PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan sumber utama
dalam syariat Islam, untuk dapat memahaminya diperlukan penafsiran atau
interpretasi agar makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami dan
diamalkan.
Iyas bin Muawiyah membuat
perumpamaan begini: "Orang yang membaca al-Qur'an tanpa memahami tafsirnya
sama seperti orang yang menerima surat dari raja di waktu malam di rumahnya
yang tanpa lampu."
Penelitian
tafsir dapat digolongkan sebagai penelitian kualitatif, karena data seperti al-Qur’an,
hadis Nabi, as\ar sahabat, ijtihad para ulama, fakta historis,
simbol-simbol bahasa maupun istinbath dan teori ilmu pengetahuan,
semuanya memerlukan obyek penelitian tafsir yang bersifat kualitatif.
Dalam
penafsiran al-Qur’an, data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan
teknik-teknik interpretasi tertentu, dalam pembahasannya terdapat dua terma
yang harus dijelaskan adalah data-data kualitatif dan teknik interpretasi.
Data
kualitatif adalah data yang diperoleh dari penelitian kualitatif, penelitian
dimaksud sebagaimana dikemukakan oleh
Kirk dan Miller adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial
yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya
sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam
peristilahannya.
Penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.
Namun pada makalah ini yang akan dibahas hanya mengenai teknik-teknik
interpretasi dalam penafsiran saja.
B.
Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang permasalahan
di atas maka dalam penulisan ini akan dijelaskan mengenai:
1.
Bagaimana
pengertian teknik interpretasi?
2.
Bagaimana
bentuk-bentuk teknik interpretasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teknik Interpretasi
Memahami
hakekat makna suatu kata tentunya tidak dapat dilepaskan dari pengertian
mendasar mengenai apa sesuatu itu, demikian halnya dengan kalimat teknik
interpretasi. Kata teknik adalah kata saduran yang berasal dari bahasa Inggris,
yaitu dari kata technique yang berarti cara , atau seni.
Kata teknik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sebuah
cara atau kepandaian membuat sesuatu atau melakukan sesuatu dan bisa juga
diartikan sebagai sebuah metode atau sistem untuk mengerjakan sesuatu.
Sedangkan kata interpretasi diartikan sebagai penafsiran, prakiraan,
pandangan teoritis terhadap sesuatu; pemberian kesan, pendapat, atau pandangan
berdasarkan pada teori terhadap sesuatu.
Jadi, teknik interpretasi adalah metode atau cara untuk mendapatkan pemahaman
atau maksud dari suatu obyek dengan menggunakan berbagai pandangan atau
penafsiran.
Teknik
interpretasi dapat juga diartikan sebagai cara atau kepandaian seseorang dalam
pemberian kesan atau pendapat berkaitan dengan obyek interpretasi. Abdul Muin
Salim dalam bukunya metodologi tafsir,
mengatakan; " Teknik interpretasi sebagai cara kerja memahami makna dari
ungkapan verbal secara khusus berkaitan dengan obyek dan alat interpretasi,
tetapi tidak terlepas dari aspek- aspek tafsir yang telah dikemukakan.
Adapun
pengertian teknik interpretasi dalam kaitannya dengan kajian ilmu tafsir adalah
sebuah cara atau metode memahami makna ayat-ayat al-Qur’an dengan memberikan
penjelasan, penafsiran dari berbagai sudut pandang/aspek. Sebelum mengemukakan
interpretasi sebaiknya dilakukan dahulu analisis data (ayat) agar pemahaman
terhadap sebuah ayat menjadi utuh.
Penelitian
terhadap tafsir menunjukan bahwa objek tafsir Rasulullah saw. bukan hanya
lafaz- lafaz al-Qur'an tetapi juga kalimat- kalimat Al-Qur'an.
Dari hal tersebut di atas dapat ditemukan empat unsur yang membuat sebuah ayat,
yaitu: kalimat, klausa, frase dan kata. Secara semantik, setiap unsur tersebut
mengandung arti leksikal, gramatikal maupun kalimat.
B.
Bentuk-bentuk Teknik Interpretasi
Beberapa bentuk teknik-teknik
interpretasi antara lain:
1. Interpretasi Tekstual (Bi
al-Ma’s\u>r)
Dalam teknik ini data
yang dihadapi ditafsirkan dengan menggunakan teks-teks al-Qur’an atau dengan
riwayat Nabi Muhammad saw berupa perkataan, perbuatan atau pengakuan.
Penelusuran konsep-konsep penting dari kosa kata pada ayat, lalu dicari gagasan-gagasan yang
terkandung dalam frase atau klause yang menjadi bagian ayat.
Secara sederhana teknik
ini dapat diasosiasikan dengan tafsi>r bi al-ma's\u>r atau bi
al-riwa>yah yang merupakan bentuk penafsiran tertua dalam khazanah
intelektual Islam.Yang dimaksud dengan tafsi>r bi al-ma's\u>r atau
riwa>yah ialah tafsir yang dibatasi pada penukilan dari Rasulullah saw
atau dari para sahabat atau dari murid-murid
mereka dari kalangan tabi'in, atau boleh jadi dari para pengikut dari
murid-murid tabi'in.
Penafsiran dalam bentuk riwayat ini
sampai sekarang masih terpakai dan dapat dijumpai dalam kitab-kitab tafsir
seperti Tafsi>r Ibn Kas|ir, Tafsi>r al- T{abari, al-Du>rr al-Mans{u>r
fi al-Tafsi>r bi al-Ma's\ur hasil
karya al-Suyuthiy dan sebagainya. Data yang dihadapi ditafsirkan dengan
teks-teks al-Qur'an atau hadis. Misalnya penafsiran kata "Z{ulm" dalam ayat berikut:
Terjemahnya:
Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik),
mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk. (QS Al-An'am /6 : 82).
Awalnya para sahabat
Nabi kebingungan untuk menafsirkan
"zhulm" dalam ayat itu.
Kemudian seperti biasa ketika dihadapkan kepada kesulitan memahami ayat mereka
bertanya kepada Nabi Saw. Apa gerangan makna "zhulm"itu?. Nabi
mejelaskan kalau yang dimaksud kata itu
adalah menyekutukan Allah, sesuai dengan apa yang difirmankan-Nya dalam QS
Luqman /31 : 13:
Terjemahnya:
Dan
(Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Pada langkah awal, interpretasi
ini dipergunakan untuk menggali pengertian yang terkandung pada sebuah kata,
dan pada langkah berikutnya untuk memperoleh kesimpulan dalam kalimat yang
membentuk ayat yang dibahas. Dalam hal ini data pokok dan data pelengkap
dikaitkan dengan cara perbandingan untuk mengetahui adanya unsur persamaan atau
perbedaan antara konsep konsep yang terkandung dalam masing- masing data atau
dengan mencari adanya hubungan ilmiah antara data bersangkutan.
2. Interpretasi Sistemis (Munasabah
Ayat)
Yang dimaksud adalah pengambilan
makna yang terkandung dalam ayat (termasuk klausa dan frase) berdasarkan
kedudukan dalam ayat, di antara ayat-ayat ataupun di dalam surahnya.Tegasnya
di sini data tersebut dianalisis dengan melihat perpautannya dengan ayat-ayat
atau bagian yang lainnya yang ada di sekitarnya atau kedudukannya dalam surah.
Penggunaan tehnik ini beracu dari kenyataan al-Qur’an sebagai kitab suci yang
memiliki sistematika yang utuh dan padu dan disusun oleh Allah yang Mahabijaksana lagi Mahatahu. Tentu saja makna yang
diperoleh berdasarkan tehnik ini terbatas sesuai dengan kemampuan intelektual
mufassir. Sebagai contoh dapat dibandingkan tafsir Rasulullah saw terhadap kata
al-Laz\i>na an’amta ‘Alai>him Gai>ri al-Magd{u>bi ‘Alai>him dalam surah Al-Fatihah dengan orang-orang
Yahudi dan Nasrani, sementara dalam QS Al-Baqarah, 2: 2-5, 6-7, 8-20, ditemukan
tiga golongan manusia: orang bertaqwa, orangf kafir dan orang munafik. Demikian
pula kedudukan tiga surah terakhir dalam al-Qur’an sementara Al-Fatihah
terletak di awal mengandung makna yang mendalam jika munasabahnya diperhatikan.
3. Interpretasi Sosio-Historis (Asba>b
al-Nuzu>l)
Data berupa ayat ditafsirkan
dengan pendekatan sejarah berkenaan dengan kehidupan sosio kultural masyarakat
Arab ketika ayat diturunkan. Hal ini berpijak pada suatu landasan faktual bahwa
terdapat ayat-ayat al-Qur'an yang diturunkan berkaitan dengan
peristiwa-peristiwa atau kasus-kasus tertentu.
Teknik semacam ini sudah dikenal dan bahkan dipergunakan sejak masa sahabat.
Sebagai contoh di sini dapat
dikemukakan tentang penginterpretasian kata al-tahlukah pada ayat
berikut:
وَلَا تًلقوُا ِباَءيدِيًكم ِالَي التَهلُكَةِ
Menurut riwayat Ibnu Jarir,
menjelang turunnya ayat tersebut diatas ada suiatu kasus seorang sahabat
membagi-habiskan harta perbekalan perangnya kepada sahabat lainnya. Dengan
demikian maka yang dimaksud al-tahlukah dalam ayat ini adalah membiarkan
diri terpuruk dalam kesengsaraan atau kelaparan.
Secara metodologis teknik ini
termasuk ke dalam metode tafsir bi al-ma'tsu>r. Hal ini mengingat
sebab turunnya merupakan bagian dari sunnah. Ia adalah nash yang bersifat
tekstual.
4. Interpretasi Logis
Dalam teknik ini digunakan
prinsip-prinsip logika dalam upaya memperoleh kandungan sebuah proposisi
Qur'ani.
Penggunaan prinsip seperti ini dirasa sangat diperlukan mengingat usaha
memahami dan menafsirkan al-Qur'an merupakan kegiatan ilmiah yang memerlukan
penalaran ilmuah pula. Secara eksplisit al-Qur'an sendiri mengisyaratkan
perlunya manusia merenungkan isinya agar mereka sadar dan selalu ingin kembali
kepada kebenaran.
Selain itu, kenyataan lain
menunjukan bahwa penggunaan prinsip logika telah menjadi basis pengambangan
ilmu-ilmu keislaman, khususnya Ilmu Fiqh dan Ulumul Qur'an sendiri, Al-Syā
fi'i misalnya, sebagai ulama
peletak dasar metodologi hukum Islam, mengidentikan qiyas dengan ijtihad
sebagai upaya dan proses ilmiah penggalian hukum agama dengan mencari petunjuk
dari dalil-dalil agama secara benar.
Demikian juga penalaran implikatif (al-Mafhūm) dapat dijumpai dalam system
Ushul Fiqh golongan Hanafiyah dengan nama Dalālah al-Isyārah.
Sebagai
contoh dapat dikemukakan firman Allah QS. Al-Isra' (17): 23:
Terjemahnya:
Dan
Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia.
Mengucapkan kata “ah”
kepada orang tua tidak dibolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau
memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.
Dalam pandangan
al-Syafi'i data "berkata ah" merupakan data eksplisit (al-mant}ūq) yang hukumnya sama dikenakan
kepada data implisit (al-mafhūm)
baik secara fahu al-khit{āb maupun
lahn al-khit{āb, seperti memukul untuk contoh
mafhum kategori pertama, bersikap tidak simpatik/ muka masam untuk kategori
kedua.
5. Dll.,(Tekhnik Interpretasi
Linguistik, Teologis, Kultural, ganda)
Makalah ini tidak membahas
terlalu panjang dan sebagian yang disebutkan pada poin 5 akan dibahas pada
pemakalah selanjutnya.
Demikianlah makalah yang sempat
kami paparkan pada kesempatan emas ini, semoga dengan materi ini dapat kita
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam tekhnik penafsiran
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam makalah ini. Atas perhatiannya, penulis
mengucakan banyak terimah kasih serta lebih dan kurangnya mohon dimaafkan.
DAFTAR PUSTAKA
AR. Adi Candra
dan Pius Abdillah, Kamus Lengkap: Inggris Indonesia, Indonesia-Inggris (Surabaya:
Arkola, t.th), h. 22.
Comments
Post a Comment