAWIY DAN AKHLAK (BERKURANGNYA IMAN KARENA MAKSIAT)

kaedah 'ATAF - AL-'ATFU DALAM AL-QUR'AN

cara TAMBAHAN - kaedah ZIYADAH DALAM AL-QUR'AN

KAEDAH 'AM DAN KHAS

cara melakukan MUNASABAH AYAT

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS