KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS Pendahuluan latar belakang Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah dua sumber utama ajaran Islam. Oleh karena itu, keduanya selalu dijadikan landasan keyakinan, ritual, adat istiadat, etika, ekonomi, politik, peradaban dan seluruh aspek kehidupan umat Islam, baik yang sakral maupun duniawi, pada tataran ¥ abl minallah (vertikal) dan ¥ abl min al. -n ± s (horizontal).

PENGAMATAN ILMIAH, BAHASA ILMIAH, METODE ILMIAH, ILMU SEBAGAI PENGETAHUAN

PENGAMATAN ILMIAH, BAHASA ILMIAH, METODE ILMIAH, ILMU SEBAGAI PENGETAHUAN

 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengemukakan sebuah masalah pokok yaitu bagaimana mengetahui model pengamatan yang ilmiah dan bagaimana mengetahui ilmu sebagai pengetahuan dan metode ilmiah. Merujuk pada masalah pokok di atas, penulis menganggap perlu adanya sub masalah yang dijadikan sebagai sentral dalam pembahasan makalah ini yaitu:

1.      Bagaimana Model Pengamatan yang Ilmiah?

2.      Seperti Apakah Bahasa Ilmiah itu?

3.      Bagaimana Ilmu sebagai pengetahuan?

4.      Bagaimana Ilmu sebagai Metode Ilmiah?

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.               Pengamatan Ilmiah

Perkembangan pesat dalam keilmuan manusia, sangat didukung oleh kemajuan bidang penelitian. Salah satu komponen penelitian yang terpenting adalah melalui satu proses pengamatan terlebih dahulu.Semakin mendetail sebuah pengamatan yang dilakukan akan menghasilkan penelitian yang  mendalam dan komprehensif.

Pengamatan merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir, dengan pengamatan manusia dapat menghasilkan suatu pengetahuan.

Pengamatan ilmiah adalah proses sistematik dari pencatatan pola-pola perilaku manusia, obyek, dan peristiwa tanpa bertanya atau berkomunikasi dengan mereka. Merupakan kegiatan yang dilakukan sendiri oleh pengamat tanpa mesti mengikutsertakan partisipasi langsung obyek pengamatan.[1]

Suparlan Suhartono, dalam bukunya yang berjudul “Filsafat Ilmu Pengetahuan” dijelaskan bahwa dalam melakukan pengamatan secara ilmiah, maka ada beberapa hal yang terkait di dalamnya, diantaranya:

a.      Objek yang akan diamati

       Objek adalah sesuatu yang dapat dilihat, disentuh, dan diindra, sesuatu yang dapat disadari secara fisik atau mental serta sesuatu yang menjadi pokok dalam suatu pengamatan. Objek juga dapat dipahami sebagai suatu sarana pokok atau tujuan penyelidikan ilmiah, objek itu sendiri terbagi kedalam dua jenis yaitu objek materi dan objek formal.

Adapun yang dimaksud dengan objek materi ialah sarana pokok penyelidikan berupa materi yang dihadirkan dalam suatu pemikiran atau pengamatan, namun yang terkandung di dalamnya bisa saja berupa benda-benda material atau non material, bisa juga berupa masalah-masalah, ide-ide, konsep-konsep. Jadi tidak terbatas pada realitas konkret atau realitas abstrak. Sedangkan objek formal ialah yang akan menjelaskan akan pentingnya arti, posisi dan fungsi objek di dalam ilmu pengetahuan atau hakikat(esensi).[2]

Asmoro Achmadi, memberikan pengertian bahwa objek materi adalah hal atau bahan yang diselidiki (hal yang dijadikan sasaran pengamatan). Sedangkan objek formal adalah sudut pandang (darimana hal atau bahan tersebut dipandang)[3].

b.      Empirik

Empirik/Empiris berasal dari bahasa Yunani empeirikos/emperia yaitu pengalaman sebagai sumber pengetahuan, pengalaman yang dimaksud disini adalah pengalaman atau pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan indrawi.[4]

c.         Rasio

Rasio atau akal, pengetahuan bersumber dari akal-pikiran. Akal-pikiran secara deduktif bekerja untuk mendapatkan pengetahuan yang pasti, jadi akal-pikiran berperan sebagai perantara dalam melakukan pengamatan untuk memperoleh pengetahuan.[5]

Van Peursen mengatakan bahwa akal atau rasio yang mempunyai peran penting dalam membentuk pengetahuan, sumbangan akal lebih besar dari indera, lanjut Van Peusen mengemukakan bahwa mustahil membentuk ilmu hanya berdasarkan fakta, data empiris atau pengamatan semata tanpa peranan rasio di dalamnya.[6]

Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki oleh pengamatan ilmiah adalah:

-           Harus memiliki objek tertentu (formal dan material).

-          Harus bersistem (runtut/teratur).

-          Metode tertentu yang sifatnya yang umum. Meliputi metode deduksi, induksi dan analisis.

Selanjutnya  ciri dari penelitian pengamatan ilmiah ialah:

-          Objek yang akan diteliti

-          Alat bantu, waktu dan lokasi

-          Penelitian dapat diulang

-          Parameter penelitian disajikan dengan objektif

-          Pengamatan bersifat aktif bukan pasif.[7]

 

 

 

B.     Bahasa Ilmiah

Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, dia merupakan hal lazim dalam kehidupan. Kelaziman tersebut membuat manusia jarang memperhatikan bahasa, dan menganggapnya suatu hal yang biasa, seperti bernafas dan berjalan. Padahal bahasa mempunyai pengaruh yang luar biasa dan termasuk yang menjadi ciri khas manusia.

Banyak ahli bahasa yang telah memberikan uraiannya tentang pengertian bahasa yang sudah barang tentu setiap ahli berbeda cara menyampaikannya. Bloch and Trager misalnya yang mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi.[8]

Bahasa ilmiah adalah bahasa yang digunakan dalam kegiatan ilmiah[9]. Bahasa ilmiah merupakan salah satu ragam dalam lingkup bahasa Indonesia secara umum. Ragam bahasa ilmiah memiliki ciri tersendiri, dan itu pulalah yang kemudian dijadikan standar akan keilmiahan sebuah ungkapan bahasa Indonesia.

Bahasa ilmiah selalu dituntut secara deskriptif sehingga memungkinkan pembaca untuk ikut menafsirkan dan mengembangkan lebih jauh[10].

Adapun ciri - ciri bahasa ilmiah adalah, cendekia, lugas, jelas, formal, obyektif, konsisten, bertolak dari gagasan, ringkas dan padat.[11]

1.      Cendekia, bahasa yang cendekia mampu pernyataan yang tepat dan seksama, sehingga gagasan yang disampaikan dapat diterima dengan tepat dan benar oleh pembaca.Lugas, paparan yang lugas akan menghindari kesalahpahaman dan kesalahtafsiran terhadap isi kalimat. Sehingga penulisan yang bersifat sastra hendaknya dihindari dalam penyampaian atau penulisan ilmiah.

2.      Jelas, gagasan yang mudah dipahami adalah yang dituangkan dengan bahasa yang jelas serta hubungan antara satu gagasan dengan gagasan lain juga jelas. Maka sebisa mungkin memilih ungkapan yang tidak samar-samar penyebutan dan pemaknaannya.

3.      Formal, bahasa yang digunakan dalam komunikasi ilmiah adalah bahasa formal. Tingkat keformalan sebuah ungkapan dapat dilihat pada lapis kosa kata, bentukan kata, dan kalimatnya.

4.      Kalimat formal dalam tulisan ilmiah memiliki ciri tersendiri. Pertama, kelengkapan unsur  wajib (subyek dan predikat). Kedua, ketepatan penggunaan kata fungsi atau kata tugas. Ketiga, kebernalaran isi. Keempat, tampilan essei formal.

5.      Obyektif, sifat obyektif tidak cukup hanya dengan  menempatkan gagasan sebagai pangkal tolak, tetapi juga diwujudkan dalam penggunaan kata. Kata yang menunjukkan sikap ekstrim dapat memberi kesan subyektif dan emosional. Kata seperti harus, wajib, tidak mungkin tidak, pasti, selalu perlu dihindari.

6.      Konsisten, unsur bahasa, tanda baca, dan istilah. Sekali digunakan sesuai dengan kaidah, maka untuk selanjutnya digunakan secara konsisten.

7.      Bertolak dari gagasan, bahasa ilmiah digunakan dengan orientasi gagasan. Pilihan kalimat yang cocok adalah kalimat pasif, sehingga kalimat aktif dengan penulis sebagai pelaku perlu dihindari. Orientasi pelaku yang bukan penulis dan tidak berorientasi pada gagasan, juga perlu dihindari.

8.      Ringkas dan padat, ciri padat merujuk pada kandungan gagasan yang diucapkan dengan unsur-unsur bahasa. Karena itu, jika gagasan yang terungkap sudah memadai dengan unsur bahasa yang terbatas dan tanpa pemborosan, ciri kepadatan sudah terpenuhi. Keringkasan dan kepadatan penggunaan bahasa tulis ilmiah juga ditandai dengan tidak adanya kalimat atau paragraf yang berlebihan dalam tulisan ilmiah.

Karya seorang ilmuan barulah mendekati kesempurnaan apabila dituangkan dalam sebuah tulisan representatif. Namun pada kenyataannya, menuliskan ide-ide cemerlang dalam sebuah tulisan merupakan hal yang cukup sulit. Butuh keterampilan tersendiri dalam penyajiannya, agar bisa mengandung unsur-unsur ide tersebut dan mampu menyampaikannya dengan baik kepada para pembaca.

Bukan hanya pada penulisan, bahkan dalam penyampaian langsung-pun harus tersusun dari ungkapan-ungkapan yang baik dan tersusun rapi. Sebagai prasyarat tersampaikannya maksud yang diinginkan. Dari hal-hal di atas, sangat perlu mengetahui dan menguasai bahasa ilmiah.

Kajian tentang bahasa ilmiah, termasuk pembahasan yang masih mengalami perkembangan hingga saat ini. Hal itu, didasari semakin berkembangnya standar-standar kebaku-an dalam bahasa Indonesia sehingga berdampak pada keilmiahan bahasa Indonesia itu sendiri.

 

1. Fungsi Bahasa

Secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi bahasa adalah:

a.                   Koordinator kegiatan-kegiatan masyarakat.

b.                  Penetapan pemikiran dan pengungkapan.

c.                   Penyampaian pikiran dan perasaan.

d.                  Penyenangan jiwa.

e.                   Pengurangan kegoncangan jiwa.

Mengutip pendapat  Halliday, Amsal Bakhtiar menuliskannya dalam bukunya filsafat Ilmu  membagi fungsi bahasa kedalam tujuh bagian, yaitu:

1.                  Fungsi instrumental yaitu menggunakan bahasa untuk mencapai suatu hal yang bersifat materi seperti makan, minum dan sebagainya.

2.                  Fungsi regulatoris yaitu penggunaan bahasa untuk memerintahkan dan perbaikan tingkah laku.

3.                  Fungsi personal yaitu menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan dan pikiran.

4.                  Fungsi heuristik yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkap fenomena dan keinginan untuk mempelajari.

5.                  Fungsi imajinatif yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang dan gambaran-gambaran tentang discoveri seseorang.

6.                  Fungsi representasional yaitu penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran dan wawasan.[12]

Lebih lanjut, Desmond Morris mengemukakan empat fungsi bahasa, yaitu:

  1. Information talking, yaitu pertukaran keterangan dan informasi.
  2. Mood talking, yaitu bahasa yang terlontar diri sendiri (sipembicara).
  3. Exploratory talking, yaitu ujaran untuk kepentingan ujaran (penjelasan demi penjelasan)
  4. Grooming talking, tuturan yang sopan yang maksudnya kerukunan melalui percakapan, yakni menggunakan bahasa untuk memperlancar proses sosial dan menghindari pertentangan.

Buhler membedakan fungsi bahasa kedalam bahasa ekspresif, bahasa konatif dan bahasa representasional.

a.       Bahasa ekspresif, yaitu bahasa yang terarah pada diri sendiri yakni si pembicara.

b.      Bahasa konatif, yakni bahasa yang terarah pada lawan bicara.

c.       Bahasa representasional, yaitu bahasa yang terarah pada kenyataan lainnya, yaitu apa saja selain si pembicara atau lawan bicara.[13]

Dari berbagai macam fungsi bahasa yang telah diuraikan di atas melalui para pakar yang ahli dalam bidang ini, namun walaupun tampak perbedaan akan tetapi pendapat ini saling melengkapi.

2.      Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah.

Berpikir ilmiah membutuhkan langkah-langkah dan sarana-sarana pendukung, salah satu pendukung inti tersebut adalah bahasa. Penguasaan terhadap sarana tersebut akan berdampak besar terhadap pencapaian tujuan yang ingin digapai. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berpikir ilmiah untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain.

Secara otomatis, hubungan antara kegiatan berpikir ilmiah sangat erat kaitannya dengan bahasa. Menggunakan bahasa yang baik dalam berpikir ilmiah belum tentu mendapatkan kesimpulan yang benar, apalagi dengan bahasa yang tidak baik dan benar. Premis yang salah akan menghasilkan kesimpulan yang salah juga. Semua itu tidak terlepas dari fungsi bahasa itu sendiri sebagai sarana berpikir.

Ketika bahasa disifatkan dengan ilmiah, fungsinya untuk komunikasi disifatkan dengan ilmiah juga yakni komunikasi ilmiah. Untuk  mencapai komunikasi yang ilmiah, maka bahasa yang digunakan harus terbebas dari unsur emotif.[14]

Untuk dapat berpikir ilmiah, seseorang selayaknya menguasai kriteria maupun langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah. Dengan menguasai hal tersebut tujuan yang akan dicapai akan terwujud. Disamping menguasai langkah-langkah tentunya kegiatan ini dibantu oleh sarana berupa bahasa, logika dan statistik.

Berbicara masalah sarana ilmiah, maka ada dua hal yang harus diperhatikan diantaranya:

a.       Sarana ilmiah itu merupakan ilmu dalam pengertian bahwa ia merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah, seperti menggunakan berpikir induktif dan deduktif dalam mendapatkan pengetahuan.

b.      Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan penelitian ilmiah secara baik.[15]

Dengan demikian, jika hal tersebut dikaitkan dengan berpikir ilmiah, sarana ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuan berdasarkan metode ilmiah.

Bahasa sebagai alat komunikasi yang digunakan dalam proses berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Dengan kata lain kegiatan berpikir ilmiah sangat bertalian atau berkaitan erat dengan bahasa. Menggunakan bahasa yang baik belum tentu mendapatkan kesimpulan yang benar demikian pula sebaliknya, kesemuanya ini tidak terlepas dari fungsi bahasa itu sendiri sebagai sarana berpikir.

 

C.     Ilmu sebagai pengetahuan.

1.                  Pengertian Ilmu dan Pengetahuan

Kata ilmu pada dasarnya berasal dari bahasa Arab dengan kata dasar; '''alima, ya'lamu, ilman'' yang berarti mengerti atau memahami dengan benar-benar. Dalam bahasa inggris istilah ilmu dikenal dengan kata ''science'' dari kata kerja ''scire'', yang berarti mempelajari dan memahami. Kata Science kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi Sains yang merupakan sinonim dari ilmu.[16]Jadi ilmu maupun science secara etimologis berarti pengetahuan.

Istilah ilmu dan sains menurut Mulyadhi Kartanegara tidak berbeda dengan terutama sebelum abad ke-19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampau pada bidang-bidang nonfisik, seperti metafisika.

Menurut The Liang Gie, Ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas,atau metode merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang dilaksanakan dengan metode tertentu, yang akhirnya aktivitas metodis itu menghasilkan pengetahuan ilmiah.

Menurut W.Atmojo, Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disususn secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala bidang tertentu di bidang (pengetahuan) itu.

Mohammad Hatta, mendifinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kdudukannya tampak dari luar, ataupun menurut hubungannya dari dalam.

Berdasarkan beberapa pengertian  diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah sistem dari berbagai pengetahuan masing-masing mengenai suatu pengalaman tertentu yang disusun melalui sistem tertentu,sehingga menjadi suatu kesatuan atau suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing diperlukan sebagai hasil pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memahami metode-metode tertentu atau ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri,syarat tertentu,yaitu sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka, dan kumulatif.

Kata Ilmu dapat dikaitkan dengan "pengetahuan", akan tetapi kedua istilah tersebut tidak boleh dikacaukan diantara keduanya. Kata science dan knowledge apabila digabungkan,maka akan menjadi "ilmu Pengetahuan". Untuk membedakan antara ilmu pengetahuan dengan pengetahuan biasa maka hendaklah dimulai dengan pemberian pengertian masing-masing. Pengetahuan biasa dapat diartikan dengan "knowledge" artinya pengetahuan biasa. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah "science".

Pengetahuan adalah berasal dari akar kata “tahu” yang berarti mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami atau diajar).[17] Setiap disiplin ilmu membatasi diri pada salah satu objek kajian. Seseorang yang memperdalam disiplin ilmu tertentu disebut spesialis. Namun, bila dilihat dari aspek filsafat, ilmu lebih khusus dibandingkan dengan pengetahuan.

Poejawijatna mengemukakan pengetahuan biasa yaitu pengetahuan tentang hal-hal yang berlaku umum dan pasti untuk keperluan sehari-hari.[18]

Adapun pengertian pengetahuan menurut Surajiyo adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu atau segala perbuatan manusia untuk  memahami suatu objek yang dihadapinya. Namun manusia tidak dapat menuntut bahwa memperoleh sesuatu itu berarti sudah jelas kebenarannya, karena boleh jadi hanya kebetulan saja.

Sedangkan Sidi Gazalba menyebutkan bahwa pengetahuan ialah apa yang diketahui atau hasil tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari pada : kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu semua yang milik atau isi pikiran.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya, hasil usaha manusia memahami suatu objek tertentu.

 

 

Ada beberapa pengetahuan yang dimiliki manusia,yaitu:

1.      Pengetahuan biasa atau common sense

2.      Pengetahuan ilmu,secara singkat orang menyebutnya yaitu"ilmu" sebagai terjemahan dari "science".

3.      Pengetahuan filsafat atau dengan singkat saja disebut filsafat.

4.      Pengetahuan religi(pengetahuan agama),pengetahuan atau kebenaran yang bersumber dari agama[19].

Adapun aktivitas manusia yang dapat mengembangkan pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya bahasa dan penalaran. Melalui bahasa, manusia tidak hanya berkomunikasi dengan sesamanya juga dapat memperdebatkan temuan dan pengetahuannya terhadap manusia lainnya serta dapat saling menambah dan berbagi pengetahuan yang dimilikinya. Sedangkan penalaran,manusia dapat mengembangkan pengetahuan dengan cepat dan mantap dengan upaya pengentisipasian terhadap gejala-gejala yang terjadi, sehingga pengetahuan manusia senantiasa berubah, semakin dinamis,progresif,dan inovatif.[20]

Kedua hal inilah manusia terus mengembangkan pengetahuan untuk memperoleh kenikmatan,kesenangan,kemudahan,dan kebahagiaan dengan inovasi yang dilakukan manusia yang kemudian berusaha memecahkan masalah-masalah yang terjadi di lingkungannya dan mengembangkan kerangka berpikir tertentu untuk menghasilkan ilmu.

Adapun jenis-jenis pengetahuan dapat dibagi menjadi; pengetahuan ilmiah dan non ilmiah. Pengetahuan non Ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara yang tidak termasuk dalam kategori metode ilmiah.Dalam hal ini termasuk juga pengetahuan yang dalam tahap terakhir direncanakan untuk diolah menjadi pengetahuan ilmiah, yang biasa disebut dengan istilah pengetahuan pra ilmiah.Secara umum pengetahuan non ilmiah ialah segenap hasil pemahaman manusia atas sesuatu atau objek tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini yang cocok adalah hasil pendengaran, hasil penglihatan maupun pengecapan lidah dan sebagainya. Sedangkan pengetahuan ilmiah adalah segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh berdasarkan metode-metode ilmiah.[21]  

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Secara terminologi yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan (knowlegde) yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pikiran, pengetahuan dapat diperiksa dan ditelaah (dikontrol) dengan kritis oleh setiap orang lain yang ingin mengetahuinya. Jadi ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis yang bertujuan untuk lebih mengetahui dan mendalami segala segi kehidupan.

Berdasarkan hal tersebut, dapat diperoleh bahwa pengetahuan merupakan bahan utama bagi ilmu. Selain itu bahwa pengetahuan tidak menjawab pertanyaan dari adanya kenyataan, sebagaimana dapat dijawab oleh ilmu. Dengan perkataan lain, pengetahuan dapat menjawab tentang apa, sedangkan ilmu menjawab pertanyaan tentang mengapa dari kenyataan atau kejadian. Lebih jauh ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya. Hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan (prediksi) dan mengendalikan (kontrol) gejala-gejala alam. Hal ini mudah dimengerti karena pengetahuan keilmuan merupakan sari penjelasan mengenai kejadian-kejadian di alam, yang bersifat umum dan impersonal.

2.                  Perbedaan antara ilmu dan pengetahuan

Adapun perbedaan antara ilmu dan pengetahuan. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem, dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sedangkan pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, sedangkan ilmu sudah merupakan bagian yang lebih tinggi dari itu karena memiliki metode dan mekanisme tertentu. Ilmu bagaikan sapu lidi, yakni sebagian lidi yang sudah diraut dan dipotong ujung dan pangkalnya kemudian di ikat, sehingga menjadi sapu lidi, sedangkan pengetahuan adalah lidi-lidi yang masih berserakan di pohon kelapa, dipasar, dan ditempat lain yang belum tersusun dengan rapi.[22]

Jadi, Ilmu mempunyai jangkauan yang lebih luas dari pengetahuan. Ketika seseorang ingin mendapatkan ilmu maka ia harus mempelajari pengetahuan. Artinya setiap ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis membentuk sebuah alur konkret yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Tidak semua pengetahuan merupakan suatu ilmu, hanya pengetahuan yang tersusun secara sistematis saja yang yang merupakan ilmu. Sistematika berarti urutan-urutan yang tertentu daripada unsur-unsur yang merupakan suatu kebulatan, sehingga dengan adanya sistematika tersebut akan jelas tergambar apa yang merupakan garis besar dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.

Pengetahuan yang dipergunakan orang, terutama untuk hidupnya sehari-hari tanpa mengetahui seluk beluk yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, Poedjawijatna menamainya dengan pengetahuan biasa. Sedangkan orang yang menaruh minat pada guna pengetahuannya bagi hidup sehari-sehari adalah orang yang ingin tahu dan berusaha mengetahuinya secara mendalam dan memiliki obyek tertentu bukan hanya gunanya tetapi juga untuk mencapai kebenaran, disebut dengan ilmu, karena tujuan utama ilmu adalah adalah untuk mencapai kebenaran.

Dari sudut penerapannya, maka biasanya ilmu dibedakan antara ilmu pengetahuan murni dengan ilmu pengetahuan yang diterapkan. Ilmu pengetahuan murni terutama bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak, yaitu mempertinggi mutunya. Ilmu pengetahuan yang diterapkan bertujuan untuk mempergunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut di dalam masyarakat dengan maksud untuk membantu masyarakat di dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya.[23]

Jadi, Ilmu murni dihadapkan kepada masalah-masalah teoritis akademis,sedangkan ilmu terapan (applied science) berhubungan dan ditimbulkan oleh masalah-masalah praktis. Pembagian ilmu-ilmu tersebut menjadi ilmu murni dan ilmu terapan, bukan merupakan suatu dikotomi (dua hal yang bertentangan), melainkan antara keduanya memiliki hubungan yang saling melengkapi (komplkementer).

Adapun beberapa ciri-ciri utama ilmu menurut terminologi,antara lain;

·                     Ilmu adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur, dan dibuktikan. Berbeda dengan iman, yaitu pengetahuan didasarkan atas keyakinan kepada yang gaib dan penghayatan serta pengalaman pribadi

·                     Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri, sebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke obyek [atau alam obyek] yang sama dan saling berkaitan secara logis. Karena itu, koherensi sistematik adalajh hakikat ilmu. Prinsip-prinsip obyek dan hubungan-hubungannya yang tercermin dalam kaitan-kaiatan logis yang dapat dilihat dengan jelas. Bahwa prinsip-prinsip logis yang dapat dilihat dengan jelas. Bahwa prinsip-prinsip metafisis obyek menyingkapkan dirinya sendiri kepada kita dalam prosedur ilmu secara lamban, didasarkan pada sifat khusus intelek kita yang tidak dapat dicarikan oleh visi ruhani terhadap realitas tetapi oleh berpikir

·                     Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat di dalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapan

·                     Ciri hakiki lainnya dari ilmu ialah metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan ide yang terpisah-pisah. Sebaliknya, ilmu menuntut pengamatan dan berpikir metodis, tertata rapi. Alat Bantu metodologis yang penting adalah terminology ilmiah. Yang disebut belakangan ini mencoba konsep-konsep ilmu.[24]

 

 

D.    Ilmu sebagai Metode

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu, Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetuahuan dapat disebut ilmu tercantum dengan apa yang dinamakan dengan metode ilmiah.

Metode yang dimaksud disini adalah suatu cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang benar. Metode merupakan cara-cara penyelidikan yang bersifat keilmuwan, yang sering disebut metode ilmiah (Scientific methods). Metode ini perlu agar tujuan keilmuan yang berupa kebenaran objektif dan dapat dibuktikan bisa tercapai. Dengan metode ilmiah, kedudukan pengetahuan berubah menjadi ilmu pengetahuan,yaitu menjadi lebih khusus dan terbatas lingkup studinya.[25]

Secara etimologis, metode berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “Meta” yang artinya sesudah atau dibalik sesuatu, dan “Hodos” yang artinya jalan yang harus ditempuh.  Ada juga yang mengatakan metode berasal dari bahasa Yunani ‘Methodos’ yang berarti jalan. Sedangkan dalam bahasa latin ‘methodus’ berarti cara. Metode menurut istilah adalah suatu proses atau atau prosedur yang sistematik berdasarkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik ilmiah yang dipakai oleh suatu disiplin (bidang studi) untuk mencapai suatu tujuan. Jadi, ia dapat dikatakan sebagai cara kerja ilmiah.

Sebelum menjelaskan ilmiah terlebih dahulu harus mengetahui dulu ilmu. Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Pengertian “Ilmiah” secara istilah dapat diartikan sebagai sesuatu hal yang bersifat keilmuan/sains (pemahaman tentang sesuatu yang dapat diterima secara logika/akal/pikiran/penalaran).Ilmu yang ilmiah (Ilmu Pengetahuan) adalah ilmu yang diperoleh dan dikembangkan dengan mengolah atau memikirkan realita yang berasal dari luar diri manusia secara ilmiah, yakni dengan menerapkan Metode Ilmiah.

Sehingga di dapat metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah ada atau suatu proses atau prosedur yang sistematik berdasarkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik ilmiah yang dipakai oleh suatu disiplin (bidang studi) untuk mencapai suatu tujuan dan dapat diuji kebenarannya, jadi ia dapat dikatakan sebagai cara kerja ilmiah.

Tujuan dari penggunaan metode ilmiah ini yaitu agar ilmu berkembang dan tetap eksis dan mampu menjawab berbagai tantangan yang dihadapi. Kebenaran dan kecocokan kajian ilmiah, akan terbatas pada ruang, waktu, tempat dan kondisi tertentu.[26]

Untuk memperoleh pengetahuan, maka digunakanlah metode berfikir ilmiah. Namun tidak semua pengetahuan didapatkan melalui metode ilmiah. Tetapi agar ilmu berkembang dan tetap eksis dan mampu menjawab berbagai tantangan yang dihadapi, maka digunakanlah metode ilmiah ini. Metode ini perlu, agar tujuan keilmuan yang berupa kebenaran obyektif dan dapat dibuktikan bisa dicapai.  Oleh sebab itu, dengan metode kedudukan suatu pengetahuan sebagai ilmu pengetahuan menjadi benar dan tetap. Ilmu pada dasarnya sama dengan pengetahuan, karena keduanya memiliki obyek.  Jadi untuk mencapai suatu kebenaran maka ilmu itupun harus sesuai dengan obyeknya.

Persesuaian antara pengetahuan dengan obyeknya (kebenaran) harus dicari jalan tertentu untuk mencapai kebenaran, cara untuk mencapai kebenaran itu dalam ilmu ini disebut metode. Kebenaran tentang suatu obyek dalam keseluruhannya yang telah dicapai dengan mempergunakan metode, serta dirumuskan secara baik sehingga mencakup seluruh obyek serta dengan aspek-aspeknya disebut sistem. Dengan demikian jika pengetahuan hendak disebut ilmu, maka harus memiliki obyek, metode dan sistem.

Metode berpikir ilmiah memiliki peranan penting dalam membantu manusia untuk memperoleh pengetahuan cakrawala baru dalam menjamin eksistensi kehidupan manusia. Dengan menggunakan metode berfikir ilmiah, manusia terus mengembangkan pengetahuannya.

Ada 4 cara manusia memperoleh pengetahuan:

 

1.    Berpegang pada sesuartu yang telah ada (metode keteguhan)

 

2.    Merujuk kepada pendapat ahli

 

3.    Berpegang pada intuisi (metode intuisi)

 

4.    Menggunakan metode ilmiah

 

Dari ke empat itulah, manusia memperoleh pengetahuannya sebagai pelekat dasar kemajuan manusia. Namun cara yang ke empat ini, sering disebut sebagai cara ilmuan dalam memperoleh ilmu. Dalam praktiknya, metode ilmiah digunakan untuk mengungkap dan mengembangkan ilmu, melalui cara kerja penelitian.

Dengan ditemukannya metode berfikir ilmiah, secara langsung telah menyebabkan terdinya kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Manusia bukan saja hidup dalam ritmis modernisasi yang serba mudah dan menjanjkan.Lebih dari itu semua, manusia dapat menggapai sesuatu yang sebelumnya seolah tidak mungkin. Manusia tidak lagi berpangku tangan, terhadap apa yang menjadi kehendak alam.

Jujun S. Suriasumantri alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan yang sifatnya ilmiah adalah:

1.  Perumusan masalah, yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasi faktor-faktor yang terkait di dalamnya.

2.  Penyusunan kerangka berpikir dalam mengajukan hipotesis, merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional yang telah diuji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.

3.  Perumusan hipotesis, yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.

4.  Pengujian hipotesis, yang merupakan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.

5.  Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup yang mendukung hipotesis, maka hipotesis itu diterima. Sebaliknya sekiranya dalam proses pengujian tidak terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis maka hipotesis itu ditolak.Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah, sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya. Pengertian kebenaran ini harus ditafsirkan secara pragmatis, artinya bahwa sampai saat ini belum terdapat fakta yang menyatakan sebaliknya.[27]

Jadi, Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar suatu pengamatan dapat disebut ilmiah, meskipun langkah-langkah ini secara konseptual tersusun dalam urutan yang teratur, dimana langkah yang satu merupakan landasan bagi langkah berikutnya, namun dalam prakteknya sering terjadi lompatan-lompatan. Hubungan antara langkah yang satu dengan langkah lainnya tidak terikat secara statis, melainkan bersifat dinamis dengan proses pengamatan ilmiah yang tidak semata mengandalkan pengamatan melainkan juga imajenasi dan kreativitas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan sebelumnya,maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

 Pengamatan ilmiah adalah proses sistematik dari pencatatan pola-pola perilaku manusia, obyek, dan peristiwa tanpa bertanya atau berkomunikasi dengan mereka. Pengamatan merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan, manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir, dengan pengamatan manusia dapat menghasilkan suatu pengetahuan.

Bahasa ilmiah adalah bahasa yang digunakan dalam kegiatan ilmiah.Ciri bahasa ilmiah adalah, cendekia, lugas, jelas, formal, obyektif, konsisten, bertolak dari gagasan, ringkas dan padat. Bahasa sebagai alat komunikasi yang digunakan dalam proses berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Dengan kata lain kegiatan berpikir ilmiah sangat bertalian atau berkaitan erat dengan bahasa. Menggunakan bahasa yang baik belum tentu mendapatkan kesimpulan yang benar demikian pula sebaliknya, kesemuanya ini tidak terlepas dari fungsi bahasa itu sendiri sebagai sarana berpikir.

Dari segi maknanya ilmu mencakup 3 hal yaitu, pengetahuan, aktivitas, dan metode. Ketiganya merupakan suatu kesatuan yang logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia. Akivitas tersebut harus dilaksanakan dengan metode tertentu dan akhirnya aktivitas metodis itu menghasilkan pengetahuan. Kesatuan dari ketiga hal tersebut= susunan  ilmu.

Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman,kemasyarakatan atau individu untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan atau pun melakukan penerapan.

 Ilmu adalah pengetahuan, tetapi tidak semua pengetahuan adalah ilmu.Pengetahuan adalah pembentukan pemikiran asosiatif yang menghubungkan atau menjalin sebuah fikiran dengan kenyataan atau dengan fikiran lain berdasarkan pengalaman yang berulang-ulang  tanpa pemahaman mengenai kausaliatas (sebab akibat) yang hakiki dan universal.

  ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang menjelaskan kausalitas (hubungan sebab akibat) dari suatu obyek menurut metode-metode tertentu yang merupakan suatu kesatuan sistematis. Pengetahuan bukan hanya ilmu pengetahuan merupakan bahan utama bagi ilmu.Selain itu ternyata bahwa pengetahuan tidak menjawab pertanyaan dari adanya kenyataan itu,sebagaimana dapat dijawab oleh ilmu. Dengan lain perkataan,pengetahuan baru dapat menjawab tentang apa,sedangkan ilmu dapat menjawab pertanyaan tentang mengapa dari kenyataan atau kejadian.

  Ilmu berusaha memahami dengan sebuah metode. Hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan (prediksi) dan mengendalikan (control) dengan metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematis dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah sistematis.

Metode ilmiah digunakan untuk mengungkap dan mengembangkan ilmu, melalui cara kerja penelitian. Penelitian ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah, memegang peranan penting dalam membantu manusia untuk memecahkan setiap masalah yang dihadapinya.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah,Amin.Falsafah Kalam di Era Post Modernisme.Cet.IV; Yogyakarta: Pustaka Belajar,2009.

Abd.Thalib,Abdullah.Pengantar filsafat:Suatu Perkenalan Awal Memasuki Seluk Beluk Dunia Filsafat.Cet.I;Makassar:Alauddin University Press,2013.

Achmadi,Asmoro.Filsafat Umum.Cet.IV;Jakarta;PT Raja Grafindo Persada, 2001.

Al-Ahwani,Ahmad Fuad.Filsafat Islam.Cet.X;Jakarta:Pustaka Firdaus, 2008.

Bakhtiar, Amsal.Filsafat Ilmu.Cet.XII;Jakarta:PT.Rajawali Pers,2013.

Gallagher,Kenneth.T disadur oleh Hardono Hadi.Epistemologi(Filsafat Pengetahuan).Cet. XI ; Pustaka Filsafat:Yogyakarta,2005.  

C.A.Van Peursen diterjemahkan J. Drost.Susunan Ilmu Pengetahuan:Sebuah Pengantar Filsafat Umum.Cet.III;Jakarta:PT Gramedia,1993.

Kuntowijoyo.Islam Sebagai Ilmu:Epistemologi,Metodologi,dan Etika.Ce.II; Bandung:Teraju,2005.

Muntasyir ,Rizal dan Misnal Munir.Ilmu Filsafat.Cet.X;Bandung:Pustaka Pelajar 2010.

Mustafa,Mustari.Filsafat dan Ilmu Pengetahuan:Pilar Kaki Langit Peradaban. Makassar;Alauddin University Press,2009.

Nasution,Hasyimiyyah.Filsafat Islam.Cet.IV;jakarta:Gaya Media,2005.

Nina W.Syam.Filsafat Sebagai Akar Komunikasi.Cet.I;Bandung:Simbiosa Rekatama Media,2010.

Ravertz,Jerome.R.Filsafat Ilmu:Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Cet.IV;Yogyakarta:Pustaka Belajar,2009.

Sabri,Muhammad,Muhammad Saleh Tajuddin dan Wahyudin Halim.Filsafat Ilmu.Makassar:Alauddin University Press,2009.

Salam,Burhanudddin.Pengantar Filsafat.Cet. VI;Jakarta:PT Bumi Aksara,2005.

Semiawan,Conny,Th.I Setiawan,dan Yufiarti.Panorama Filsafat Ilmu:Landasan Perkembangan Ilmu Sepanjang Masa.Cet.I ;Jakarta: Teraju,2005.

Semiawan,Conny,Th.I Setiawan,dan I Made Putrawan.Dimensi Kreatif Dalam Filsafat Ilmu .Cet.V;Bandung:PT Rosdakarya,2002.

Surajiyo.Ilmu Filsafat Suatu Pengantar.Cet.keI;Jakarta:PT Bumi Aksara,2005.

Susanto.Filsafat Ilmu:Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,Epistemologis,dan Aksiologis.Cet.I;Jakarta:PT Bumi Aksara,2011.

Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010.

Tafsir,Ahmad.Filsafat Ilmu:Mengurai Ontologis,Epistemologis,dan Aksiologis pengetahuan (Edisi Revisi).Cet.IV;Bandung:PT Rosdakarya,2009.

-------------------Filsafat Umum:Akal dan Hati Sejak Thales Hingga James.Cet.IV;Bandung:PT Rosdakarya,1994.


[1]C.A.Van Peursen diterjemahkan oleh J. Drost, Susunan Ilmu Pengetahuan; Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu, (Cet.3;Jakarta; PT Gramedia, 1993), h. 20

[2]Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan; Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu Pengetahuan, (Cet.1;Ar-Ruzz Media: Jogjakarta, 2008), h. 67-68 Lihat juga Rizal Muntasyir dan Misnal Munir , Filsafat Ilmu , ( Cet.X; Bandung: Pustaka Pelajar , 2010), h. 44-45

[3]AsmoroAchmadi,Filsafat Umum, h. 9

[4]Suparlan Suhartono,Filsafat Ilmu Pengetahuan;Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu Pengetahuan,h. 98. lihat juga Susanto, Filsafat Ilmu; Suatu Kajian dalam Dimensi ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. h. 37

[5]Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan; Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu Pengetahuan, h. 61. lihat juga Susanto, Filsafat Ilmu; Suatu Kajian dalam Dimensi ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis , h. 36

[6]C.A. Van Peursen, De Opbow Van de Wetenschap Een Inleiding in de Wetenschapsleer, diterjemahkan oleh; J. Drost, Susunan Ilmu Pengetahuan (Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu). (Cet. 3 ;  PT. Gramedia: Jakarta, 1985), h. 79-80.

[7]Amsal Bakhtiar,Filsafat Ilmu, h. 90

[8]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h.175-176

[9]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h.184.

[10]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h.185.

[11]Lihat C.A.Van Peursen diterjemahkan oleh J.Drost , Susunan Ilmu Pengetahuan; Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu , h.17

[12]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h.180-181

[13]Amsal Bakhtiar,Filsafat Ilmu,h.182

[14]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h.183-184.

[15]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h.184.

[16]Susanto, Filsafat Ilmu; Suatu Kajian dimensi Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis, h.76 . Lihat juga Abdullah Abd.Thalib, Pengantar Filsafat; Landasan Awal Memasuki Seluk Beluk Dunia Filsafat, (Makassar: Alauddin University Press, 2013), h. 38-39

[17]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h. 87

[18]Abdullah Abd.Thalib, Pengantar Filsafat;Landasan Awal Memasuki Seluk Beluk Dunia Filsafat, h.38-39

[19]Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat,h.5-6

[20]Susanto,Filsafat Ilmu;Suatu Kajian dimensi Ontologis,Epistemologis dan Aksiologis, h.77

[21] Surajiyo,Ilmu Filsafat;Suatu Pengantar, h .60

[22]Amsal Bakhtiar,Filsafat Ilmu ,h.16

[23]Burhanuddin Salam,Pengantar Filsafat,h.11

[24]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h.13-14. Lihat juga Surajiyo, Ilmu Filsafat; Suatu Pengantar , (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), h. 62

[25]Susanto, Filsafat Ilmu; Suatu Kajian dimensi Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis,  h. 83-84

[26]Burhanuddin Salam,Pengantar Filsafat,h.26

[27]Jujun S.Suriasumantri,Filsafat Ilmu;Sebuah Pengantar Populer  , h.128

Comments

BERITA TERBARU !!

Popular posts from this blog

BIL MA'TSUR ( TAFSIR AYAT DENGAN AYAT )

CARA MELAKUKAN TAKHRIJ HADIS

download TAFSIR AL-NASAFIY

HADIS TARBAWIY DAN AKHLAK (BERKURANGNYA IMAN KARENA MAKSIAT)

cara atau Kaedah al-Jarh Wa al-Ta’dil Serta Aplikasinya

apa contoh MUKJIZAT AL-QUR'AN (Pengertian dan Pembagiannya)

cara TAMBAHAN - kaedah ZIYADAH DALAM AL-QUR'AN

cara melakukan MUNASABAH AYAT

QAWAIDH AL-TAHDIS (Pengertian , Ruang Lingkup dan Urgensinya )

kaedah 'ATAF - AL-'ATFU DALAM AL-QUR'AN