KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS Pendahuluan latar belakang Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah dua sumber utama ajaran Islam. Oleh karena itu, keduanya selalu dijadikan landasan keyakinan, ritual, adat istiadat, etika, ekonomi, politik, peradaban dan seluruh aspek kehidupan umat Islam, baik yang sakral maupun duniawi, pada tataran ¥ abl minallah (vertikal) dan ¥ abl min al. -n ± s (horizontal).

METODOLOGI PENULISAN KITAB MUHAMMAD IBN AHMAD AL-ZAHABIY

METODOLOGI PENULISAN KITAB
MUHAMMAD IBN AHMAD AL-Z|AHABI><


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Hadis secara resmi dihimpun dan dikodifikasi pada zaman khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Azi>z (w. 101 H) atas inisiatifnya. Rentang waktu yang cukup lama antara masa hidup Rasulullah saw sebagai sumber hadis dengan masa kodifikasi hadis, menunjukkan perlunya penelitian terhadap para rija>l al-h}adi>s\ (para perawi atau orang yang meriwayatkan hadis).
Keadaan periwayat yang diteliti menurut kaidah kesahihan sanad hadis adalah keadilan dan ke-d}a>bit}-annya. Sedangkan yang memegang peranan penting dalam penetapan keadilan dan ke-d}a>bit}-an periwayat adalah kesaksian ulama, yang dalam hal ini adalah ulama ahli kritik periwayat hadis.[1]
Para ulama menyusun karya-karya mereka tentang keadilan dan ke-d}a>bit}-an perawi yang diperoleh dari para mu’addili>n yang terpercaya, dan inilah yang disebut al-ta’di>l. Begitu pula penjelasan tentang kritikan/celaan yang ditujukan kepada keadilan sebagian periwayat atau kedabitan mereka yang juga berasal dari ulama yang tidak fanatik terhadap aliran, dan inilah yang disebut dengan al-jarh}. Karya-karya mereka ini kemudian disebut kitab-kitab al-jarh} wa al-ta’di>l.
Dalam menetapkan kualitas periwayat hadis. Hanya kritikus yang memenuhi syarat-syarat saja yang dapat dipertimbangkan kritikannya.[2] Karena ketatnya syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang kritikus periwayat hadis, sehingga jumlah ulama yang diakui memiliki kompetensi di bidang kritik periwayat hadis relatif tidak banyak.
Metodologi yang dipergunakan oleh ulama jarh} wa ta’di>l dalam penyusunan karyanya memiliki perbedaan antara satu ulama dengan yang lainnya. Di antaranya ada yang hanya menghimpun dalam karyanya para periwayat yang dinilai berkualitas d}a’i>f (lemah) saja, seperti kitab al-D{u’afa> karya al-Bukha>ri>, al-Nasa>i> dan al-‘Uqaili>. Kitab al-Ka>mil fi> al-D{u’afa> karya Ibn ‘Addi al-Jurja>ni>, dan kitab al-Mugni> fi> al-D{u’afa> karya al-Z|ahabi>. Ada yang mengkhususkan pada periwayat-periwayat yang dinilai berkualitas s\iqah, seperti kitab al-S|iqa>t karya ibn H{ibba>n al-Busti> dan al-‘Ijli>. Ada pula yang menggabung antara periwayat yang s\iqah dan d}a’i>f sekaligus, di antaranya adalah kitab al-jarh} wa al-ta’di>l karya ibn Abi> H{a>tim al-Ra>zi>. Dan berbagai macam kiyab tahz\i>b, seperti Tahz\i>b al-Kama>l karya al-Mizzi>, Tahz\i>b al-Tahz\i>b karya al-Z|ahabi>, Tahz\i>b al-Tahz\i>b karya ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, dan lain-lain.[3]
Dari sisi lain, ada pula sebagian kitab karya ulama kritik hadis yang memaparkan para periwayat hadis secara umum tanpa melihat rija>l al-h}adi>s\ dari kitab-kitab hadis tertentu. Seperti al-Ta>rikh al-Kabi>r karya al-Bukha>ri>. Ada pula yang sebaliknya, yaitu yang mengkhususkan penulisan biografi periwayat salah satu kitab atau kitab-kitab hadis tertentu, seperti kitab al-Kama>l fi> Asma>’ al-Rija>l karya ‘Abd al-Ga>ni> al-Maqdisi> (w. 600 H) yang khusus menampilkan periwayat al-kutub al-sittah.[4]
Jumlah kitab jarh} wa ta’di>l yang khusus menghimpun biografi perawi yang dinilai d}a’i>f lebih banyak daripada kitab yang khusus menghimpun para perawi s\iqah. Ini disebabkan karena di dalam kitab biografi para perawi d}a’i>f juga dimasukkan para perawi yang dipersoalkan/dipermasalahkan meskipun belum tentu d}a’i>f atau belum pasti kelemahannya, yang mana jumlah mereka cukup banyak.[5]
Selain kitab rija>l al-h}adi>s\ dan jarh} wa ta’di>l di atas terdapat satu kitab yang khusus membahas para periwayat hadis yang dikenal d}a’i>f dan matru>k (tertuduh telah berdusta),[6] yaitu kitab Mi>za>n al-I’tida>l karya al-Z|ahabi> yang akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diangkat sebagai kajian utama dalam makalah ini adalah :
1.      Bagaimana biografi Muh}ammad ibn Ah}mad al-Z|ahabi>?
2.      Bagaimana Profil kitab Mi>za>n al-I’tida>l fi> Naqdi al-Rija>l ?
3.      Bagaimana kelebihan dan kelemahan kitab Mi>za>n al-I’tida>l fi> Naqdi al-Rija>l?


BAB II
METODOLOGI PENYUSUNAN KITAB
MUHAMMAD IBN AHMAD AL-Z|AHABI><


A.  Biografi Muh{ammad ibn Ah{mad al-Z|ahabi>
1.      Nama, Nasab, Kelahiran, Asal-usul dan Wafatnya
Nama lengkapnya adalah Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn Ah}mad ibn ‘Us\ma>n ibn Qaimaz ibn ‘Abdilla>h al-Z|ahabi> al-Fa>riqi>. Ia berasal dari Negara Turkumanistan, dengan kata lain berkebangsaan Turki asli. Jika diurutkan keluarganya maka nasabnya sampai kepada Bani> Tami>m.[7]
Al-Z|ahabi> dilahirkan pada tahun 673 H di Mayyafa>riqin Diya>r Bakr. Ia dikenal dengan kekuatan hafalan, kecerdasan, kewara’an, kezuhudan, kelurusan aqidah, dan kefasihan lisannya.
Al-Z|ahabi> menyebutkan bahwa kakeknya yang bernama Fakhr al-Di>n Abu> Ah}mad ‘Us\ma>n adalah seorang yang ummi> dan bahkan dia tidak memiliki ilmu yang memadai, akan tetapi dia memiliki keyakinan yang sangat baik kepada Allah. Al-Z|ahabi> menambahkan bahwa kakeknya inilah yang datang ke Damaskus dan bermukim di sana.[8]
Ayahnya yang bernama Syiha>b al-Di>n Ah}mad lahir pada tahun 641 H, ia berpaling dari perkejaannya sebagai tukang kayu menjadi pembuat emas yang diketuk (dihaluskan) dan mahir dalm bidang tersebut. Ia – Syiha>b al-Di>n- kemudian terkenal dengan julukan al-Z|ahabi>. Profesinya itu memudahkannya untuk memperoleh kehidupan yang berkecukupan. Ayahnya kemudian wafat pada akhir Juma>d al-U<la> tahun 697 H.[9]
Al-Z|ahabi> sejak kecilnya hidup di bawah naungan keluarga yang berpegang teguh pada agama dan sangat mencintai ilmu. Dilihat dari wanita yang menyusuinya yaitu bibinya, pada masa itu ia telah memperoleh ilmu yang banyak. Dan memperoleh al-ija>zah (izin meriwayatkan) dari para syaikh (guru) pada zamannya, seperti Abu> al-Yasa>r dan Jama>l al-Di>n ibn Ma>lik.[10] Begitu pun dengan keluarganya yang lain yang telah menimba ilmu dari para Syaikh di zamannya.
Al-Z|ahabi> wafat di Turbah Ummi S{a>lih pada malam senin 3 Zulqa’iddah 748 H. dimakamkan di pekuburan Ba>b al-sagir.[11]
2.      Pertumbuhan dan Guru-gurunya
Pada masa mudanya dia pergi ke salah seorang guru yang bernama yaitu ‘Ala> al-Di>n ‘Ali ibn Muh}ammad al-H{alabi> yang dikenal dengan al-Bas}bas}, dia termasuk yang paling bagus tulisannya (khat}). Al-Z|ahabi> belajar di tempatnya selama empat tahun. Kemudian dia berpindah ke gurunya yang bernama Mas’u>d ibn ‘Abdilla>h al-S{a>lih}i> yang mengajarkannya atau mendiktekannya al-Qur’an. Pada gurunya tersebut dia memperdengarkan bacaannya dan menamatkannya sekitar empat puluh kali.[12]
Ketika umurnya mencapai 18 tahun perhatiannya tertuju pada mempelajari ilmu qira>’a>>t dan hadis. Pada tahun 691 H dia dan kawan-kawannya menghadap kepada guru ahli dalam hal qira>’a>t yaitu syaikh Jama>l al-Di>n Abu> Ish}a>q Ibra>him ibn Dau>d al-‘Asqala>ni> al-Dimasyqi> yang lebih dikenal dengan al-Fa>d}ili>. Akan tetapi Syekh al-Fa>d}ili> terkena lumpuh separuh badannya (hemiplegia) sehingga al-Z|ahabi> berhenti berguru padanya, pada waktu itu ia mempelajari surah al-Qas}as}. Setelah wafatnya al-Fa>d}ili> yaitu tahun 692 H al-Z|ahabi> lalu berguru kepada Syekh Jama>l al-Di>n Abu> Ish}a>q Ibra>him ibn Ga>li> seorang pembaca al-Qur’an dari Damaskus (w. 708 H). kemudian al-Z|ahabi> menyelesaikan bacaan Qira>’ah Sab’ah secara sempurna dan mempelajari kitab al-Taisi>r karya al-Da>ni> dan kitab H{irz al-Ama>ni> karya al-Sya>t}ibi> kepada ibn Jibril al-Mas}ri> yang saat itu berada di Damaskus. Sehingga pada usianya yang kurang dari 20 tahun, al-Z|ahabi> telah memiliki pengetahuan yang baik tentang qira>’a>t. Keunggulan al-Z|ahabi> dalam ilmu qira>’a>t telah membuat syekh Muh}ammad ibn ‘Abd al-‘Azi>z al-Dimya>ti> menyerahkan halaqah ilmunya untuk dipimpin oleh muridnya tersebut. Inilah jabatan.tugas akademik al-Z|ahabi> yang pertama dipegangnya.[13]
Dalam bidang hadis, al-Z|ahabi> telah memberikan perhatian yang khusus dan penuh, hingga sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mendalami bidang tersebut. Karena begitu semangatnya mendalami hadis sehingga dia pernah berguru pada seorang yang tuli, sebagaimana ia sebutkan dalam biografi Mah}mu>d ibn al-Khara’iti> al-S{a>lihi> bahwa ia belajar dari gurunya tersebut dengan menggunakan suara tinggi ditelinganya.[14]
Selain kedua bidang ilmu tersebut al-Z|ahabi> juga mempelajari ilmu Nahwu, bahkan juga memberi perhatian pada buku-buku sejarah, buku-buku biografi (riwayat hidup) seseorang dan mu’jam al-syuyu>kh wa al-syaikha>t. Meskipun demikian, perhatian utamanya tetap tertuju pada ilmu hadis.
Al-Z|ahabi> belajar hadis ke Syam, Mesir dan Hijaz. Di Syam (Damaskus) dia belajar hadis kepada ‘Umar ibn al-Qawa>s, Ah}mad ibn H{abatalla>h ibn ‘Asa>kir, Yu>suf ibn Ah}mad al-Qumu>li> dan lain-lain. Di Ba’labak dia berguru kepada al-Nusaibi>, Abu> Ah}mad al-Magribi> yang kemudian disebut dengan al-Ba’labakki> (w. 696 H), ‘Abd al-Kha>liq ibn ‘Ulwa>n, Zainab bint ‘Umar ibn Kinda dan lain-lain. Di H{alb, gurunya adalah ‘Ala> al-Di>n al-Arma>ni> yang dikenal dengan al-H{alibi>, Sanqa>r al-Zaini> dan selainnya. Di Mesir dia belajar dari Jamal al-Din Abu al-‘Abbas ibn al-Zahiri (w. 696 H), Abu> al-Ma’a>li> al-Abarqu>hi> (w. 701 H), syekh al-Isla>m ibn Daqi>q al-‘Id (w. 702 H), ‘Isa ibn ‘Abd al-Mun’im ibn Syiha>b, al-H{a>fiz} al-Dimya>ti> (w. 705 H), dan lain-lain. Di Iskandariyah, dia belajar dari Abu> al-H{asan ibn ‘Abd al-Muh}sin al-Gurafi>, Ibn al-S{awa>f al-Juz\a>mi> dan lain-lain. Di Mekah, dia berguru kepada al-Tuza>ri> dan selainnya. Di Nablis, gurunya adalah al-‘Ima>d ibn Badra>n dan lain-lain.[15]
Ada pula beberapa guru al-Z|ahabi> yang memiliki pengaruh dalam kehidupannya dan mencerahkan pribadinya dalam hal akademik. Bahkan mereka lebih pada hubungan persahabatan daripada hubungan antara guru dan murid. Di antaranya yang paling menonjol adalah Jama>l al-Di>n ibn al-H{ajja>j Yu>suf ibn ‘Abd al-Rah}ma>n al-Mizzi> (w. 742 H)[16], Taqi> al-Di>n Ibn Taimiyah al-H{arra>ni> (w. 728 H)[17] dan ‘A<lim al-Di>n al-Barzali> (w. 739 H)[18]. Al-Z|ahabi> mengatakan bahwa yang membuatnya menyukai ilmu hadis adalah ‘A<lim al-Di>n al-Barzali>. Sehingga dia menyebutkan sifat gurunya itu dengan “al-Ima>m, al-H{a>fiz}, al-S{a>diq, al-H{ujjah, Mufi>duna> wa Mu’allimuna> wa Ra>fiquna>, Muh}addis\ al-Sya>m, Muarrikh al-‘As}r”.[19]
Murid-murid al-Z|ahabi> sangat banyak, mereka datang dari segala penjuru ke Damaskus untuk belajar dan bertanya kepadanya. Di antaranya adalah S{alah} al-Di>n al-S{afadi> (w. 764 H), Abu> al-Mah}a>sin al-H{usaini> (w. 765 H), Ta>j al-Di>n al-Subki> (w. 771 H), al-H{a>fiz} ‘Ima>d al-Di>n ibn Kas\i>r (w. 774 H), Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad ibn ‘Abd al-Kari>m al-Mu>sili>, Taqi> al-Di>n Abu> al-Ma’a>li> Muh}ammad ibn H{ijris al-Salami> (w. 773 H), al-‘Ala>’I, ibn Rafi’, ibn Rajab, dan lain-lain.[20]
3.      Karya-karya akademiknya
Al-Z|ahabi> yang hidup pada abad ke-7 & 8 H ini meninggalkan karya-karya yang bermanfaat bagi para ahli ilmu di zamannya dan setelahnya. Bukan saja menghasilkan karya-karya yang jumlahnya sangat banyak tetapi juga metode penyusunan yang sistematis, yang menunjukkan kecermatan penulisnya, kekuatan akal serta keluasan dan kedalaman ilmunya.
Di antara karya-karyanya itu, adalah:
a)      Al-Talwiha>t fi> ‘ilm al-Qira>’a>t
b)      Al-Arba’u>n al-Buldaniyyah
c)      Al-Mustadrak ‘ala> Mustadrak al-H{a>kim
d)      Al-‘Uluwwu li al-‘Ali al-Gaffa>r
e)      Kita>b al-Kaba>ir
f)       Al-I’la>m bi Wafa>yat al-A’la>m
g)      Al-Ta>rikh al-Mumti>’
h)      Tazkirah al-H{uffa>z}
i)       Zikru Man Yu’tamanu Qauluhu fi> al-Jarh} wa al-Ta’di>l
j)        Siya>r A’la>m al-Nubala>
k)      Al-Musytabah fi> al-Rija>l; Asma>uhum wa Ansa>buhum
l)        Mu’jam al-Syuyu>kh al-Kabi>r
m)    Al-Mugni fi> al-D{u’afa>
n)      Mi>za>n al-I’tida>l fi> Naqd al-Rija>l
o)      Tarjamah Abi> H{anifah
p)      Tarjamah Abi> Yu>suf al-Qa>d}i>
q)      Al-T{ibb al-Nabawi>
r)       Tahz\i>b al-Tahz\i>b
s)       Mukhtas}ar Kita>b al-Mustadrak ‘ala> al-S{ah}ih}ain li Abi> ‘Abdilla>h al-H{a>kim
t)       Al-Muntaqa> min Minha>j al-I’tida>l fi> Naqd al-Kalam Ahl al-Ra>fid wa al-I’tiza>l li Ibn Taimiyyah
u)      Mu’jam Syuyu>kh ibn al-Ba>lisi>
v)      Mu’jam Syuyu>kh ibn H{abi>b

4.      Pujian ulama kepadanya
Ibn Nas}r al-Di>n al-Dimasyqi> berkata, “al-Z|ahabi> adalah aya>t (tanda kebesaran Allah) dalam ‘ilm al-rija>l, sandaran dalam jarh} wa ta’di>l (ilmu kritik hadis) lantaran mengetahui cabang dan pokoknya, imam dalam qira>’a>t, faqih dalam pemikiran, sangat paham dengan mazhab-mazhab para imam dan para pemilik pemikiran, penyebar sunnah dan mazhab salaf di kalangan generasi yang datang belakangan.[21]
Ibn Kas\i>r berkomentar tentangnya, “al-Z|ahabi> adalah Syaikh al-H{a>fiz} al-Kabi>r, pakar sejarah Islam, Syaikh al-Muh}addis\i>n. Ia adalah penutup Syuyu>kh hadis dan h}uffa>z}-nya”.[22] Menurut ‘A<lim al-Di>n al-Barzali> (guru sekaligus sahabatnya), al-Z|ahabi> adalah seorang yang memiliki keistimewaan, bagus tingkat intelektualnya, dia bekerja dan bepergian, menuliskan banyak karya, memiliki karangan/karya tulis dan ikhtisar yang bermanfaat dan memiliki pengetahuan mengenai guru-guru ilmu qira>’a>t.[23]
Melihat pengetahuan al-Z|ahabi> yang luas mengenai ilmu al-jarh} wa al-ta’di>l, membuat Ta>j al-Di>n al-Subki mengatakan bahwa al-Z|ahabi> adalah guru dalam hal jarh} wa ta’di>l. Dia adalah seorang rajul al-rija>l, seakan jika satu kaum dikumpulkan dalam satu tempat lalu dia teliti maka dia mampu mengabarkan tentang kaum tersebut sebagaimana orang yang hidup bersama mereka.[24]
Lebih dari itu, al-S{afadi> berkata, “al-Z|ahabi> adalah seorang h}a>fiz} yang tidak tertandingi, penceramah yang tidak tersaingi, mumpuni dalam hadis dan rijalnya, memiliki pengetahuan yang sempurna tentang ‘illah dan keadaan-keadaannya, memiliki pengetahuan yang sempurna tentang biografi manusia. Menghilangkan ketidakjelasan dan kekaburan dalam sejarah manusia. Ia memiliki akal yang cerdas.[25]
B.   Profil Kitab Mi>za>n al-I’tida>l fi> Naqdi al-Rija>l
1.      Karakteristik Kitab
Untuk lebih mengenal kitab Mi>za>n al-I’tida>l fi> Naqdi al-Rija>l , penulis akan menguraikan beberapa hal yang terkait dengan karakteristik kitab yang menjadi objek kajian dalam makalah ini. Namun sebelumnya, perlu diperjelas bahwa kitab Miza>n al-I’tida>l yaitu Miza>n al-I’tida>l yang diterbitkan oleh Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah tahun 1995. Kitab tersebut di-tah}qi>q dan dikomentari oleh Syekh ‘Ali Muh}ammad Mu’awwad}, Syekh ‘A<dil Ah}mad ‘Abd al-Mauju>d, dan ‘Abd al-Fatta>h} Abu> Sinnah.
Buku ini di antaranya dicetak dan diterbitkan oleh:
a.       Percetakan ‘I<sa> al-Baba>i> al-H{alibi>, di-tah}qi>q oleh Muh}ammad al-Bajawi> tahun 1963 M/1382 H dalam 4 jilid kitab.
b.      Penerbit Da>r al-Fikr, di-tah}qi>q oleh ‘Ali Muh}ammad al-Bajawi> dalam 4 jilid.
Secara fisik kitab yang akan dibahas ini -Mi>za>n al-I’tida>l yang di-tah}qi>q oleh tiga orang pen-tah}qi>q- yang disebutkan di atas terdiri dari 8 juz dalam 7 jilid, karena juz 7 & 8 terdapat dalam 1 jilid. Juz 8 (terakhir) merupakan kitab Zail Mi>za>n al-I’tida>l (tambahan atau komentar atas kitab Mi>za>n) karangan al-Ima>m Abu> al-Fad}l ‘Abd al-Rah}i>m al-H{usai>n al-‘Ira>qi> yang tidak termasuk dalam pembahasan makalah ini.
Nama-nama perawi dalam kitab Mi>za>n al-I’tida>l dirutkan berdasarkan huruf abjad. Dalam kitab ini terdapat sebanyak 11.060 biografi periwayat hadis. Lebih jelasnya sebagai berikut :
1)      Jilid I memuat muqaddimah pen-tah}qi>q, beberapa tampilan manuskrip Mi>za>n al-I’tida>l, muqaddimah penulis lalu diteruskan dengan nama-nama perawi yang dimulai dari huruf A<lif yaitu Abba>n dengan Ayyu>b. Jumlahnya 1.122 rija>l al-h}adi>s\. Jilid I ini terdiri dari 496 halaman.
2)      Jilid II memuat nama perawi dari huruf Ba> sampai kha>’, yaitu dari Badzam sampai Khaira>n. Jumlahnya 1.466 rija>l al-h}adi>s\ dan terdiri dari 496 halaman.
3)      Jilid III memuat nama-nama perawi yang dimulai dari huruf Da>l sampai Za>’, yaitu dari Da>rim sampai Zulaim. Jumlahnya 1.460 rija>l al-h}adi>s\ dan terdiri dari 504 halaman.
4)      Jilid IV memuat perawi yang namanya dimulai dari huruf ‘Ain, yaitu dari ‘A<s}im sampai ‘Abdu. Jumlahnya 1.292 rija>l al-h}adi>s\ dan terdiri dari 471 halaman.
5)      Jilid V memuat perawi dari kelanjutan huruf ‘Ain sampai La>m, yaitu dari ‘Ubaidulla>h sampai Lais\. Jumlahnya 1.668 rija>l al-h}adi>s\ dan terdiri atas 552 halaman.
6)      Jilid VI memuat nama-nama perawi yang dimulai dari huruf Mi>m, yaitu dari Ma>zin sampai Maina. Jumlahnya 1.980 rija>l al-h}adi>s\ dan terdiri dari 631 halaman.
7)      Jilid VII memuat nama-nama perawi yang dimulai dari huruf Nu>n sampai Ya>’, yaitu dari Na>bit sampai Yu>nus, lalu diteruskan dengan ba>b al-Kuna> (gelar famili), yaitu dari Abu> Ibrahim sampai Abu> Yu>nus, lalu selanjutnya ba>b al-Abna>’ (penyebutan bagi periwayat yang dikenal dengan nama ayahnya), yaitu dari ibn A’ba>d sampai Ba’du Walad Muh}ammad ibn Maslamah lalu yang masih berkaitan dengan al-Abna>’, yaitu dari ibn Akhi al-H{aris sampai ibn Ummi al-H{akam, lalu bab nasab (keturunan), yaitu dari al-Iskaf sampai al-Waqqasi, lalu bab al-maja>hil al-Ism (nama-nama yang tidak diketahui), lalu bab al-niswah al-majhu>la>t (wanita-wanita yang tidak dikenal), yaitu dari Asma sampai Hunaidah, lalu bab al-Kuna> li al-Niswah (kuniah bagi wanita), yaitu dari Ummu Abban sampai Ummu Yunus dan yang terakhir bab fi> man la yusamma, yaitu Walidah Khattab sampai Walidah Ummi Hakim. Jumlahnya 2.082 rija>l al-h}adi>s\ dan terdiri dari 520 halaman.
2.      Metode {Penyusunan Kitab
Kitab Mi>za>n al-I’tida>l ini merupakan puncak pencapaian yang yang diraih oleh al-Z|ahabi> dalam hal kritik rija>l al-h}adi>s\, baik itu jarh} maupun ta’di>l.
Manhaj atau metodologi yang diterapkan oleh al-Z|ahabi> dalam kitabnya Mi>za>n al-I’tida>l adalah sebagai berikut:
a.       Penyusunan kitab
Dalam muqaddimah kitabnya ini, al-Z|ahabi> mengatakan bahwa kitab Mi>za>n ini adalah kitab yang menguraikan tentang para penukil dan pembawa hadis dan asar yang disusun setelah kitabnya “al-Mugni>”. Di dalamnya terdapat banyak nama-nama perawi sebagai tambahan, yang tidak terdapat banyak nama-nama perawi sebagai tambahan, yang tidak terdapat dalam kitab “al-Mugni”. Tambahan tersebut kebanyakan berasal dari kitab “al-Ha>fil fi> Takmilah al-Ka>mil” karya Abu> al-‘Abba>s Ah}mad ibn Muh}ammad al-Isybili> yang dikenal dengan Ibn Rumiyyah (w. 627 H) yang merupakan kitab komentar atas kitab “al-Ka>mil” karya ibn ‘Addi>.[26]
Dari segi metodologi, kitab ini memiliki kemiripan dengan kitab al-Ka>mil fi> D{u’afa> al-Rija>l karya ibn ‘Addi>. Ini dikarenakan al-Z|ahabi> sangat terpesona dengan kitab karya ibn ‘Addi> tersebut. Sehingga dalam Mi>za>n-nya, al-Z|ahabi> juga memaparkan perawi yang masih dipermasalahkan meskipun ia s\iqah, dengan tujuan untuk membela mereka dan membantah perkataan yang ditujukan kepada mereka.[27]
b.      Pembagian dalam kitabnya
Al-Z|ahabi> menyusun nama-nama rija>l al-h}adi>s\ sesuai dengan urutan huruf abjad dan melakukan pembagian dalam kitabnya sebagai berikut:
1)      Biografi perawi laki-laki maupun wanita, yang mana nama-nama rija>l al-h}adi>s\ tersebut diurutkan sesuai dengan urutan huruf abjad, yaitu dari A<lif sampai ya>’. Begitu pun dengan nama-nama bapaknya (al-a>ba>) diurutkan demikian untuk memudahkan dalam hal pencarian.
2)      Bab al-Kuna> (julukan), yaitu yang dimulai dengan kata “Abu>”.
3)      Yang dikenal dengan bapaknya, yaitu yang dimulai dengan kata ‘ibn”.
4)      Yang dikenal dengan gelar keturunannya (al-ansa>b)
5)      Yang tidak dikenal namanya (Maja>hil al-Ism)
6)      Wanita-wanita yang tidak dikenal/tidak diketahui (al-niswah al-majhu>la>t)
7)      Al-Kuna> li al-niswah (julukan untuk wanita)
8)      Yang tidak diberi nama (fi> man la> tusamma>) tetapi disebutkan dengan kata “wa>lidah fula>n” atau yang dimulai dengan kata wa>lidah.[28]
c.       Pengelompokan Rija>l al-H{adi>s\
Dalam muqaddimahnya, al-Z|ahabi> mengelompokkan Rija>l al-H{adi>s\ atau para periwayat menjadi sepuluh kelompok, yaitu :
1)      Pendusta yang membuat-buat hadis dengan sengaja
2)      Pendusta dalam hal mengaku mendengar tetapi sebenarnya tidak mendengar
3)      Perawi yang dituduh membuat-buat atau memalsukan hadis
4)      Perawi yang ditinggalkan karena membahayakan, yaitu yang banyak salahnya, tidak didengarkan perkataannya, dan riwayatnya tidak dijadikan pegangan
5)      Perawi yang berdusta dalam perkataannya tetapi tidak berdusta dalam hal periwayatan hadis Nabi
6)      Para H{a>fiz} yang agak lunak dalam hal keberagamaan, dan dan dalam keadilannya terdapat kelemahan
7)      Para Muh}addis\ yang lemah dari segi hafalan, pada mereka juga terdapat kebimbangan dan kekeliruan atau kesalahan, tetapi para h}a>fiz} tidak meninggalkan perkataan mereka, tapi menerimanya jika ada musya>hid dan muta>bi’. Tidak diterima perkataan mereka berkenaan dengan hal-hal pokok (al-us}u>l), dan yang berhubungan dengan halal dan haram.
8)      Para Muh}addis\ yang jujur atau para Syekh yang tertutupi (mastu>r) yang mana mereka memiliki kelemahan dan tidak mencapai derajat perawi s\abt (tetap atau pokok) yang mutqi>n.
9)      Sejumlah besar orang-orang yang majhu>l (yang tidak diketahui / tidak dikenal) yang ditetapkan oleh Abu> Khatim, kepadanyalah al–Z|ahabi> menyandarkan perkataannya / majhu>l[29]
10)  Para syekh s\iqah tapi mereka melakukan bid’ah atau orang yang s\iqah yang dipersoalkan atau dianggap bermasalah oleh orang yang tidak dihiraukan perkataannya oleh perawi s\iqah karena dia termasuk keras (yata’annat) dalam hal penelitian dan menyalahi pendapat mayoritas kritikus hadis
d.      Simbol-simbol yang digunakan
al-Z|ahabi> memberikan simbol pada nama perawi yang dikeluarkan dalam kitab-kitab para Imam enam (al-ima>m al-sittah), yaitu : Al-Bukha>ri>, Muslim, Abu> Dau>d, al-Nasa>i>, al-Tirmizi>, dan Ibn Ma>jah dengan simbol-simbol mereka yang telah dikenal yaitu : [خ}{] untuk Bukha>ri>,  [م}] untuk Muslim, [د] untuk Abu> Dau>d, {[س] untuk al-Nasa>i>, [ت]  untuk al-Tarmizi>  dan [ق] untuk Ibn Ma>jah. Jika mereka bersama-sama bersatu bergabung dalam mengeluarkan nama per\awi tersebut, simbolnya [ع] dan jika perawi tersebut disepakati oleh para imam empat (arba>b alsunnah al-arba’ah), maka simbolnya adalah {[عو].[30]

e.       Kemoderatan al-Z|ahabi> dalam penilaian atau kritik rija>l al-h}adi>s\
Menurut penilaian utama, al-Z|ahabi> tidak termasuk orang yang rija>l al-H{adi>s\ muta’annit / mutasyaddid (keras) dalam menilai rija>l al-h}adi>s\, tidak juga termasuk yang mutasa>hil (longgar), tetapi dia termasuk orang yang moderat (ahl al-wasat}iyyah), tidak terlalu ketat dan tidak pula terlalu longgar.
Kemoderatan al-Z|ahabi> ini misalnya terlihat ketika menuliskan biografi Abba>n ibnu Tagli>b al-Ku>fi>, dia mengatakan : شيعى جلد،
Al-Z|ahabi> membagi bid’ah kepada dua kategori, yaitu pertama bid’ah sugra>, seperti berpaham Syi’ah tapi tidak melampaui batas yang mana banyak tabi’in  yang termasuk dalam kategori ini dengan tetap menjaga agama, kewara’an dan kekjujurannya. Jika perkataan mereka ditolak maka akan banyak as\a>r  Nabi yang terbuang. Yang kedua yaitu bid’ah kubra>, seperti penolakan sepenuhnya atau melampaui batas dan merendahkan Abu> Bakr r.a. dan ‘Umar ibn al-Khat}t}a>b r.a.  dan mengajak orang lain untuk itu. Maka yang termasuk dalam kategori ini tidak dapat dijadikan hujjah. Sedangkan Abba>n ibn Tagli>b ini sama sekali tidak berpaling dari keduanya.[31]
f.        Komentar al-Z|ahabi> terhadap kitab-kitab dan penilaian ulama sebelumnya
Al-Z|ahabi> dalam kitabnya tidak hanya mengutip penilaian atau perkataan ulama yang ada sebelumnya, tetapi dia juga memberikan komentar terhadap sebagian referensi yang dijadikannya sebahagian perkataan ulama sebelumnya.
Misalnya kita lihat dalam biografi Abba>n Ya>zid al-Atta>r, al-Z|ahabi> mengatakan bahwa al-‘Allamah ibnu al-Jauzi> juga mengeluarkan biografi al-Atta>r dalam kitabnya al-D{uafa>’-nya, tetapi dia tidak menyebutkan perkataan orang-orang yang menganggapnya s\iqah. Menurut al-Z|ahabi> ini adalah aib/kekurangan dari kitab Ibnu al-Jauzi> tersebut, yaitu hanya memaparkan al-jarh} (celaan) tanpa menyebutkan al-taus\i>q (penguatnya).[32] Selain itu, al-Z|ahabi> juga mengungkapkan kelebihan kitab ulama sebelumnya. Sebagaimana yang dikatakannnya mengenai kitab al-D{u’afa>’ karya al-‘Uqaili> bahwa kitabnya adalah kitab yang bermanfaat.
Al-Z|ahabi> juga mengkritisi penilaian Abu al-Fath} al-Azadi> ketika memaparkan biografi Abba>n ibnu Ish}a>q al-Madani>. Menurut al-Azadi> dia “matru>k” (dituduh berdusta), tetapi menurut al-Z|ahabi> “la> yutrak” karena telah dianggap s\iqah oleh Ah}mad dan al-‘Ijili>. Al-Z|ahabi> juga menuturkan bahwa Abu> al-Fath} al-Azadi> berlebihan dalam hal celaan (jarh}), karena dia mencela sejumlah orang yang tidak pernah dipersoalkan oleh ulama sebelumnya.[33]
g.      Istilah–istilah al-jarh} (ketercelaan)
Berikut ini adalah ungkapan/istilah yang digunakan al-Z|ahabi> untuk menunjukkan ketercelaan rija>l al-h}adi>s\ dimulai dari yang sifat ketercelaannnya lebih “berat” hingga yang lebih“ringan” sifatnya, yaitu :
a.       دجال كذاب، وضاع يضع الحديث
b.      متهم بالكذب،متفق على تركه
c.       متروك ليس بثقة، سكتوا عنه، ذاهب الحديث، فيه نظر، هالك، ساقط
d.      واه بمرة، ليس بشيء، ضعيف جدا، ضعفوه، ضعيف وواه، ونحو ذلك
e.       يضعف، فيه ضعف، ليس بالقوي، ليس بحجة، ليس بذالك، يعرف وينكر، فيه مقال، تكلم فيه، لين، سيء الحفظ، لا يحتج به، إختلف فيه، صدوق لكنه مبتدع، ونحو ذلك.[34]

h.      Istilah ta’dil (pujian)
Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya bahwa selain perawi yang ditahrih, kitab ini juga mencantumnkan perawi yang dipuji dalam periwayatan hadis. Sebagaimana dalam kutipan bukunya ;
عبدالله بن الحسين أبو أحمد السامري ، شيخ القراء بمصر ، وصاحب ابن مجاهد وابن شنبوذ . قال الدانى : أخذ القراءة عرضا عن محمد بن حمدون الحذاء ، ويموت بن المزرع ، وأحمد بن سهل الاشنانى ، وأبى الحسن ابن الرقى ( 3 ) ، وسمى جماعة إلى أن قال : مشهور ضابط ثقة مأمون.[35]

i.        Referensi yang digunakan oleh al-Z|ahabi>
Al-Z|ahabi> menjadikan kitab-kitab karya para ulama sebagai referensi dalam penyusunan kitab Mi>za>n al-I’tida>l, diantaranya yaitu: Yahya> ibn Sa’i>d al-Qat}t}a>n, Yahya> ibn Ma’i>n, A<fi ibn al-Madini>, Ah}mad ibn H{anbal, Abu> Khais\amah, Abu> Zur’ah al-Ra>zi>, Abu> H{a>tim al-Ra>zi>, al-Bukha>ri>, Muslim, al-Nasa>’i>, al-‘Uqaili>, Ibn H{ibba>n dan lain-lain. Kemudian kitab “al-Ka>mil”  karya Ibnu ‘Addi, kitab al-Jarh} wa al-Ta’di>l karya Ibn Abi> H{a>tim, kitab al-D{u’afa>’ karya al-Da>rurqutni> dan kitab al-D{u’afa>’ karya al-H{a>kim al-Naisabu>ri> serta referensi-referensi lainnya.[36]

C.   Kelebihan dan Kelemahan Kitab Mi>za>n al-I’tida>l fi> Naqdi al-Rija>l
Setiap karya manusia di dunia ini pasti tidak terlepas dari kelebihan dan kelemahan. Begitupun dengan kitab Mi>za>n al-I’tida>l karya al-Z|ahabi> juga memiliki kelebihan dan kelemahan.
1.      Kelebihan kitab Mi>za>n al-I’tida>l:
Di antara kelebihan yang dimiliki karya al-Zahabi tersebut adalah
a.         Kitab tersebut disusun dengan metodologi yang sistematis sehingga memudahkan dalam pencarian biografi seorang perawi
b.         Kitab tersebut terfokus pada perawi yang memiliki kelemahan, dengan kata lain ada indikasi d{a’i>f dan matru>k sehingga pengkajiannya pun tentunya lebih mendalam.
c.         Kitab tersebut bukan hanya menampilkan komentar para ulama yang ada sebelumnya, namun al-Zahabi mencoba memberikan kritikan serta masukan terhadap komentar ulama-ulama tersebut.
d.         Kitab tersebut menampilkan nama-nama perawi dalam jumlah yang lebih banyak dari kitab sebelumnya –termasuk kitab al-Mugni- karena memang ia ditulis setelah kitab al-Mugni dan beberapa kitab yang lain.
e.         Kitab tersebut –sedikit banyaknya- memperkenalkan istilah-istilah yang “tepat” diberikan kepada seorang perawi yang dinilai negatif.
2.      Kelemahan kitab Mi>za>n al-I’tida>l:
Di antara kelemahan yang dimiliki oleh karya al-Z|ahabi> tersebut adalah:
a.       Kitab tersebut hanya terbatas pada perawi yang memiliki indikasi d}a’i>f dan matru>k. di satu sisi hal ini adalah sebuah kelebihan, tapi di sisi lain ia bisa menjadi kelemahan karena keadilan dan kelemahan seorang perawi nanti diketahui setelah diteliti sehingga agak sedikit sulit dalam menentukan kualitas seorang perawi dan mencari biogarfinya bila penelitian tersebut langsung merujuk ke kitab tersebut.
b.      Kitab Mi>za>n al-I’tida>l ini memang memberikan banyak informasi tentang perawi-perawi yang lemah tapi ternyata informasi mengenai perawi-perawi yang lain tidak disebutkan, termasuk di antaranya adalah mengenai sahabat-sahabat nabi. Sekalipun hal tersebut dapat dimengerti karena penelitiannya memang hanya terbatas pada perawi yang d{a’i>f dan matru>k.
Walaupun demikian kitab Mi>za>n al-I’tida>l ini mendapatkan pujian dari banyak kalangan, bahkan kitab tersebut merupakan salah satu kitab yang paling lengkap dalam kategori kitab biografi para perawi yang dicela/dikritisi (al-majruh}i>n). kitab ini dianggap oleh ulama yang hidup pada masanya dan yang datang setelahnya adalah salah satu kitab al-Z|ahabi> yang terbaik di antara kitab-kitabnya yang lain. Sebagaimana komentar al-Sakhawi, “Kitab tersebut dijadikan pegangan oleh orang-orang yang dating setelahnya”.[37]


BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan kajian di atas yang berbicara tentang al-Z|ahabi> dan metodologi yang dipergunakan dalam menyusun kitab Mi>za>n al-I’tida>l maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Al-Z|ahabi> adalah Muhammad ibn Ahmad ibn Usman ibn Qaimaz ibn ‘Abdillah, yang dikenal dengan Abu ‘Abdillah Syams al-Dina al-Zahabi. Seorang berkebangsaan Turki. Sejak kecilnya gemar dengan ilmunya yang ternyata di kemudian kegemarannya itu membuahkan hasil kemuliaan sehingga dikenal sebagai seorang ulama yang agung, khususnya kaitannya dengan sejarah, hadis dan ilmu hadis itu sendiri.
2.      Kitab Mi>za>n al-I’tida>l merupakan salah satu kitab rujukan dalam meniliai seorang perawi utamanya perawi yang ada indikasi ketercelaannya. Kitab yang ditulis oleh al-Z|ahabi> tersebut disusun dengan metodologis yang sistematis sehingga memudahkan pembacanya dalam mencari biografi seorang perawi. Di dalam kitabnya itu pula, al-Zahabi> menampilkan dirinya sebagai seorang kritikus yang pawai, sebab ia tidak serta merta menerima dan menolak komentar ulama dan kitab sebelumnya, namun ia saring terlebih dahulu sambil memberikan kritikan balik terhadap itu semua bila ada yang dianggap kurang tepat dalam penilaiannya.
3.      Kitab Mi>za>n al-I’tida>l memiliki kelebihan dan keterbatasan  sebagai bukti keterbatasan manusia (penulisnya) sebagai makhluk Tuhan. Akan tetapi kelebihan dan kelemahan itu menjadi karakter kitab tersebut sekaligus tanggung jawab generasi berikutnya dalam melihat dan menilainya.

DAFTAR PUSTAKA

Ismail, M. Syuhudi. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis; Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah. cet. III. Jakarta. Bulan Bintang. 2005.
Al-Khat}i>b, Muh}ammad ‘Ajja>j. Usu>l al-H{adi>s\; ‘Ulu>muhu wa Must}alah}uhu. Beirut. Da>r al-Fikr. 1989.
Al-T{{ahha>n, Mah}mu>d. Taysi>r Mus}t}alah al-H{adi>s\. t.t. Da>r al-Fikr. t.th.
Fayya>d, Mahmu>d ‘Ali. Manhaj al-Muh}addis\i>n fi> D{abt} al-Sunnah. terj. A. Zarkasyi Chumaidy. Metodologi Penetapan Kesahihan Hadis. cet. I. Bandung. Pustaka Setia. 1998.
Al-T{ahhan, Mahmud. Us}u>l al-Takhri>j wa Dira>sah Asa>ni>d. cet. III. Riya>d}. Maktabah al-Ma’a>rif li al-Nasyr wa al-Yauzi>’. 1996.
Al-‘Asqala>ni>, Ibn H{ajar. al-Durar al-Ka>minah fi> A’ya>n al-Miah al-Sa>minah. jil. I. Beirut. Da>r al-Fikr. 2006.
Al-Z|ahabi>, Syams al-Di>n Muh}ammad ibn Ah}mad. Mi>za>n al-I’tida>l fi> Naqd al-Rija>l. cet. I. Beirut. Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah. 1995.
Al-Suyu>t}i, T{abaqa>t al-H{uffa>z}. Beirut. Da>r al-Fikr. 1998.
Al-‘Asqala>ni>, Ibn H{ajar. al-Durar al-Ka>minah fi> A’ya>n al-Miah al-Sa>minah. Beirut. Da>r al-Fikr. 2006.
Al-Dimasyqi>, Muh}ammad ibn Abi> Bakr ibn Nas}r al-Di>n. al-Radd al-Wa>fir. cet. I. Beirut. al-Maktabah al-Isla>mi>. 1393 H.
Al-Dimasyqi>, Abu> al-Fida> Isma’il ibn Kas\i>r. al-Bida>yah wa al-Niha>yah. cet. I. Beirut. Da>r Ih}ya> al-Tura>s\ al-‘Arabi>. 1988.
Al-S{afadi>, al-Wa>fi> bi al-Wafa>yat. cet. II. Beirut. Da>r al-Fikr. 1997.




[1]M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis; Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (cet. III; Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 202.
[2]Syarat-syarat yang dimaksud adalah: 1) yang berkenaan dengan sikap pribadi, yaitu bersifat adil, tidak bersikap fanatik terhadap aliran yang dianutnya, dan tidak bersikap bermusuhan dengan periwayat yang berbeda aliran dengannya. 2) yang berkenaan dengan penguasaan pengetahuan, yaitu pengetahuan yang luas dan mendalam khususnya yang berkenaan dengan ajaran Islam, bahasa Arab, hadis, dan ilmu hadis, pribadi periwayat yang dikritiknya, adat-istiadat dan sebab-sebab keutamaan (‘adalah) dan ketercelaan (jarh) periwayat. Ibid., h. 203. Lihat pula Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadis; ‘Ulumuhu wa Mustalahuhu (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h. 268.
[3]Mah}mu>d al-T{ahha>n, Taysi>r Mus}t}alah al-H{adi>s\ (t.t; Da>r al-Fikr, t.th.), h. 192. Lihat Mahmu>d ‘Ali Fayya>d, Manhaj al-Muh}addis\i>n fi> D{abt} al-Sunnah, terj. A. Zarkasyi Chumaidy, Metodologi Penetapan Kesahihan Hadis (cet. I: Bandung; Pustaka Setia, 1998), h. 156-157.
[4]Mahmud al-Tahhan,, h. 125.
[5]Mahmud al-Tahhan, Us}ul al-Takhri>j wa Dira>sah Asa>ni>d (cet. III; Riya>d}: Maktabah al-Ma’a>rif li al-Nasyr wa al-Yauzi>’, 1996), h. 175.
[6]Istilah untuk hadis da’ifnya adalah hadis matruk yaitu hadis yang dalam sanadnya terdapat perawi yang dituduh berdusta.
[7]Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, al-Durar al-Ka>minah fi> A’ya>n al-Miah al-Sa>minah, jil. I (Beirut: Da>r al-Fikr, 2006), h. 458.
[8]Syams al-Di>n Muh}ammad ibn Ah}mad al-Z|ahabi>, Mi>za>n al-I’tida>l fi> Naqd al-Rija>l, jil. I (cet. I; Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1995), h. 58.
[9]Syams al-Di>n Muh}ammad ibn Ah}mad al-Z|ahabi>, Mi>za>n al-I’tida>l fi> Naqd al-Rija>l, jil. I h. 58.
[10]Syams al-Di>n Muh}ammad ibn Ah}mad al-Z|ahabi>, Mi>za>n al-I’tida>l fi> Naqd al-Rija>l, jil. I h. 59.
[11]Syams al-Di>n Muh}ammad ibn Ah}mad al-Z|ahabi>, Mi>za>n al-I’tida>l fi> Naqd al-Rija>l, jil. I  h. 71.
[12]Syams al-Di>n Muh}ammad ibn Ah}mad al-Z|ahabi>, Mi>za>n al-I’tida>l fi> Naqd al-Rija>l, jil. I.., h. 59.
[13]Syams al-Di>n Muh}ammad ibn Ah}mad al-Z|ahabi>, Mi>za>n al-I’tida>l fi> Naqd al-Rija>l, jil. I h. 60.
[14]Syams al-Di>n Muh}ammad ibn Ah}mad al-Z|ahabi>, Mi>za>n al-I’tida>l fi> Naqd al-Rija>l, jil. I h. 61.
[15]Syams al-Di>n Muh}ammad ibn Ah}mad al-Z|ahabi>, Mi>za>n al-I’tida>l fi> Naqd al-Rija>l, jil. I h. 58.
[16]Al-Suyu>t}i, T{abaqa>t al-H{uffa>z}, jil. I (Beirut; Da>r al-Fikr, 1998), h. 231. Lihat juga Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, al-Durar al-Ka>minah fi> A’ya>n al-Miah al-Sa>minah, jil. V (Beirut: Da>r al-Fikr, 2006), h. 235.
[17]Ibid., lihat pula Muh}ammad ibn Abi> Bakr ibn Nas}r al-Di>n al-Dimasyqi>, al-Radd al-Wa>fir, (cet. I; Beirut: al-Maktabah al-Isla>mi>, 1393 H), h. 35. 
[18]Al-Suyu>t}i>, op. cit., jil. I, h. 110. Lihat juga al-Asqala>ni>, op. cit., jil. III, h. 323.
[19]Al-Z|ahabi>,., h. 62.
[20]Ibid., h. 69-71
[21]Al-Dimasyqi>, h. 13.
[22]Abu> al-Fida> Isma’il ibn Kas\i>r al-Dimasyqi>, al-Bida>yah wa al-Niha>yah, jil. XIV (cet. I; Beirut: Da>r Ih}ya> al-Tura>s\ al-‘Arabi>, 1988), h. 225.
[23]Al-Z|ahabi>, h. 69.
[24]Al-Z|ahabi., h. 66.
[25]Al-S{afadi>, al-Wa>fi> bi al-Wafa>yat, jil. II (cet. II: Beirut; Da>r al-Fikr, 1997), h. 163.
[26]Al-Z|ahabi>,., h. 86.
[27]Mah}mu>d al-T{ahha>n, 
[28]Mah}mu>d al-T{ahha>n., h.176-177.
[29]Ketika menuliskan biografi Abba>n ibnu H{a>tim al-Umluki>, al-Z|ahabi> mengatakan ketahuilah bahwa setiap perawi yang aku beri penilaian padanya Majhu>l sedang aku tidak menyandarkan kepada yang mengatakannya, maka itu adalah perkataan Abu> H{a>tim mengenai perawi tersebut. Tetapi jika aku sandarkan kepada yang mengatakannya maka sudah jelas, tapi jika aku menilainya dengan Jahalah, Nakirah, Yujahhalu, atau Laa Yu’raf atau yang semisalnya sedang aku tidak menyandarkannya kepada yang mengatakannya, maka itu adalah perkataan dari saya. Lihat al-Z|ahabi>,  hl.1-9
[30] al-Z|ahabi>,  , h. 113-114
[31] Al-Dzahabi, Dar al-Kutub ‘al-‘Imiyah, h.118-119
[32] al-Z|ahabi>,  , 130-131
[33] al-Z|ahabi>,  , h. 117.
[34] al-Z|ahabi>, h. 90-91 , lihat M.Syuhudi Ismail, 210.
[35]  al-Z|ahabi>.,mizan al-I’tidal, h. 2198
[36] al-Z|ahabi> mizan al-I’tidal., h. 90-91
[37]al-Z|ahabi>., h. 90-91., h. 85.

Comments

BERITA TERBARU !!

Popular posts from this blog

BIL MA'TSUR ( TAFSIR AYAT DENGAN AYAT )

CARA MELAKUKAN TAKHRIJ HADIS

download TAFSIR AL-NASAFIY

cara atau Kaedah al-Jarh Wa al-Ta’dil Serta Aplikasinya

HADIS TARBAWIY DAN AKHLAK (BERKURANGNYA IMAN KARENA MAKSIAT)

kaedah 'ATAF - AL-'ATFU DALAM AL-QUR'AN

cara TAMBAHAN - kaedah ZIYADAH DALAM AL-QUR'AN

KAEDAH 'AM DAN KHAS

cara melakukan MUNASABAH AYAT

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS