KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS Pendahuluan latar belakang Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah dua sumber utama ajaran Islam. Oleh karena itu, keduanya selalu dijadikan landasan keyakinan, ritual, adat istiadat, etika, ekonomi, politik, peradaban dan seluruh aspek kehidupan umat Islam, baik yang sakral maupun duniawi, pada tataran ¥ abl minallah (vertikal) dan ¥ abl min al. -n ± s (horizontal).

FILSAFAT ILMU, Pengertian dan Objek Filsafat






 PENGERTIAN DAN OBJEK TELAAH  FILSAFAT ILMU

               
Katanya filsafat itu bapaknya, induknya atau sumber lahirnya segala macam ilmu pengetahuan, agama, sains, kesehatan, ekonomi, teknologi dan lain-lain. ah masa sih, tapi coba kita lihat artikel singkat di bawah ini, semoga ada pendapat baru dan yang lebih logical.

Filsafat pengetahuan (Theori of Knowledge Erkennistlehre, Kennesleer atau Epistimologi) sekitar abad ke-18. Pengetahuan berbeda dengan ilmu terutama dalam pemakiannya. Ilmu lebih menitik beratkan pada aspek teoritisasi dari sejumlah pengetahuan yang di peroleh dan dimiliki manusia, sedangkan pengetahuan tidak mensyaratkan teorisasi dan pengujian. Meskipun begitu pengetahuan adalah sejumlah informasi yang menjadi landasan awal bagi lahirnya Ilmu. Tanpa didahului oleh pengetahuan, ilmu tidak akan ada dan tidak mungkin lahir.[2]. Pada saat itu, Immanuel Kant menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara lengkap. Adanya kekaburan  mengenai batas-batas antara ilmu yang satu dengan yang lain.[3] sebab mengapa dia mengatakan hal tersebut. Saat itulah, filsafat ilmu mulai menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan.

Definisi Filsafat Ilmu
   Filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia, dan terdiri dari kata Philos yang berarti kesukaan atau kecintaan terhadap sesuatu, dan kata Sophia yang berarti kebijaksanaan. Secara harafiah, filsafat diartikan sebagai suatu kecintaan terhadap kebijaksanaan (kecenderungan untuk menyenangi kebijaksanaan), hikmah atau pengetahuan yang mendalam.[5]
Secara terminologi, definisi filsafat itu begitu banyak, terkadang sulit untuk dipahani. Mungkin, salah satu yang menyebabkan sulitnya memahami filsafat karena ragam definisi yang begitu kompleks.[6]

 Bagi bangsa Yunani, filsafat merupakan suatu pandangan rasional tentang segala-galanya.[7] Plato mengatakan bahwa filsafat dimulai dengan rasa kagum disertai dengan keingintahuan yang dalam.[8] Filsafat diartikan sebagai berfikir yang bebas, radikal, dan berada dalam dataran makna. Bebas artinya tidak ada yang menghalangi pikiran bekerja. Kerja pikiran ada di otak, oleh karena itu tidak ada satu kekuatan pun, baik raja maupun penguasa negara mana pun, yang bias menghalangi seseorang untuk berfikir, apalagi mengatur atau menyeragamkannya sepanjang seseorang itu dalam keadaan sehat, sehingga meskipun di penjara, tetap saja pikirannya dapat bekerja. Selain itu, bebas juga berarti dapat memilih apa saja untuk dipikirkan.[9]
Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu ( ilm ) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari kata scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains).
Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme - positiviesme sedangkan ilmu melampuinya dengan nonempirisme seperti matematika dan metafisik
Filsafat ilmu secara umum dapat difahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan obyek khusus, yaitu ilmu pengetahuan yang memiliki sifat dan kharakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat pada umumnya. Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan, ia merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri.

PENGERTIAN DAN OBYEK TELAAH FILSAFAT ILMU

 

A.  Pendahuluan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kita semakin ditantang dengan memberikan alternatifnya, di satu sisi kita berhadapan  dengan kemajuan teknologi beserta dampak negatifnya, perubahan demikian cepatnya, pergeseran tata nilai, dan akhirnya kita akan semakin jauh dari tata nilai dan moral. Disisi lainnya apabila kita berani menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, akhirnya kita akan menjadi manusia terbelakang. Untuk itu kita berusaha untuk mengejar kemajuan tersebut dengan segala upaya . Dengan semakin jauhnya kita dengan tata nilai dan moral, akibatnya banyak ilmuan kehilangan bobot kebijaksanaannya. Dengan demikian apa yang dihasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi bersamaan itu pula manusia kehilangan pendirian dan dihantui kebingungan dan keraguan (skeptis). Tinggal menunggu malapetaka datang menghancurkan kehidupan manusia.

Mengingat hal tersebut, kita sangat memerlukan suatu ilmu yang sifatnya memberikan pengarahan atau sence of direction. Dengan ilmu tersebut manusia akan dibekali suatu kebijaksanaan yang di dalamnya memuat nilai-nilai kehidupan yang sangat diperlukan oleh umat manusia. Hanya filsafat ilmulah yang dapat diharapkan mampu memberi perenungan tersebut. filsafat ilmu ini merupakan cabang dari filsafat yang cakupan makna dan pembahasan di dalamnya sangat luas dan multi-dimensional. Namun demikian, sebuah pengertian dan pembahasan awal mesti diberikan sebagai karangka dasar agar kita tidak salah dalam perjalanan memahami filsafat ilmu ini. Oleh karena itu pengertian/pembahasan tersebut haruslah bersifat sederhana dan dapat dipahami secara baik sehingga dapat dijadikan tempat pijakan awal dalam pembahasan materi-materi selanjutnya.

B.  Pengertian Filsafat Ilmu

Berfilsafat adalah berfikir dengan sadar, yang mengandung pengertian secara teliti dan teratur, sesuai dengan aturan-aturan dan hukum-hukum yang ada. Berfikir secara filsafat harus dapat menyerap secara keseluruhan apa yang ada pada alam semesta, tidak terpotong-potong. [1]

Dalam penyelidikan untuk mencari apakah filsafat/kebijaksanaan itu, maka sampailah pada ilmu pengetahuan. Akan tetapi mengejar ilmu pengetahuan (pengetahuan ilmiah) itu belumlah berfilsafat. Mencari kebijaksanaan itu lebih tinggi, lebih mengasas dan lebih mendasar lagi. Dengan lain perkatan ilmu pengetahuan (pengetahuan ilmiah) belum boleh disebut “filsafat atau “kebijaksanaan”. Ini tidak selalu demikian halnya dahulu ilmu pengetahuan dan fisafat dianggap sama saja, jadi sebenarnya hanya ada satu ilmu pengetahuan pada waktu itu, yaitu: ilmu filsafat. Filsafat disebut juga “materscientiarum” (induk ilmu pengetahuan). Hanya lama kelamaan diadakan diferensiasi atau perincian tentang apa yang sungguh-sungguh termasuk filsafat dan apa yang harus dimasukkan kedalam ilmu pengetahuan itu. Pada waktu sekarang filsafat dan ilmu pengetahuan itu dibedakan dengan tegas. Jadi dengan demikian pertanyaan pokok belumlah terjawab apakah filsafat itu? Apakah ilmu/kebijaksanaan itu?[2]

Defenisi filsafat ilmu terdiri dari dua kata, yaitu kata filsafat dan kata ilmu. Masing-masing memiliki makna yang berbeda dan hakikat yang berlainan. Kata filsafat berasal dari kata Yunani “filosofia”, yang berasal dari kata filosofi yang berarti mencintai kebijaksanaan. Kata tersebut juga berasal dari kata Yunani “philosopis” yang berasal dari kata kerja “philein” yang berarti mencintai, atau “philia” yang berarti cinta, dan “sophia” yang berarti kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata Inggris philosophy yang biasanya diterjemahkan sebagai “cinta kearifan”.[3]  

Dari pengertian lain philosophia adalah seorang “pecinta kebijaksanaan” kemudian “kebijaksanaan” ini sering diartikan “hikmah” (dalam bahasa Arab yang berarti “ilmu”). Cinta artinya hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Filasafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh akan kebenaran sejati. Inilah arti secara mendasar dan masih bersipat sederhana.[4]

Selanjutnya kata filsafat yang banyak terpakai dalam bahasa Indonesia, menurut Harun Nasution bukan berasal dari bahasa Arab falsafah dan bukan pula dari bahasa Barat Philosophy. Di sini dipertanyakan tentang apakah fil diambil dari bahasa Barat dan safah dari bahasa Arab, sehingga terjadi gabungan antara keduanya dan menimbulkan kata falsafat. [5]

Harun Nasution berpendapat bahwa istilah filsafat berasal dari bahasa Arab karena orang Arab lebih dahulu dating dan sekaligus mempengaruhi bahasa Indonesia daripada orang dan Bahasa Inggris. Oleh karena itu dia konsisten menggunakan kata falsafah, bukan filsafat. Buku-bukunya mengenai “filsafat” ditulis dengan falsafah, seperti falsafah agama dan falsafah dan mistisme dalam Islam.[6]

Dalam buku Filsafat Ilmu karangan Amsal Bahtiar telah diluruskan adanya pengertian atau defenisi yang bermacam-macam itu terungkapkan juga oleh Sidi Gazalba, bahwa para filosof mempunyai pengertian atau defenisi tentang filsafat sendiri-sendiri. Sebagai contoh ia mengemukakan beberapa pengertian filsafat menurut beberapa ahli, antara lain:

-          Plato, mengartikan bahwa filsafat tidaklah lain daripada pengetahuan tentang segala yang ada.

-          Aristoteles, berpendapat bahwa kewajiban filsafat ialah menyelediki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu yang umum sekali.

-          Kant, mengatakan bahwa filsafat adalah pokok dan pangkal segala pengetahuan dan pekerjaan.

-          Fichte, menyebut filsafat sebagai Wissenschaftslehre : ilmu dari ilmu-ilmu, yakni ilmu yang umum yang menjadi dasar segala ilmu.[7]    

Kemudian menurut Karl Jaspers, Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki dan menentukan tujuan terakhir serta makna terdalam dari relitas manusia.[8]

Dari beberapa arti di atas kita dapat memahami filsafat secara umum. Filsafat adalah suatu ilmu meskipun bukan ilmu biasa yang berusaha menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran, Filsafat bolelah disebut sebagai suatu usaha untuk berfikir radikal dan menyeluruh, suatu cara berfikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Hal yang membawa pada suatu  kesimpulan universal dan kenyataan particular atau khusus, dari hal yang sederhana sampai yang terkompleks.[9] Demikian beberapa pengertian tentang filsafat dari berbagai ahli. 

Selanjutnya pengertian Ilmu. Istilah ilmu diambil dari bahasa Arab; “alima, ya’lamu”, ‘ilman” yang berarti mengerti atau memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris istilah ilmu berasal dari kata science, yang berasal dari bahasa Latin scienta dari bentuk kata kerja scire, yang berarti mempelajari dan mengetahui. Istilah ilmu dan sains menurut Mulyadhi Kartanegara (2003:1) tidak berbeda, terutama sebelum abad ke-19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisika atau inderawi, sedangkan ilmu melampaui pada bidang-bidang nonfisika, seperti metafisika.[10]

Menurut The Liang Gie (1996:88) ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas atau metode merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang dilaksanakan dengan metode tertentu yang akhirnya aktivitas metodis itu menghasilkan pengetahuan ilmiah. Menurut W. Atmojo (1998:324) ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu. Kemudian menurut Sumarna (2006 : 153) Ilmu dihasilkan dari pengetahuan ilmiah, yang berangkat dari perpaduan proses berfikir deduktif (rasional) dan induktif (empiris). Jadi proses berfikir inilah yang membedakan antara ilmu dan pengetahuan. Kemudian pengertian  “ilmu “, dalam kamus bahasa Indonesia ilmu berarti pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang pengetahuan itu. [11]

Orang-orang yang memepelajari Bahasa arab mengalami sedikit kebingungan tatkala mengahdapi kata “ilmu”. Dalam bahasa arab kata al-ilm berarti pengetahuan  (knowledge), sedangkan kata “ilmu” dalam bahasa Indonesia biasanya merupakan terjemahan science. Ilmu dalam arti science itu hanya sebagian dari al-Ilm dalam bahasa Arab. Karena itu kata science seharusnya diterjemahkan sain saja. Maksudnya agar orang yang mengerti bahasa Arab tidak bingung membedakan kata ilmu (sain) dengan kata al-ilm yang berarti kowlwgde.[12]

Andi Hakim Nasution dalam bukunya Panduan berfikir dan meneliti secara ilmiah bagi remaja mengemukakan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang sudah ditata,[13]

Pengertian lain ilmu juga suatu cara menemukan kenyatan-kenyataan yang dapat digunakan menerangkan suatu masalah.[14]

Kemudian Burhanuddin dalam buku pengantar filsafat mengemukakan bahwa ilmu pada prinsifnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematiskan common sence, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-sehari, namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode.[15]

Selanjutnya Bambang Marhiyanto dalam bukunya yang berjudul cara berfikir yang baik mengemukakan bahwa sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang dikembangkan secara akal dapat dikatakan sebagai ilmu. Dengan ilmu yang dimiliki, manusia dapat menemukan berbagai hal yang bermanfaat bagi kepentingan ummat. Tanpa mempunyai ilmu niscaya anda akan tertinggal jauh dengan keadaan jaman yang serba modern ini. Adanya ilmu pengetahuan karena manusia mempunyai akal dan pikiran. Dari pengalaman-pengalaman yang telah dialaminya itu lalu dikembangkan secara akalnya, lalu dipikirkannya masak-masak dan terciptalah ilmu pengetahuan yang baru.[16]

Dari berbagai pengertian di atas antara filsafat dan ilmu maka akan digabungkan kata filsafat dan ilmu menjadi “filsafat ilmu” sehingga kita bisa menemukan pengertian  secara sederhana walaupun merumuskan pengertian atau defenisi tertentu tidaklah mudah, begitu juga defenisi filsafat ilmu. Beberapa ahli telah memberikan defenisi tentang filsafat ilmu ini, diantaranya adalah sebagai berikut:

-          Michael V. Berry, filsafat ilmu adalah “the study of the inner logic of scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific method.” Menurut Berry filsafat ilmu adalah penelaahan tentang logika intern dan teori-teori ilmiah, dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah. Bagi Barry filsafat ilmu adalah ilmu yang dipakai untuk menelaah tentang logika, teori-teori ilmiah, serta upaya pelaksanaannya untuk menghasilkan suatu metode atau teori ilmiyah. Dalam ilmu filsafat, logika termasuk bagian ilmu yang dianggap berat dan sulit, perlu latihan dan pemahaman yang serius agar seseorang dapat memahami logika secara baik dan sempurna. [17]

-          May Brodbeck, ia memberikan defenisi filsafat sebagai: “the ethically and philosophically neutral analysis, desciptoin and clarification of the foundations of science”. Filsafat ilmu bagi Brodbeck adalah suatu analisis netral yang secara etis dan falsafi, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu. Bagi Brodback, ilmu itui harus bisa menganalisis, etis, dan filosofis, sehingga ilmu itu dapat dimanfaatkan secara benar dan relevan.[18]

-          Lewis White Beck, filsafat ilmu adalah ilmu yang mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai-nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.

-          Menurut Beerling, filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut. Filasafat ilmu erat kaitannya dengan filasafat pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi.[19]

Setelah dipahami pengertian filsafat dan ilmu, dan filsafat ilmu maka dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu, sehingga filsafat ilmu perlu menjawab beberapa persoalan dalam landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis.

C.  Obyek Telaah Filsafat Imu

Isi filsafat ditentukan oleh obyek yang dipikirkan. Obyek adalah sesuatu yang menjadi bahan dari kajian dari suatu penelaan atau penelitian tentang pengetahuan. Dan setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai obyek, baik obyek yang bersifat materiil maupun obyek formal. Obyek yang dipikirkan oleh filosof adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Obyek yang diselidiki oleh filsafat ini meliputi obyek materiil dan obyek formal.[20]

Obyek materil adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh manusia adalah obyek material ilmu kedokteran. Adapun obyek pormalnya adalah metode untuk memahami obyek material tersebut, seperti pendekatan induktif dan deduktif. Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal  juga memilki obyek material dan obyek formal. Obyek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak.  Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosofi membagi obyek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun obyek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada.[21]

Beberapa filosof memberikan pandangan tentang obyek filsafat tersebut, menurut Oemar Amin Hoesin menulis tentang lapangan penyelidikan filsafat sebagai berikut:

“Oleh karena manusia mempunyai pikiran atau akal yang aktif maka ia mempunyai kecenderungan hendak berfikir tentang segala sesuatu dalam alam semesta, terhadap segala yang ada dan yang mungkin ada. Obyek sebagai tersebut di atas adalah menjadi obyek materil filsafat”[22]

 

“Obyek formal filsafat tidak lain ialah mencari keterangan yang sedalam-dalamnya tentang obyek materil filsafat ( segala sesuatu tang ada dan mungkin ada)”.[23]

 

A.C. Ewing dalam bukunya yang berjudul “The fundamental Questions of Philosophy” menulis sebagai berikut:

“Pernyataan-pernyataan pokok filsafat ialah Truth (kebenaran), Matte (materi), Mind(budi), the relation of Matter and Mind (hubungan materi atau budi), Space and Time (ruang dan waktu), Cause (sebab), Fredoom (kemerdekaan), Monism versus Pluraliusm (monism lawan Pluralisme) dan God (Tuhan)”.[24]

 

menurut Poedjawijatna (1980: 8) obyek materil filsafat ialah yang ada dan yang munkin ada. Obyek filsafat materil ini meliputi segala dari keseluruhan ilmu yang menyelidiki segala sesuatu. Hampir senada dengan Podjawijatna, Mohammad Noor (1981: 12) berpendapat bahwa obyek filsafat itu dibedakan atas obyek materil dan non materil. Obyek materil mencakup segala sesuatu yang ada dan munkin ada, baik materiil kongkret,fisik. Sedangkan obyek non material meliputi hal-hal yang abstrak, dan psikis. [25]

Jadi dengan melihat dari beberapa pendapat mengenai obyek filsafat ini dapat dipahami bahwa obyek filsafat meliputi berbagai hal, atau dengan kata lain, obyek filasafat ini tak terbatas,yang dalam pandangan Louis O. Kattsoff dalam Burhanuddin Salam (1988:39), bahwa lapangan kerja filsafat ini bukan main luasnya, yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa saja yang ingin .diketahui manusia. Begitu luasnya kajian atau obyek filsafat ini menyangkut hal-hal yang fisik atau tampak maupun yang psikis atau yang tidak tampak. Hal-hal yang fisik ini juga meliputi alam semesta, semua keberadaan, masalah hidup, dan masalah manusia. Sedangkan hal-hal yang psikis atau nonfisik ini adala masalah Tuhan, kepercayaan, norma-norma, nilai, keyakinan, dan lainnya.

Tentang obyek materil filasafat ini banyak yang sama dengan obyek materiil sains, namun bedanya dalam dua hal, yaitu pertama, sains meyelidiki obyek materiil yang empiris, sementara filsafat menyelidiki bagian obyek yang abstarak. Kedua, ada obyek materiil filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains, seperti tuhan, hari akhir, yaitu obyek materiil yang selamanya tidak empiris.[26]

Obyek pengetahuan sain (yaitu obyek-obyek yang diteliti sain) ialah semua obyek yang empiris. Jujun S. Suriasumantri (Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, 1994:105) menyatakan bahwa obyek kajian sain hanyalah obyek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia. Yang dimaksud pengalaman di sini adalah pengalaman inderawi. Obyek kajian sain haruslah obyek-obyek yang empiris sebab bukti-bukti yang harus ia temukan adalah bukti-bukti yang empiris. Bukti empiris ini diperlukan untuk menguji bukti rasional yang telah dirumuskan dalam hipotesis.[27]

Perlu juga ditambahkan bahwa munculnya garapan obyek materil dan formal filasafat ilmu ini merupakan perkembangan dari pemikiran era abad 20 dimana lahirnya aliran-aliran pemikiran yang bertolak dari keraguan untuk mendapatkan kepastian. Seperti rasionalisme, empirisme dan lain-lain, diantara pendapatnya adalah bahwa ilmu filsafat suatu limu pengetahuan tentang akibat-akibat atau tentang gejala-gejala yang diperoleh dari sebabnya. Segala yang ada ditentukan oleh sebab sedangkan prosesnya sesuai dengan hukum ilmu pasti/ilmu alam.[28]  

D.      Kesimpulan

 Dari berbagai penjelasan di atas penulis dapat memberikan kesimpulan sederhana sebagai berikut:

a.       Filsafat Ilmu merupakan cabang filasafat yang melakukan penelaahan mendalam terhadap hakekat ilmu secara sistematis, sehingga mampu menjawab beberapa persoalan dalam landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis.

b.      Obyek telaah filsafat ilmu meliputi obyek materiil dan obyek formal dimana materiil merupakan bahan yang diselidiki (hal yang dijadikan sasaran penyelidikan) dan formal adalah sudut pandang dari mana hal atau bahan tersebut dipandang dan dianggap benar selama tidak merugikan kedudukan filsafat sebagai ilmu.

 



[1]  Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat ( Jakarta: Bumi Aksar, 2009), h. 60.

 [2]  Ibid., h. 61.

 [3]  Asmoro Achmadi, Filsafat Ilmu (Cet. Ke-11, Jakarta: Rajawali Pers,2010), h. 1.

 [4]  M. Solihin, Perkembangan Pemikiran Filasafat dari Klasik Hingga Modern, (Cet. 1, Bandung: Pustaka Setia, 2007), h. 13.

 [5] Prasetya, Pilsafat Pendidikan (Cet. III, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2002), h. 9.

 [6]  Amsal Bahtiar,Filsafat Ilmu ( Jakarta: Rajawali Pers, 2001), h. 5.

[7]  Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam  (Cet. II, Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 4.

 [8]  Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2002), h. 7.

 [9]  M. Solihin, op. cit, h. 14.

 [10] A. susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis  (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 76.

 [11]  Boediono, kamus Lengkap Bahasa Indonesia(Jakarta: Bintang Indonesia,tth), h. 134.

 [12]  Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Pengetahuan, (Cet. 4,Bandung : PT. Remaja Rosdakarya), 2009, h. 3.

 [13]  Andi Hakim Nasution, Panduan Berfikir dan Meneliti secara Ilmiah Bagi Remaja (Jakarta: Grasindo, 1992), h. 6.

 [14]  Andi Hakim Nasution, loc. cit.

 [15] Burhanuddin Salam, op. cit., h. 10

 [16]  Bambang Marhiyanto, Cara Berfikir Yang Baik (Surabaya  CV. Bintang Pelajar, 1987), h. 18.

[17]  A. susanto, op.  cit. ,h. 48

 [18]  A. susanto, loc. cit.

 [19]  Ibid. h. 51

 [20]  Ibid. h. 11

[21]  Amsal  Bahtiar, op.  cit, h. 1.

 [22]  Burhanuddin Salam, op. cit., h. 62.

 [23] Ali Maksum, Penagntar Filsafat dari masa Klasik hingga Postmodernisme(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), h.24.

 [24]  ibid., h. 64

[25]  A. susanto, op  cit ,h. 12

 [26]  A. susanto, loc. cit.

 [27] Ahmad Tafsir, op. cit., h. 27

 [28]  Asmoro Achmadi, op. cit, h. 117


Comments

BERITA TERBARU !!

Popular posts from this blog

BIL MA'TSUR ( TAFSIR AYAT DENGAN AYAT )

download TAFSIR AL-NASAFIY

cara atau Kaedah al-Jarh Wa al-Ta’dil Serta Aplikasinya

CARA MELAKUKAN TAKHRIJ HADIS

HADIS TARBAWIY DAN AKHLAK (BERKURANGNYA IMAN KARENA MAKSIAT)

kaedah 'ATAF - AL-'ATFU DALAM AL-QUR'AN

cara TAMBAHAN - kaedah ZIYADAH DALAM AL-QUR'AN

apa contoh MUKJIZAT AL-QUR'AN (Pengertian dan Pembagiannya)

cara melakukan MUNASABAH AYAT

QAWAIDH AL-TAHDIS (Pengertian , Ruang Lingkup dan Urgensinya )