KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS Pendahuluan latar belakang Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah dua sumber utama ajaran Islam. Oleh karena itu, keduanya selalu dijadikan landasan keyakinan, ritual, adat istiadat, etika, ekonomi, politik, peradaban dan seluruh aspek kehidupan umat Islam, baik yang sakral maupun duniawi, pada tataran ¥ abl minallah (vertikal) dan ¥ abl min al. -n ± s (horizontal).

makalah tentang ISLAM DI SPANYOL


A.    Masuknya Islam Ke Spanyol
Islam pertama kali masuk ke Spanyol pada tahun 711 M melalui jalur Afrika Utara. Spanyol sebelum kedatangan Islam dikenal dengan nama Iberia/ Asbania, kemudian disebut Andalusia, ketika negeri subur itu dikuasai bangsa Vandal. Dari perkataan Vandal inilah orang Arab menyebutnya Andalusia.[1]
Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari dinasti Bani Umayah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Khalifah Abd al-Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man al-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah digantikan oleh Musa ibn Nushair. Di zaman al-Walid itu, Musa ibn Nushair memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu provinsi dari Khalifah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa al-Walid). Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, dikawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gotik. 
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Tharik ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada diantara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang lima ratus orang di antaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. 
Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penaklukan Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dalam pertempuran di Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ seperti Cordova, Granada dan Toledo (Ibu kota kerajaan Goth saat itu).[2]
Kebudayaan islam memasuki Eropa melalui beberapa jalan, antara lain melewati Andalusia. Ini karena kaum muslimin telah menetap di negeri itu sekitar 8 abad lamanya. Pada masa itu kebudayaan Islam di negeri itu mencapai puncak perkembangannya. Kebudayaan Islam di Andalusia mengalami perkembangan yang pesat diberbagai pusatnya, misalnya Cordova, Sevilla, Granada, dan Toledo.[3]
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya mulai dari Saragosa sampai Navarre. 
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abdil Aziz tahun 99 H/717 M, dengan sasarannya menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Prancis Selatan. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh ke Prancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia.
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal. 
Faktor eksternalnya antara lain pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan yang menyedihkan.[4] Begitu juga dengan adanya perebutan kekuasaan di antara elite pemerintahan, adanya konflik umat beragama yang menghancurkan kerukunan dan toleransi di antara mereka. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, raja terakhir yang dikalahkan Islam. Awal kehancuran Ghot adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo diberhentikan begitu saja. 
Hal yang menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang. Selain itu orang Yahudi yang selama ini tertekan juga telah mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin. 
Adapun faktor internalnya yaitu suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh perjuangan dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu dan penuh percaya diri. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana. 

B.     PERKEMBANGAN ISLAM DI SPANYOL
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol, hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir disana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode, yaitu:
1.      Periode Pertama ( 711 – 755 M)
Pada masa ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan–gangguan masih sering terjadi baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elit penguasa, terutama akibat dari perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara Khalifah di Damaskus dan Gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing – masing mengaku bahwa, merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol.
Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungan dengan perbedaan etnis, terutama antara Barbar ala Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri, terdapat dua golongan yang terus menerus bersaing, yaitu suku Quraisy (Arab Utara) dan suku Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini sering kali menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu tidak ada Gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.
Gangguan dari luar datang dari sisa–sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah–daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500 tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol.
Karena seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh dari luar, maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan dibidang peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd Al – Rahman Al – Dakhil ke Spanyol pada tahun 138/755 M.[5]
2.      Periode Kedua ( 755 – 912 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seseorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk pada pemerintahan Islam ketika itu di pegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I, yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755M dan diberi gelar Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Dia adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbasiyah, ketika Bani Abbasiyah berhasil menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus.
Selanjutnya, ia berhasil mendirikan Bani Umayyah di Spanyol. Penguasa – penguasa Spanyol pada periode ini adalah Abd Al–Rahman Al–Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd Al – Rahman Al – Autsath, Muhammad ibn Abd Al – Rahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad. Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan – kemajuan, baik dalam bidang politik maupun peradaban. Abd Al Rahman Al Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah – sekolah di kota – kota besar Spanyol. Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam dan Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakasai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd Al-Rahman Al-Ausath dikenal sebagai pemimpin yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai masuk pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman Al-Ausath. Ia mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak.
Sekalipun demikian, berbagai ancaman dan kerusuhan seringkali terjadi. Pada pertengahan abad ke-9, stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesyahidan (Martyrdom). Namun, gereja kristen lainnya di seluruh Spanyol tidak menaruh simpati pada gerakan itu, karena pemerintahan Islam mengembangkan pemerintahan bebas beragama. Penduduk Kristen diperbolehkan memiliki pengadilan sendiri berdasarkan hukum Kristen. Peribadatan tidak dihalangi. Lebih dari itu, mereka diperbolehkan mendirikan gereja baru, biara–biara di samping rahib atau lainnya. Mereka juga tidak dihalangi bekerja sebagai pegawai pemerintahan atau menjadi karyawan pada instansi militer.
Gangguan politik yang lebih serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu, sejumlah orang merasa tidak puas membangkitkan revolusi. Yang terpenting di antaranya adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Hafsun dan anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara orang – orang Barbar dan orang – orang Arab masih sering terjadi.
3.      Periode Ketiga ( 912 – 1013 M)
Pemerintahan ini dimulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang dikenal dengan sebutan Muluk Al Thawaif. Pada periode ini, Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar Khalifah, penggunaan gelar Khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Al-Muktadir, Khalifah daulat Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya, keadaan ini menunjukkan bahwa keadaan pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang paling tepat untuk memakai gelar Khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah, gelar ini dipakai sejak tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang yaitu Abdurrahman Al-Nasir (912 – 961 M), Hakam II (961 – 976 M), dan Hisyam II (976 – 1009 M).
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan, menyaingi kedaulatan Bani Abbasiyah di Baghdad. Abdurrahman Al Nasir mendirikan Universitas di Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.
Awal dari kehancuran Khalifah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta ketika berusia 11 tahun. Pada tahun 981 M, khalifah menunjuk Ibn Abi ‘Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan – rekan dan saingan–saingannya. Atas keberhasilan-keberhasilannya ia mendapat gelar Al Mansyur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya Al Muzaffar, yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memilki kualitas dalam jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total. Pada tahun 1009 M Khalifah mengundurkan diri. Beberapa orang yang mencoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan Khalifah. Ketika itu Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.[6]
4.      Periode Keempat ( 1013 – 1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah lebih dari tiga puluh negara kecil dibawah pemerintahan raja-raja golongan Al Mulukth Thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya. Yang terbesar di antaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada masa ini pemerintahan Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, salah satu pihak ada yang meminta bantuan pada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya, orang-orang Kristen pada masa ini mulai membuat inisiatif penyerangan. Meskipun, kehidupan politik tidak stabil, namun, kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong pada sarjana dan sastrawan untuk mendapat perlindungan dari istana satu ke istana lain.[7]

5.      Periode Kelima ( 1086 – 1235 M )
Pada periode ini, Spanyol Islam walaupun masih terpecah dalam beberapa negara tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan Dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabitun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan kerajaan yang berpusat di Marakeys. Ia masuk ke Spanyol atas “undangan” penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan mempertahankan negerinya dari serangan orang-orang Kristen. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan dikalangan raja-raja muslim, Yusuf melangkah untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu. Akan tetapi, penguasa-penguasa setelah Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M kekuasaan Dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun Di Spanyol dan digantikan oleh Dinasti Muwahhidun.
Pada masa Dinasti Murabithun, Saragossa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M. Di Spanyol sendiri, sepeninggal Dinasti ini, pada mulanya muncul kembali dinasti-dinasti kecil, tapi hanya berlangsung tiga tahun. Pada tahun 1146 M penguasa Dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tuwart (w. 1128). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd Al Mun’im antara tahun 1115 dan 1154 M, kota-kota Muslim penting seperti Cordova, Almeria dan Granada jatuh ke bawah kekuasaannya. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur.
Akan tetapi, tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami keambrukan. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen mendapat kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan Muwahhidun terhadap Kristen membuat Muwahhidun memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara pada tahun 1235M. Keadaan Spanyol kembali runyam, berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam keadaan demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan umat Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan Kristen dan Seville jatuh pada tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuasaan Islam.
6.      Periode Keenam ( 1232 – 1492 M)
Pada masa ini Islam berkuasa hanya di daerah Granada, di bawah Dinasti Bani Ahmar (1232-1492M). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti pada zama Abdurrahman Al-Nasir. Akan tetapi, secara politik dinasti ini hanya berkuasa di wilayah kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir. Karena perselisihan orang – orang  istana dalam memperebutkan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammmad merasa tidak senang pada ayahnya, karena menunjuk anaknya yang lain yang menjadi penggantinya sebagai raja. Dia memberontak dan berusaha merebut kekuasaan. Dalam pemberontakan itu ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad Ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdinand dan Issablla untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta.
Tentu saja, Ferdinand dan Issabella yang mempersatukan dua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu tidak cukup merasa puas, keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang-orang Kristen tersebut dan akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdenand dan Issabella, kemudian hjrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol pada tahun 1429 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan pada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.[8]
C.    KEMAJUAN PERADABAN
Dalam masa lebih dari tujuh abad, kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan, pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks.
1.      Kemajuan Intektual
Spanyol adalah negeri yang subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam, barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberi saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra dan pembangunan fisik di Spanyol.
2.      Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M, selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abdurrahaman(832-886M).
Atas inisiatif Al-Hakam (961-976M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari timur dalam jumlah besar. Sehingga Cordova dengan perpustakaan dan Universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin Dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragosa dan ia pindah ke Seville dan Granada. Meninggal karena keracunan di fez tahun 1138M dalam usia yang masih muda. Seperti Al-Farabi dan Ibn Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis.
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada, dan wafat pada usia lanjut tahun 1185M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Bagian akhir abad ke-12 menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu ibn Rusydi dari Cordova. Ia lahir pada tahun 1128 M dan meninggal tahu 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian antara filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqh, karyanya adalah Bidayah al-Mujtahid.
3.      Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, astronomi, kimia dan lain sebagainya juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Farnas termasyhur dalam bidang imia dan astronomi. Ia adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya An-Naqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menemukan waktu kapan terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Abbas ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm Al-Hasan bint Abu Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dalam kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi wilayah Islam bagian barat banyak melahirkan pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valensia (1145-1228M) menulis tentang negeri-negeri Muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Bathutah dari Tangier (1304-1377M) mencapai Samudera pasai dan Cina. Ibn Al-Khatib (1317-1374M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol, yang kemudian pindah ke Afrika. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains.


4.      Fiqh
Dalam bidang fiqih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Yang memperkenalkan mazhab ini adalah Ziyad ibn Abdurrahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abdurrahamn. Ahli-ahli fiqih lainnya antara lain adalah Abu Bakr ibn Al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id Al-Baluthi, dan Ibn Hazm yang terkenal.
5.      Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan penjamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya.ia juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan kepada anak-anaknya, baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.
6.      Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang mahir dan ahli berbahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al Garnathi.
Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra     banyak bermunculan, seperti: Al-Iqd Al-farid karya Ibn Abd Rabbih, al-dzakirah fi mahasin ahl al-jazirah oleh Ibn Bassam, kitab al-qalaid buahkarya Al-Fath ibn Khaqan, dan banyak lagi yang lain.
7.      Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam sangat banyak. Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga. Sistem irigasi baru duperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jambatan air didirikan. Tempat-tempat yang tinggi, begitu juga, mendapat jatah air.
Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air,waduk dibuat untuk konservasi. Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air, asal persia yang dinamaka na’urah. Di samping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun dan taman-taman.
Industri, di samping pertanian dan perdagangan juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Di antaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar. Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman dan taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah masjid Cordova, kota Al-Zahra, istana Ja’fariyah di Saragossa, tembok Toledo, istana Al-Makmun, masjid Seville, dan istana Al-Hamra di Granada.
8.      Cordova
Cordova adalah ibukota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa Muslim. Kota ini di bangun dan dipindah. Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibu kota Spanyol Islam. Pohon-pohon dan bunga-bunga diimpor dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin mempercantik pemandangan, setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan dipuncaknya terpancar istana Damsik.
Di antara kebanggan kota Cordova lainnya adalah masjid Cordova. Menurut Ibn Al-Dala’i terdapat 491 masjid disana. Di samping itu ciri khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat pemandian. Di sekitarnya berdiri perkampungan yang indah. Karena air sungai tak dapat diminum, penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yag panjangnya 80 km.
9.      Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat islam di Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir islam. Posisi Cordova diambil oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana AL-Hamra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana itu di kelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya.Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih  bisa di perpanjang dengan kota istana Al-Zahra, istana Al-Gasar, menara Girilda, dan lain-lain.

D.    Faktor-faktor Pendukung Kemajuan
Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan Umat Islam, seperti Abd Al-Rahman Al-Dakhil, Abd Al-Rahman Al-Wasith dan Abd Al-Rahman Al-Nasir. Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut di tunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang mempelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting di antara penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah Muhammad Ibn Abd Al-Rahman[852-886] dan Al-Hakam 11 Al-Munthashir [961-976].
Toleransi beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama kristen dan Yahudi, sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradapan  Arab Islam di Spanyol. Untuk orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi agama, komunitas - komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya masing-masing.
Meskipun ada persaingan yang sengit antara Abbasiyyah di Bagdad dan Umayyah di Spanyol, hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun Umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terhadap apa yang disebut kesatuan budaya dunia Islam.
Perpecahan politik pada Muluk Al-Thawaif dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban masa itu. Bahkan, puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian dan kebudayaan Spanyol Islam. Setiap Dinasti di Malaga, Toledo, Seville, Granada, dan lain-lain berusaha menyaingi Cordova. Kalau sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di Spanyol, Muluk Al-Thawaif berhasil mendirikan peradaban baru yang di antaranya justru lebih maju.

E.     PENYEBAB KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN
1.      Konflik Islam dengan Kristen
  Para penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran umat Arab memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.
2.      Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Kalau di tempat-tempat lain para mukallaf diperlakukan sebagai umat Islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke-20 M, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para mukallaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya kelompok-kelompok etnis non-Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar kepada sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, di samping kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.
3.      Kesulitan Ekonomi
    Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat “serius”, sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang sangat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
4.      Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Issabella, di antaranya juga disebabkan permasalahan ini.
5.      Keterpencilan
Spanyol Islam bagai terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.[9]

F.     PENGARUH PERADABAN SPANYOL ISLAM DI EROPA
Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak berhutang khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik. Memang banyak saluran yang bagaimana peradaban Islam mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia dan perang salib, tetapi saluran yang terpenting adalah saluran Spanyol Islam.
Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk politik, sosial dan perekonomian, dan peradaban antar negara. Orang-orang Eropa menyadari bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islamjauh meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam pemikiran dan sains di samping bangunan fisik. Yang terpenting adalah pemikiran Ibn Rusydi (1120-1198 M). Ia melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan pikir. Ia mengedepankan sunnatullah menurut pengertian Islam terhadap pantheisme dan anthropomorphisme Kristen. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, hingga di Eropa timbul gerakan Averroisme yang menuntut kebebasan berpikir. Pihak gereja menolak pemikiran rasional yang dibawa geraka Averroisme ini.
Berawal dari gerakan Averroisme inilah di Eropa kemudian lahi reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M. Buku-buku Ibn Rusyd dicetak di Vinesia pada tahun 1481, 1482, 1483, 1489 dan 1500 M. Bahkan, edisi lengkapnya terbit pada tahun 1553 dan 1557 M. Karya-karyanya juga di terbitkan di Napoli pada abad ke-16M, Balagona, Lyonms, dan Starsbroug, dan di awal abad ke-17 di Jenewa.
Pengaruh peradaban Islam termasuk di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd, ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen yang belajar di Universitas-universitas Islam di Spanyol. Seperti Universitas Cordova, Seville, malaga, Granada dan Salamansa. Selama belajar di Spanyol mereka aktif menerjemahkan karya ilmuwan-ilmuwan Muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas pertama di Eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada 1231 M, tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah universitas. Di dalam universitas-universitas itu, ilmu yang mereka peroleh dari universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti dan filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran Al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd.
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian di terjemahkan kembali ke bahasa latin.
Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani Klasik (renaissance) pada abad ke-14 M yang bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan (aufklarung) pada abad ke-18M.




[1] Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT), Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Logo Wacana Ilmu, 1996), h.

[2]  Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (t.p.: PT. Gravindo Persada, 2003), h. 89.

[3] Abdul Mun’im Majid, Sejarah Kebudayaan Islam (t.p.: Pustaka, 1997), h. 182.
[4] Badri Yatim, op. cit., h. 91. 
[5] K. Ali, Sejarah Islam: Tarikh Pramodern (Jakarta: Srigunting, 2003), h. 453. Lihat juga Badri Yatim, op. cit., h. 93-94 dan David Wesenstein, Politics and Society in Islamic, Spain: 1026-1086 (New Jersey: Princeton Univercity Press, 1985), h. 15-16.
[6] Badri Yatim, op. cit., h. 96-97. 
[7] Ibid., h. 97-98.
[8] Ibid., h. 99-100. 
[9] Ibid., h. 107-108. 

Comments

BERITA TERBARU !!

Popular posts from this blog

BIL MA'TSUR ( TAFSIR AYAT DENGAN AYAT )

download TAFSIR AL-NASAFIY

cara atau Kaedah al-Jarh Wa al-Ta’dil Serta Aplikasinya

CARA MELAKUKAN TAKHRIJ HADIS

HADIS TARBAWIY DAN AKHLAK (BERKURANGNYA IMAN KARENA MAKSIAT)

kaedah 'ATAF - AL-'ATFU DALAM AL-QUR'AN

cara TAMBAHAN - kaedah ZIYADAH DALAM AL-QUR'AN

apa contoh MUKJIZAT AL-QUR'AN (Pengertian dan Pembagiannya)

cara melakukan MUNASABAH AYAT

QAWAIDH AL-TAHDIS (Pengertian , Ruang Lingkup dan Urgensinya )