( SEKARANG.GILIRAN KAMI YANG
PRESENTASI…semangat kawan ! )
A. Pengertian Ulum
Al-Qur’an.
Pembicaraan
tentang Ulum al-Qur’an haruslah ditinjau dari makna idafah dan makna
istilahnya.
Secara etimologi istilah ulum al-Qur’an .adalah bahasa arab berbentuk murakkab
idhafi yang tersusun dari dua kata mudaf dan mudaf ilaihi (ùlm al-Qur’an). Kata ùlm adalah
bentuk jamak dari ìlmu yang merupakan ma¡dar dari àlima yang
berarti alfahmu (faham), al-ma’rifah (pengetahuan), al-yaq³n
(kepastian).
Beberapa
kalangan cendikian memberikan defenisi tentang arti dari kata ilmu itu, hal itu
dapat dilihat sebagai berikut:
- Menurut para
ahli filsafat, kata ilmu sebagai gambaran sesuatu yang terdapat dalam akal.
- Menurut Abu
Musa Al-Asy’ari, ilmu ialah sifat yang
mewajibkan pemiliknya mampu membedakan dengan panca indranya.
- Menurut Imam
Ghazali, secara umum arti ilmu dalam istilah syara’ adalah ma’rifat Allah terhadap
tanda-tanda kekuasaan, perbuatan, hamba-hamba dan makhluk-Nya.
- Menurut
Muhammad Abdul ‘A§³m, ilmu menurut istilah adalah
ma’lumat-ma’lumat yang dirumuskan dalam
satu kesatuan judul atau tujuan.
Dari beberapa pengertian di atas,
dapat disimpulkan bahwa kata “ùlm / ilmu” adalah masalah-masalah yang telah dirumuskan dalam satu
disiplin pengetahuan yang terdapat dalam akal pikiran.
Sedangkan kata Qur’±n dari segi isytiqaq-nya adalah masdar
dari qara’a yang bertimbang fu’l±n yang berarti membaca kemudian kata qur’±n
tersebut menjadi kata khusus (ismu alat) bagi kitab yang diturunkan
kepada nabi Muhammad .SAW.
meskipun demikian kalau kita melihat kata qur’±n yang terambil dari akar
kata yang bermakna “menghimpun”. Sehingga tidak selalu harus diartikan dengan
“membaca teks tertulis dengan aksara tertentu”. Dari “mengimpun” lahir aneka
ragam makna, seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti mengetahui
cirri sesuatu dan membaca, baik teks tertulis maupun tidak. Mann± al-Qatt±n mengungkapkan bahwa
kata qur’±n bermakna al-jam’ù (kumpulan). Karena al-Qur’an
memang merupakan kumpulan surah, ayat, perintah dan larangan dan lain-lain.
Sedangkan al-Qur’an menurut istilah para ulama adalah firman Allah Swt. Yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dan membacanya bernilai ibadah.
Secara
terminologis istilah ulum al-Qur’an didefenisikan oleh ulama dengat beragam. Mann±
al-Qatt±n misalnya dengan: Ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang
berhubungan dengan al-Qur’an dari segi sebab turunnya, pengumpulan dan
urutan-urutannya,pengetahuan tentang ayat Makkiyah Madaniyahnya, nasikh
manskhynya, muhkam mutasy±bih-nya dan lain-lain yang berkaitan dengan al-Qur’an.
Sedangkan menurut al–
Zarqaniy adalah pembahasan yang
berhubungan dengan al-Qur’an dari segi turunnya, susunannya, pengumpulannya,
penulisannya, bacaannya, tafsirnya, kemu’
jizatannya,
nasikh manskhnya, dan penolakan dari hal-hal yang bisa menimbulkan
keraguan terhadapnya
Dari
dua defenisi di atas tidak ada perbedaan substansial dari keduanya karena
keduanya sepakat bahwa ulum al-Qur’an adalah ilmu yang obyek dan tema sentralnya adalah al-Qur’an dan keduanya tidak membatasi
kemungkinan adanya aspek ilmu lain yang bisa dikategorikan dan tergabung
sebagai ulum al-Qur’±n.
B.
Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan Ulum Al-Qur’an.
Sebagai
ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, ulum al-Qur’an tidak lahir
sekaligus. ulum al-Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melaui proses
pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk
membenahi al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamannya.
Sebenarnya “bibit” ulum al-Qur’an sudah tumbuh
bersamaan dengan turunnya al-Qur’an, indikasi hal itu adalah banyaknya persoalan-persoalan
tertentu dalam kitab suci tersebut yang ditanyakan oleh sahabat kepada Nabi saw,
karena sulit dijangkau oleh pemahan mereka, seperti yang telah disebutkan,
namun istilah ùlm ini belum
muncul kepermukaan.
Di masa Rasul saw. dan para
shahabat, ulum al-Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri
dan tertulis. Para shahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan
struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul
dan bila menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat
menanyakan langsung kepada Rasul saw.
Di zaman Khulafaur Rasyidin sampai
Dinasti Umayyah, wilayah islam bertambah luas sehingga terjadi pembaruan antara
orang Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan
demikian menimbulkan kekhawatiran shahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa
Arab, bahkan dikhawatirkan tentang bacaan al-Qur’an yang menjadi sebuah standar
bacaan mereka. Untuk mencegah kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan
asli al-Qur’an yang disebut dengan Mushaf Imam. Dan dari salinan inilah suatu
dasar ulum al-Qur’an disebut Al-Rasm Al-U£mani.
Kemudian ulum al-Qur’an memasuki
masa pembukuannya pada abad ke-2 H. Para ulama’
memberikan prioritas perhatian mereka terhadap ilmu tafsir karena fungsinya
sebagai umm al-ùlm al-Qur’±niyyah. Sampai saat ini bersamaan dengan
masa kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama, para ulama’
masih memperhatikan akan ilmu Qur’
an ini. Sehingga tokoh-tokoh ahli tafsir (Qur’
an) masih banyak hingga saat ini di seluruh dunia.
Istilah ulum al-Qur’an baru muncul
pada abad III H, dengan lahirnya kitab
yang membahas masalah-masalah ulum al-Qur’an dengan judul “
ulum al-Qur’an”
oleh
Ibnul Marzuban (W.430 H). Namun ulama lain berpendapat bahwa ulum al-Qur’an
muncul abad V setelah munculnya buku setebal 30 jilid (al-Burhan f³ ùlm al-Qur’±n)
oleh Ali Bin Ibrahim bin Sa’
id yang terkenal dengan al Khufi.
Perkembangan ulum al-Qur’an kemudian berlanjut dari abad keabad hingga
sekarang. Tema pembahasan yang dihasilkan ulama pada abad ini dibandingkan
dengan abad-abad sebelumnya di antaranya berupa penerjemahan al-Qur’
an kedalam bahasa asing. Pada abad ini perkembangan ulum
al-Qur’an diwarnai usaha menebarkan keraguan di sekitar al-Qur’
an yang dilakukan oleh kalangan orientalis.
C.
Ruang Lingkup Pembahasan Ulum Al-Qur’an
dan Korelasinya dengan Tafsir.
Sesuai
dengan namanya yang menggunakan kata
Jama’
(ùlm ), Ilmu ini mempunyai
ruang lingkup pembahasan yang sangat luas. Demikian luasnya sehingga di dalam
pelbagai kitab ulum al-Quran akan ditemukan berbagai aspek pembahasan cabang-cabang
ulum al-Qur’an misalnya dalm kitab al-Itqan karya Imam Sayuthi dibahas sebanyak
80 cabang bahkan Imam al-Suyu¯i menyatakan seandainya saya klasifikasi sesuai
dengan penggabungan dari segi subtansinya kemungkinan sampai kepada 300 cabang
lebih.
Lebih dari itu Abu bakar Ibn al-Arabi mengatakan bahwa ulum al-Qur’an berjumlah
77450 buah, ini apabila kita hitung menurut bilangan kosa kata al-Qur’an yang
dikalikan empat, karena tiap-tiap kosa kata mempunyai Zhahir ba¯in, had
dan mathla’. Apabila dipandang kepada
urutannya dan hubungan-hubungannya maka ilmu–
ilmu al-Qur’an
itu tidak dapat dihitung dan dihinggakan.
Namun
apakah semua ilmu dapat dikategorikan sebagai bahagian ulum al-Qur’an dengan alasan
karena al-Qur’an menyinggung obyek tersebut ? Sebahagian ahli ilmu ini memberi
batasan bahwa yang dikategorikan ilmu-ilmu al-Qur’an adalah ilmu yang ada
kaitannya dengan al-Qur’an dari segi hidayah dari segi i’jaznya saja. Adapun ilmu umum yang
terus berkembang seperti ilmu kimia, matematika yang lain tidak dikategorikan
kedalam kelompok ilmu ini alasannya karena al-Qur’an diturunkan bukan untuk
memecahkan teori-teori itu walaupun pada saat yang sama al-Qur’an menyuruh kita
untuk mempelajarinya .
Secara garis besar, ulum al-Qur’an
terbagi menjadi 2 pokok bahasan, yaitu :
- Ilmu yang
berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang
macam-macam bacaan, tempat turun ayat-ayat al-Qur’an, waktu-waktu turunnya
dan sebab-sebabnya.
- Ilmu yang
berhubungan dengan dirayah, yaitu ilmu yang diperoleh dengan jalan
penelaahan secara mendalam, seperti memahami lafadz yang ghorib (asing)
serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.
Bekenaan
dengan maslah ini Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy cenderung membagi ruang lingkup
pembahasan al-Qur’an atas enam pokok yaitu
:
1.
Pesoalan turunnya al-Qur’an dalam hal
ini terdapat tiga hal yaitu :
a)
Waktu dan tempat turunnya al-Qur’an
b)
Sebab-sebab turunnya al-Qur’an (Asbab an-nuzul-nya
)
c)
Sejarah turunnya al-Qur’an
2. Persoalan
sanad (Rangkaian periwayat).Dalam hal ini terdapat enam hal
a)
Riwayat mutawatir
b)
Riwayat ahad
c)
Riwayat syadz
d)
Macam-macam qira’at
Nabi
e)
Para perawidan penghafal al-Qur’an
f)
Cara-cara
penyebaran riwayat ( Tahammul)
3. Persoalan qira’at ( Cara membaca al-Qur’an ):
a)
Cara berhenti
b)
Cara memulai
c)
Imalah
d)
Bacaan yang dipanjangkan
e)
Bacaan hamzah yang diringankan
f)
Bunyi huruf yang disukun dimasukkan pada bunyi yang
sesudahnya
4. Persoalan
kata-kata al-Qur’an, dalam hal ini terdapat beberapa hal, di antaranya :
a)
Kata-kata asing dalam al-Qur’an
b)
Kata-kata al-Qur’an yang berubah kata-kata akhirnya (Mu’rab)
c)
Kata-kata al-Qur’an yang mempunyai makna serupa (
Homonim)
d)
Padanan kata ( Sinonim )
e)
Isti’arah
5.
Persoalan makna-makna al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum dalam hal ini diantaranya :
a)
Makna ‘am
b)
Makna mujmal
c)
Makna terperinci
d)
Makna yang ditunjukkan oleh konteks
6. Persoalan
makna al-Qur’an yang berpautan dengan kata-kata al-Qur’an diantara hal ini adalah
:
a)
Uraian panjang (I¯nab)
b)
Uraian singkat (I’jaz)
c)
Uraian seimbang ( Mus±wah )
Sedangkan ruang lingkup pembahasan al-Qur’an
dari segi kewahyuannya Hasbi Ash-Shiddiqy menyebutkan 17 bagian pokok yang
harus dipelajari yaitu : Ìlmu mawatin an-Nuzul, Ìlmu Taw±rikh an-Nuzl, Ìlmu
asb±b an-Nuzl, Ìlmu qiraaat, Ìlmu Tajwid, Ìlmu Ghar³b al-Qur’±n,Ìlmu I’r±b al-Qur’±n, Ìlmu Wujh wa al-Nazh±ir
al-Qur’±n, Ìlmu Ma’rifatil muhkam wal mutasy±bih, Ìlmu
nasikh manskh, Ìlmu badi’ul qur’±n, Ìlmu I’j±zul qur’±n, Ìlmu tan±sub ayat al-Qur’±n, Ìlmu
aqs±m al-Qur’±n, Ìlmu amtsal al-Qur’±n, Ìlmu jid±l al-Qur’±n dan Ìlmu adab til±wah
al-Qur’±n.
Dalam proses pemahaman dan
penafsiran selalu diasumsikan adanya tiga aspek yang terlibat yaitu dunia
pengarang, dunia teks dan pembaca. Persoalan yang muncul dan menjadi rumit adalah
ketika jarak waktu tempat dan budaya antara pembaca dengan pengarang dan teks
demikian jauh. Al-Qur’an yang diturunkan di Arab dan berbahasa Arab akan
berbeda ditangkap oleh kita bangsa Indonesia yang secara kultur dan
bahasa berbeda. Akan tetapi al-Qur’an bagaimanapun adalah kitab Allah untuk
semua manusia yang mengandung nilai-nilai universal yang kontekstual untuk segala
zaman.
Setiap
orang yang hendak menafsirkan membutuhkan ilmu-ilmu bantu, ilmu-ilmu yang
dimaksudkan adalah ulum al-Qur’an . Dengan demikian dapat dipahami bahwa al-Qur’an
memiliki korelasi yang tidak dapat dipisahkan dengan tafsir.
Comments
Post a Comment