KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS Pendahuluan latar belakang Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah dua sumber utama ajaran Islam. Oleh karena itu, keduanya selalu dijadikan landasan keyakinan, ritual, adat istiadat, etika, ekonomi, politik, peradaban dan seluruh aspek kehidupan umat Islam, baik yang sakral maupun duniawi, pada tataran ¥ abl minallah (vertikal) dan ¥ abl min al. -n ± s (horizontal).

KAIDAH AL-DAMAIR


BAB I

PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang
Al-Qur'an diturunkan dengan bahasa Arab. Allah telah menyebut al-Qur'an dengan al-Qur'an yang berbahasa Arab di dalam Q.S. Yūsuf /12 : 2 :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآَنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Terjamahnya:
"Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya".[13]

Tidak diragukan lagi bahwa "kearaban" yang dimaksud di sini adalah segi kebahasaannya, bukan ras dan etnik, meski bangsa Arab merupakan pembawa atau penerima risalah islam pertama di dunia ini.[14] Bahasa Arab berbeda dengan bahasa Inggris dan perancis, bahasa Arab begitu hemat kata-kata dan singkat, namun jelas maksudnya. al-Qur'an dengan bahasa Arabnya mudah dipahami oleh masyarakat Arab, tetapi  risalah ini ditujukan untuk semua bangsa, semua orang, tanpa kecuali. Kendati bangsa-bangsa lain tidak mengerti seluk-beluk bahasa Arab, namun wajib untuk membaca al-Qur'an dengan bahasa Arab sekaligus memahaminya sesuai dengan konteks diturunkannya risalah ini.[15]
Oleh karena al-Qur'an diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab, maka seseorang tidak mungkin bisa menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an dalam rangka penggalian kandungannya dengan baik tanpa mengetahui kaidah-kaidah bahasa Arab.[16] Maka kaidah-kaidah yang diperlukan para mufassir dalam memahami al-Qur'an terpusat pada kaidah-kaidah bahasa, pemahaman dan asas-asasnya, penghayatan uslub-uslubnya dan penguasaan rahasia-rahasianya.[17]
Berdasarkan hal itu, sehingga Imam Al-Suyūt}ī dalam Al-Itqān menyebutkan bahwa salah satu ilmu yang harus dikuasai oleh seorang mufassir adalah mengetahui ilmu bahasa Arab dan kaidah-kaidahnya yang mencakup ilmu nahwu, sharaf, dan ilmu isytiqaq.[18]Bahkan Imam Mālik berkata: "Tidaklah akan diberikan kepada orang yang tidak mengetahui bahasa Arab lalFu dia menafsirkan Kitab Allah, melainkan hukuman dan siksa saja". Imam Mujāhid juga berkata: "Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkata tentang kalāmullah, manakala dia tidak mengetahui bahasa Arab.[19]
Salah satu kaidah yang harus dipahami dengan baik oleh seseorang yang ingin mendalami makna ayat-ayat al-Qur'an adalah kaidah al-D{amāir. Hal ini sangat penting sebab menurut kaidah pokok, kesesuaian semua kata ganti (d{amīr) dengan kata yang dirujuk (marji') betujuan untuk menghindari terjadinya kekacauan (tasytīt) dalam sebuah kalimat. Sehingga pengetahuan terhadap kaidah " d{amīr " ini penting untuk dipahami.
B.  Rumusan Masalah
            Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka sebagai rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian al-d{amāir?
2.      Bagaimana kaidah al- d{amāir di dalam al-Qur'an?

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian al-D{amāir
Kata al-D{amāir  merupakan bentuk jamak dari d{amīr, sebagaimana dikutip oleh Khālid ibn 'Us|mān al-Sabt dari kitab al-Mu'jam al-Wasīt} dan kitab Mu'jam al-I'rāb wa al-Imlā', dikatakan bahwa menurut para ahli nahwu d{amīr adalah sesuatu yang menunjuk kepada yang berbicara  seperti kata "saya", atau lawan bicara seperti kata "kamu" atau menunjuk orang ketiga seperti kata "dia".[20]
Di dalam buku Ant{uān al-Dahdāh dikatakan bahwa d{ami>r adalah kata yang menggantikan seseorang baik itu orang ketiga (gāib), atau orang kedua (mukhātab) dan orang pertama (mutakallim).[21]
Ahmad Warson Munawwir menulis bahwa d{amīr menurut  bahasa berarti perasaan, angan-angan atau batin seseorang. "Ad{mara al-amra" berarti menyembunyikan sesuatu, al-mud{mar berarti yang samar atau tersembunyi.[22] Hal ini senada di dalam Kamus Kontemporer Arab Indonesia, kata d{ami>r berarti hati nurani atau suara hati.[23] Sedangkan dalam pengertian ilmu bahasa, kedua kamus ini menyimpulkan bahwa d{ami>r adalah "kata ganti nama"  atau "pronoun".

B.  Kaidah-Kaidah al-D{amāir
1.    Kaidah Pertama:
 اصل وضع الضمير للاختصار[24]
Artinya: Asal mula diletakkannya  ami>r adalah untuk meringkas kalimat.
Sebagai contoh, Firman Allah dalam Q.S. Al-Ahzāb/33: 35.
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُم  وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
            Terjemahnya:
                                    Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki-dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempaun yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempaun yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah Telah menyediakan untuk mereka ampunan  dan  pahala yang besar.
     D{ami>r ( هم) pada kata  (لهم) berfungsi sebagai pengganti puluhan lafal yang terletak sebelumnya dimulai dari lafal المسلمين sampai kepada lafal والذاكرات. Dengan demikian, tanpa pengulangan lafal-lafal tersebut, maksud yang dikehendaki dari ayat itu sudah tercapai. Fungsi utamanya d{ami>r pada ayat ini adalah untuk meringkas kalimat.
2.    Kaidah Kedua:
اذا كان في الاية ضمير يحتمل عوده الي اكثر من مذكور وامكن الحمل علي الجميع , حمل عليه[25]
Artinya: Apabila ada  d{amīr di dalam satu ayat yang tempat kembalinya mencakup  lebih dari yang disebutkan dan memang memungkinkan untuk mencakup kesemuanya itu, maka bisa dikembalikan kepada semuanya sesuai cakupannya.
            Sebagai contoh firman Allah di dalam Q.S. Al-Insyiqāq/84: 6.
يا ايها الانسان انك كادح الي ربك كدحا فملاقيه
Terjemahnya:
Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemuiNya.[26]
D{amīr pada ayat ( فملاقيه ) menurut sebuah pendapat kembali kepada              ( ربك ) yaitu "Kamu pasti akan menemui Tuhanmu", tetapi menurut pendapat yang lain kembali pada ( كدحا ) yaitu "kamu akan menemui amal-amal perbuatanmu". Kedua pendapat ini benar karena seorang hamba di akhirat nanti akan menemui Allah dan amal-amal perbuatannya.
3.    Kaidah Ketiga:
اذا ورد مضاف ومضاف اليه وجاء بعد هما ضمير, فالاصل عوده للمضاف[27]
Artinya:  Apabila ada  mud{āf dan mud{āf ilaih kemudian terdapat d{amīr sesudah keduanya, maka pada dasarnya  d{amīr  itu kembalinya ke mud{āf.
Kaidah pokoknya adalah ketika terdapat  mud{āf dan mud{āf ilaih sebelum d{amīr maka dikembalikan ke mud{āf, kecuali ada petunjuk-petunjuk lain yang mengharuskan dikembalikan kepada mud{āf  ilaih.
Contoh pertama: firman Allah di dalam Q.S. Ibrahi>m/14: 34.
وان تعدو نعمة الله لا تحصوها
Terjemahnya:
            Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.[28]

Dalam ayat ini kaidah dasarnya,  d{amīr لا تحصوها  dikembalikan pada mud{āf  yaitu (نعمة) bukan (الله). Adapun contoh kedua yang mengharuskan mengembalikannya kepada mud{āf ilaih seperti firman Allah dalam Q.S. al-Nahl/16: 114.
واشكرو نعمة الله ان كنتم اياه تعبدون    
Terjemahnya:
             Dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepadaNya saja menyembah.[29]
D{amīr dalam firman Allah ( اياه ) kembali kepada  ( الله ), bukan kepada ( نعمة ) berdasarkan Qari>nah yang ada dalam memahami ayat ini.
4.    Kaidah Keempat:
ضمير الغائب قد يعود علي غير ملفوظ به , كالذي يفسره سياق الكلام [30]
Artinya: d{amīr orang ketiga (al-gāib) kadang-kadang dikembalikan kepada kata yang tidak terucap sebelumnya, seperti yang dijelaskan  oleh makna atau isyarat sebuah perkataan.
Seperti contoh yang terdapat dalam firman Allah dalam Q.S. al-Qadr/97:1.
انا انزلناه في ليلة القدر  
Terjemahnya:
       Sesungguhnya kami telah menurunkannya (al-Qur'an) pada  malam kemulian.
     D{amīr yang dimaksud dalam ayat ( انزلناه ) adalah al-Qur'ān. sebab, kata al-inzāl (turun) menunjukkan secara pasti (iltizām) bahwa rujukan (marji') yang dimaksud dalam  d{amīr itu adalah al-Qur'ān.[31]
Contoh lain dari kaidah ini seperti dalam firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah/2: 178.
فمن عفي له من اخيه شيء فاتباع بالمعروف واداء اليه باحسان
Terjemahnya:
       Maka barang siapa mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik. 
     Kata عفي  (dimaafkan) dalam ayat ini meniscayakan akan adanya orang yang memaafkan عافي. Kata āfi> itulah yang kemudian secara pasti (iltizām) menjadi marji'-nya d{amīr (ha') dari kata ( اليه  ).
5.    Kaidah Kelima
اذا تعاقبت الضمائر فالاصل ان يتحد مرجعها [32]
Artinya: Apabila terdapat banyak d{amīr, maka pada dasarnya marji-'nya disamakan. Kaidah ini diperkuat lagi dengan kaidah yang lain yang berbunyi:
الاصل توافق الضمائر في المرجع حذر التشتيت[33]                                      
Maksudnya, jika terdapat banyak d{amīr maka marji'-nya disatukan untuk menghindari ketercerai-beraian maksudnya.
Contoh dalam hal ini seperti firman Allah dalam Q.S.
لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
Terjemahnya:
       Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan RasulNya, menguatkan (agama)Nya, membesarkanNya dan bertasbih kepadaNya di waktu pagi dan petang.

Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang marji' d{amīr  (وتعزروه و توقروه), sekalipun semuanya sepakat bahwa marji'nya  d{amīr وتسبحوه adalah kembali kepada Allah. Sebagian ulama berpendapat bahwa marji'nya d{amīr             (وتعزروه و توقروه) adalah Rasulullah. Berdasarkan kaidah di atas maka sebaiknya semua d{amīr dikembalikan kepada marji' yang satu yaitu Allah untuk menghindari ketercerai-beraian, itulah pendapat yang terkuat sesuai dengan maksud kaidah ini.[34]
6.    Kaidah Keenam
     Kaidah ini merupakan kebalikan dari kaidah sebelumnya, dengan kata lain keluar dari kaidah asal, yaitu  :المخالفة بين الضمائر في المرجع حذرا من التنافر[35]                     
Artinya: Perbedaan marji' terhadap beberapa  d{amīr supaya terhindar dari ketidaksesuaian ( tanāfur ).
   Seperti contohnya dalam firman Allah Q.S. al-Kahfi/18: 22.
ولا تستفت فيهم منهم احدا
Terjemahnya:
       Dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka.[36]
Menurut S|a'lab dan Mubarrad, rujukan d{amīr فيهم  (d{amīr yang diterjemahkan dengan kata mereka yang pertama) dalam ayat ini adalah pemuda-pemuda as}hāb al-Kahfi, sedangkan marji' dari d{amīr منهم  (mereka yang kedua) adalah orang-orang Yahudi.[37] Dalam terjemahan Departemen Agama RI tidak dijelaskan marji' dari  d{amīr منهم, hanya diterjemahkan "mereka",  padahal yang dimaksud ayat itu adalah orang-orang Yahudi.
Contoh lain seperti firman Allah dalam Q.S. al-Taūbah/9: 40.
الا تنصروه فقد نصره الله اذ اخرجه الذين كفروا ثاني اثنين اذ هما في الغار اذ يقول لصاحبه لا تحزن ان الله معنا فا نزل الله سكينته عليه وايده بجنوده لم تروها وجعل كلمة الذين كفروا السفلي وكلمة الله هي العليا والله عزيز حكيم
Terjemahnya:
Jikalau kamu tidak menolongnya(Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekkah) mengeluarkannya (dari Mekkah) sedang dia salah seorang dari dua orang yang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita. Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir tiulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah maha Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.[38]
     Dalam ayat di atas terdapat dua belas d{amīr yang semuanya kembali kepada Nabi Muhammad, kecuali d{amīr عليه yang kembali kepada sahabatnya Abū Bakar al-S{iddīq yang menemani Rasulullah saw.  di dalam gua. Hal itu sesuai yang diriwayatkan oleh al-Suhailī dan beberapa ulama tafsir. Sebab Rasulullah saw.  tidak mungkin kehilangan ketenangannya.[39]
     Dalam terjemahan Departemen Agama RI, disebutkan bahwa rujukan dari d{amīr عليه  pada ayat ini adalah Nabi Muhammad saw.  seperti yang pemakalah kutip pada terjemahan ayat di atas, padahal tidak sepatutnya Nabi kehilangan ketenangannya ketika itu. Jadi tidak patut marji'-nya kembali kepadanya, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh al-Suhailī dan beberapa ulama tafsir.
7.    Kaidah Ketujuh 
قد يذكر شيئان ويعود الضمير علي احدهما اكتفاء بذكره عن الاخر , مع كون الجميع مقصودا [40]
Artinya: Kadang ada dua sesuatu yang disebutkan kemudian d{amīr-nya hanya kembali kepada salahsatunya saja karena sudah cukup meliputi yang lainnya, sekalipun yang dimaksud adalah kedua-duanya.
       Contoh dari firman Allah di dalam Q.S. al-Tau>bah/9: 62.
والله ورسوله احق ان يرضوه ان كانو مؤمنين
Terjemahnya:
       Dan Allah dan Rasul-Nya itulah yang lebih patut mereka cari keridhaannya jika mereka adalah orang-orang yang beriman.
     Dalam ayat ini d{amīr يرضوه  berbentuk mufrad, padahal yang dimaksud adalah Allah dan Rasul-Nya.[41]
Contoh lain firman Allah di dalam Q.S. al-'An'ām/6: 141.
والنخل والزرع مختلفا اكله 
Terjemahnya:
       Dan pohon kurma serta tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya.
Begitupun dengan firman Allah di dalam Q.S. al-Baqarah/2: 45.
واستعينوا بالصبر والصلاة وانها لكبيرة الا علي الخشعين
            Terjemahnya:
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat.
     Kedua ayat diatas menunjukkan bahwa d{amīr pada kata   ( اكله  ) dan  وانها) ),  keduanya berbentuk mufrad tetapi yang dimaksud adalah dua kata sebelumnya.[42]

8.    Kaidah Kedelapan
قد يجيء الضمير متصلا بشيء وهو لغيره [43]
            Artinya: Kadang-kadang d{amīr bersambungan dengan sesuatu tetapi dia (d{amīr ) diperuntukkan untuk  yang lainnya.
     Contoh dalam firman Allah di dalam Q.S. Yāsi>n/36: 81.
اوليس الذي خلق السموات والارض بقدر علي ان يخلق مثلهم

            Terjemahnya:
                   Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang hancur itu?.

Firman Allah مثلهم  bukan kembali kepada السموات والارض, akan tetapi kembali kepada orang-orang kafir yang mengingkari hari kebangkitan. Dengan dalil bahwa, orang-orang kafir itu tidak mengingkari penciptaan langit dan bumi, yang  mereka ingkari adalah hari kebangkitan.[44]
9.    Kaidah Kesembilan
 اذا جتمع في الضمائر مراعاة اللفظ والمعني بديء باللفظ ثم بالمعني [45]
Artinya: Apabila dalam beberapa  d{amīr terhimpun maksud untuk menjaga kesesuain kata dan kesesuaian makna, maka sebaiknya dimulai dengan menjaga kesesuaian kata baru kemudian kesesuaian makna.
Contohnya di dalam firman Allah Q.S. al-Baqarah/2: 8. 
ومن الناس من يقول امنا بالله وباليوم الاخر وما هم بمؤ منين 
Terjemahnya:
Di antara manusia ada yang mengatakan "kami beriman kepada Allah dan hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
     Kalimat pertama من يقول   menggunakan d{amīr mufrad karena mengikuti tuntutan kata, sedangkan pada kalimat kedua وما هم بمؤمنين   menggunakan d{amīr jamak karena mengikuti tuntutan makna dalam ayat tersebut.[46]

10.     Kaidah Kesepuluh 
الاصل عود الضمير علي اقرب مذكور
Artinya: pada dasarnya  d{amīr itu kembali kepada kata yang lebih dekat darinya.
                        Misalnya dalam Q.S. al-An'ām/6: 112.
وكذ لك جعلنا لكل نبي عدوا شياطين الا نس والجن يوحي بعضهم الي بعض زخرف القول غرورا 
Terjemahnya:
           Dan demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis ) manusia dan ( jenis ) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lainnya perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).
     Objek pertama atau al-maf'ūl al-awwal dalam ayat ini yaitu     شياطين الانس والجن ) )   diakhirkan   supaya  d{amīr هم   pada  kata بعضهم  dapat dikembalikan padanya secara dekat.[47]
11.     Kaidah Kesebelas 
المرجع الذي يعود اليه ضمير الغيبة يكون ملفوظا به سابقا عليه مطابقا له 
Artinya: Marji' (tempat kembali) amīr ga'ib adalah lafaz yang telah disebutkan sebelumnya dan harus sesuai dengannya.
Misalnya firman Allah di dalam  Q.S. Hu>d/11:42
ونادي نوح ابنه
             Terjemahnya:
                         Dan Nuh memanggil putranya.
     Namun ada juga المرجع   yang tidak terucap karena  yang mendahuluinya itu mengandung apa yang dimaksud oleh d{amīr. Misalnya firman Allah di dalam Q.S. al-Māidah/5:8
اعدلوا هو اقرب للتقوي
Terjemahnya:  
                        Berbuatlah adil. Ia (keadilan) itu lebih dekat pada ketaqwaan.
D{amīr هو  disini kembali kepada العدل  yang terkandung dalam lafaz اعدلوا  .[48]            Demikianlah beberapa kaidah-kaidah al-D{amāir yang kesemuanya itu merupakan bagian dari kaidah-kaidah bahasa Arab yang menjadi persyaratan yang harus dikuasai oleh seorang mufassir, agar  bisa menafsirkan makna-makna ayat sesuai dengan maksud yang semestinya.
     Pengetahuan tentang beberapa ilmu seperti 'ilmu Balāgah, 'ilmu Ma'ānī, 'ilmu Bayān, 'ilmu Badī', ilmu Us{ul Fiqh, pengetahuan tentang asbāb al-nuzūl, nāsikh dan mansūkh, dan  'ilmu Qirā'at kesemuanya itu  merupakan persyaratan utama seorang mufassir.[49]
     Menafsirkan al-Qur'an tanpa pengetahuan yang seharusnya dimiliki oleh seorang mufassir bisa berakibat terjerumus dalam kesalahan ketika menafsirkan al-Qur'an, sebagai contoh ketika menafsirkan firman Allah di dalam Q.S. al-Rahmān/55:19-20 
مرج البحرين يلتقيان , بينهما برزخ لا يبغيان  
                        Terjemahnya:
                     Dia kirimkan (adakan) dua macam laut (asin dan tawar), yang keduanya bertemu. (tetapi) di antara keduanya ada dinding (sehingga) tiada bercampur keduanya. 
Ada sebagian orang yang menafsirkan kata البحرين  pada ayat di atas sebagai Ali dan Fatimah. Kemudian pada ayat selanjutnya  Q.S. al-Rahmān/55: 22.
يخرج منهما اللؤ لؤ والمرجان   
            Terjemahnya:
                     Keluar dari keduanya mutiara dan marjan 
   Kata  اللؤ لؤ dan والمرجان  ditafsirkan sebagai Hasan dan Husain.[50] Ini merupakan suatu kesalahan fatal menurut al-Qurt{ubī.
   Demikianlah penjelasan mengenai kaidah al-d{ama>ir di dalam al-Qur'an, semoga bermanfaat untuk pengembangan keilmuan khususnya Ulu>m al-Qur'a>n. Dengan mengetahui kaidah-kaidah dama>ir ini diharapkan pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur'an akan sesuai dengan maksudnya yang sesungguhnya,  menjauhkan kekeliruan dan kesalahan dalam memahami teks-teks al-Qur'an yang berbahasa Arab.

BAB III
KESIMPULAN

Dari urain pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan:
1.    Al-d{amāir merupakan bentuk jamak dari kata d{amīr yang secara etimologi berarti "perasaan, angan-angan atau batin seseorang, hati nurani atau suara hati". Sehingga kalau dikatakan   al-mud{mar berarti "yang samar" atau "tersembunyi". Secara terminologi d{amīr berarti "kata yang menggantikan seseorang baik itu orang ketiga (gāib), atau orang kedua (mukhātab) dan orang pertama (mutakallim)". Bisa juga dikatakan  " kata ganti orang" atau "pronoun".
2.    Kaidah-kaidah Al-d{amāir di antaranya: 
a)     Asal mula diletakkannya  d{ami>r adalah untuk meringkas kalimat.
b)    Apabila ada  d{amīr di dalam satu ayat yang tempat kembalinya mencakup  lebih dari yang disebutkan dan memang memungkinkan untuk mencakup kesemuanya itu maka bisa dikembalikan kepada semuanya sesuai cakupannya.
c)     Apabila ada  mud{āf dan mud{āf ilaih kemudian terdapat d{amīr sesudah keduanya, maka pada dasarnya  d{amīr  itu kembalinya ke mud{āf.
d)   D{amīr orang ketiga (al-gāib) kadang-kadang dikembalikan kepada kata yang tidak terucap sebelumnya, seperti yang dijelaskan  oleh makna atau isyarat sebuah perkataan.
e)      Apabila terdapat banyak d{amīr, maka pada dasarnya marji-'nya disamakan.
f)      Perbedaan marji' terhadap beberapa  d{amīr supaya terhindar dari ketidaksesuaian ( tanāfur ).
g)   Kadang ada dua sesuatu yang disebutkan kemudian d{amīr-nya hanya kembali kepada salahsatunya saja karena sudah cukup meliputi yang lainnya, sekalipun yang dimaksud adalah kedua-duanya.
h)    Kadang-kadang d{amīr bersambungan dengan sesuatu tetapi dia (d{amīr) diperuntukkan untuk  yang lainnya.
i)      Apabila dalam beberapa d{amīr terhimpun maksud untuk menjaga kesesuain kata  dan kesesuaian makna, maka sebaiknya dimulai dengan menjaga kesesuaian kata baru kemudian kesesuaian makna.
j)     Pada dasarnya  d{amīr itu kembali kepada kata yang lebih dekat.
k)    Marji' (tempat kembali) d{amīr ga'ib adalah lafaz yang telah disebutkan sebelumnya dan harus sesuai dengannya.




[13]Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya ( Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur'an, 1990), h. 348.
[14] Muhammad Al-Gazāli, Kai>fa Nata'āmal Ma'a Al-Qur'ān ( Cet. I; Kairo: Al-Ma'had Al-A<lami li Al-Fikr Al-Islāmi, 1991), h. 233.
[15]Muhammad Al-Gazāli, Kai>fa Nata'āmal Ma'a Al-Qur'ān., h. 237.
[16]Mardan, Al-Qur'an; Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur'an Secara Utuh (Cet. I; Makassar: CV. Berkah Utami, 2009), h. 254.
[17]Manna' al-Qaṭṭān,  Mabāhi Fi 'Ulūm al-Qur'ān (Cet. II; Kairo: Dār al-Taūfiq, 2005), h. 260.
[18]Jalāl al-Di>n 'Abd al-Rahmān bin Abi> Bakr  al-Sayūt{ī,  Al-Itqān Fi 'Ulu>m al-Qur'an, Juz II (Cet. I; Kairo: Maktabah al-Shafā, 2006), h. 176.
[19]al-Sayūt{īAl-Itqān Fi 'Ulu>m al-Qur'an., Juz II,  h. 180.
[20] Khālid ibn 'Us|mān al-Sabt, Qawāid al-Tafsi>r: Jam'an wa Dirāsatan, jilid I (Cet. I; Saudi Arabiah: Dār Ibn Affaān, 1421H.), h. 399.
[21]Ant}uān al-Dahdāh, Mu'jam Qawāid al-Lugah al-'Arabiyyah fī Jadāwil wa Laūhāt  (Cet. IV; Lebanon:  Maktabah Libnān Nāsyiru>n, 1994), h. 93.
[22]Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia (Cet. Ke-14; Surabaya: Penerbit Pustaka Progresif, 1997), h. 829.
[23]Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia (Cet. Ke-8; Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998), h. 1212.
[24] Jalāl al-Dīn 'Abd al-Rahmān bin Abī Bakr  al-Sayūī, Al-Itqān Fi 'Ulu>m al-Qur'an, Juz II h. 186.
[25] Khālid ibn 'Umān al-Sabt, Qawāid al-Tafsi>r: Jam'an wa Dirāsatan, jilid I h. 400.
[26]Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya h. 1040.
[27]Khālid ibn 'Umān al-Sabt, Qawāid al-Tafsi>r: Jam'an wa Dirāsatan, jilid I h. 402.
[28]Departemen Agama RI,., Al-Qur'an dan Terjemahannya h. 385.
[29] Departemen Agama RI,., Al-Qur'an dan Terjemahannya, h. 419.
[30] Khālid ibn 'Umān al-Sabt, Qawāid al-Tafsi>r: Jam'an wa Dirāsatan, jilid I , h. 410.
[31] Muhammad ibn 'Alawi> Al-Māliki> Al-Hasani>, Zubdah Al-Itqān Fi> 'Ulu>m al-Qur'ān terj.  Tarmana Abdul Qosim dengan  judul,  Samudra Ilmu-ilmu Al-Qur'an (Cet. I; Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2004), h. 137.
[32]Al-Zarkasyī, Al-Burhān Fī 'Ulūm al-Qur'ān, juz IV (Cet. I; Kairo: Dār al-Turā, t.t), h. 35.
[33]Khālid ibn 'Umān al-Sabt, Qawāid al-Tafsi>r: Jam'an wa Dirāsatan, jilid I., h. 414.
[34] Khālid ibn 'Umān al-Sabt, Qawāid al-Tafsi>r: Jam'an wa Dirāsatan, jilid I , h. 415.
[35] Khālid ibn 'Umān al-Sabt, Qawāid al-Tafsi>r: Jam'an wa Dirāsatan, jilid I h. 419
[36] Departemen Agama RI,., Al-Qur'an dan Terjemahannya., h. 447.
[37] Muhammad ibn 'Alawī Al-Mālikī Al-Hasanī Zubdah Al-Itqān Fi> 'Ulu>m al-Qur'ān terj.  Tarmana Abdul Qosim dengan  judul,  Samudra Ilmu-ilmu Al-Qur'an., h. 88.
[38] Departemen Agama RI,., Al-Qur'an dan Terjemahannya.., h. 285.
[39]Muhammad ibn 'Alawī Al-Mālikī Al-Hasanī Zubdah Al-Itqān Fi> 'Ulu>m al-Qur'ān terj.  Tarmana Abdul Qosim dengan  judul,  Samudra Ilmu-ilmu Al-Qur'an , h. 89.
[40]Khālid ibn 'Umān al-Sabt, Qawāid al-Tafsi>r: Jam'an wa Dirāsatan, jilid I, h. 407.
[41]Al-Zarkasyī, Al-Burhān Fī 'Ulūm al-Qur'ān, juz IV, h. 127.
[42]Al-Zarkasyī, Al-Burhān Fī 'Ulūm al-Qur'ān, juz IV., h. 128.
[43]Jalāl al-Dīn 'Abd al-Rahmān bin Abī Bakr  al-Sayūī, Al-Itqān Fi 'Ulu>m al-Qur'an, Juz II., h. 282.
[44]Al-Zarkasyī, Al-Burhān Fī 'Ulūm al-Qur'ān, juz IV, h. 34.
[45]Jalāl al-Dīn 'Abd al-Rahmān bin Abī Bakr  al-Sayūī, Al-Itqān Fi 'Ulu>m al-Qur'an, Juz II., h. 288.
[46]Muh{ammad ibn 'Alawi> Al-Māliki> Al-Hasani>, Zubdah Al-Itqān Fi> 'Ulu>m al-Qur'ān terj.  Tarmana Abdul Qosim dengan  judul,  Samudra Ilmu-ilmu Al-Qur'an, h. 92.
[47]Jalāl al-Dīn 'Abd al-Rahmān bin Abī Bakr  al-Sayūī, Al-Itqān Fi 'Ulu>m al-Qur'an, Juz II , h. 182.
[48] Muhammad ibn 'Alawī Al-Mālikī Al-Hasanī, Zubdah Al-Itqān Fi> 'Ulu>m al-Qur'ān terj.  Tarmana Abdul Qosim dengan  judul,  Samudra Ilmu-ilmu Al-Qur'an., h. 136.
[49] Jalāl al-Dīn 'Abd al-Rahmān bin Abī Bakr  al-Sayūī, Al-Itqān Fi 'Ulu>m al-Qur'an, Juz II, h. 160.
[50]Abū 'Abdillah Muhammad al-Ans{ārī al-Qurt{ubī, Tafsīr al- Qurt{ubī  juz I ( Cet. I; Kairo: Dār al-Kutub al-'Urbah, 1969), h. 33.

Comments

BERITA TERBARU !!

Popular posts from this blog

BIL MA'TSUR ( TAFSIR AYAT DENGAN AYAT )

CARA MELAKUKAN TAKHRIJ HADIS

download TAFSIR AL-NASAFIY

cara atau Kaedah al-Jarh Wa al-Ta’dil Serta Aplikasinya

HADIS TARBAWIY DAN AKHLAK (BERKURANGNYA IMAN KARENA MAKSIAT)

kaedah 'ATAF - AL-'ATFU DALAM AL-QUR'AN

cara TAMBAHAN - kaedah ZIYADAH DALAM AL-QUR'AN

KAEDAH 'AM DAN KHAS

cara melakukan MUNASABAH AYAT

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS