Hai teman-teman, andaikan dulu saya rajin belajar, mungkin saya tidak seperti ini sekarang, mumpun otak masih segar gang dan masih kuat merekam pelajaran, jadi ayo belajar. Istilahnya ; belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu. entar kalau sudah dewasa, uda pikun, saya curiga belajarnya sudah susah.
coba seandainya dari masa kecil itu pelajaran agama selalu di bangun dan diperbanyak agar menjadi kuat gang, saya yakin saat dewasa pasti ibadah tidak seburuk jika tidak pernah belajar agama, heheheh.. sekedar mengandai-andai aja bang...
Semoga bermanfaat, ini ane posting sedikit tentang pembelajaran Pendidikan Islam, di baca yachh...
A.
Latar Belakang Masalah
Masalah pendidikan merupakan masalah yang
sangat penting dan tidak bisa dipisahkan dari seluruh rangkaian kehidupan
manusia. Kebanyakan manusia memandang pendidikan sebagai sebuah kegiatan yang
mulia yang mengarahkan manusia pada nilai-nilai yang memanusiakan dari suatu
perbuatan dan praktek serta mengundang implikasi pemahaman akan arah dan
tujuannya.
Menurut ahli sosiologi, kemajuan dunia
pendidikan dapat dijadikan cermin kemajuan masyarakat, dan dunia pendidikan
yang amburadul juga dapat menjadi cermin terhadap kondisi masyarakatnya yang
juga penuh persoalan. Mulyana
menyatakan, bahwa pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap
kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan
konstitusi serta sarana dalam membangun watak bangsa (Nation Character
Building).
Memasuki
abad ke 21, isu tentang perbaikan sektor pendidikan di Indonesia mencuat ke
permukaan, tidak hanya dalam jalur pendidikan umum, tapi semua jalur dan
jenjang pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Karena kelemahan proses dan
hasil pendidikan dari sebuah jalur pendidikan akan mempengaruhi indeks
keberhasilan pendidikan secara keseluruhan.
Memang
terasa janggal, dalam suatu komunitas masyarakat muslim terbesar, pendidikan
Islam harusnya bisa mempunyai peran yang cukup besar dalam dunia pendidikan
bangsa ini. Namun pada kenyataanya pendidikan Islam di Indonesia masih
menghadapi berbagai masalah dalam berbagai aspek. Lembaga–lembaga pendidikan
Islam belum menemukan bentuk idealnya yang mampu mengembangkan potensi umat
Islam dalam mengejar ketertinggalannya dari Barat modern. Oleh karena itu,
setiap upaya ke arah pencarian sistem pendidikan yang merespon tuntutan
masyarakat dan umat Islam perlu didukung.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
diuraikan di atas, maka masalah pokok yang akan dibahas adalah gagasan,
pemikiran dan pembaruan dalam pendidikan Islam. Dari pokok permasalahan di
atas, terdapat beberapa sub masalah yang dijabarkan dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah gagasan umum pendidikan
Islam, pemikiran pendidikan Islam dan pembaruan pendidikan Islam?
2. Bagaimanakah Priodisasi
Pendidikan Islam di Indonesia ?
3. Bagaimana pembaruan
pendidikan Islam di Indonesia ?
BAB II
A. Gagasan Umum Pendidikan Islam
Melihat persoalan tentang pendidikan yang cukup
kompleks, penulis makalah ini mencoba untuk melihat pandangan Azyumardi Azra
bahwa tidak mungkin dapat dipecahkan hanay sekedar melalui ekspansi linier dari
pendidikan yang ada. Selain itu, tidak bisa terpecahkan dengan jalan
penyesuaikan teknis administratif di sana sini. Bahkan, tidak bisa pula dengan
pengalihan konsep pendidikan dari teknologi pendidikan yang berkembang demikian
pesat. Hal yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut, menurutnya
adalah meminjam kembali konsep atau asumsi yang mendasari seluruh sistem
pendidikan, baik secara makro maupun mikro. Atas dasar peminjaman itu,
pendidikan Islam perlu dikembangkan dengan memadukan dua pendekatan, yaitu
pendekatan situasional jangka pendek dan pendekatan konseptual jangka panjang.
Perpaduan pendekatan itu dibutuhkan karena Azyumardi Azra melihat hubungan
usaha pendidikan Islam dengan tuntutan kehidupan dan tantangan perkembangan
zaman merupakan hubungan yang prinsipil dan bukan hubungan yang
insidental.
Kunci terakhir dalam pengembangan konsep
pendidikan silam yang menyeluruh adalah penyegaran kembali ajaran-ajaran
akhlak, dan moral berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Karena yang hendak dicapai
adalah kesadaran pribadi sebagai seorang muslim yang bertanggung jawab terhadap
diri, masyarakat dan umat. Oleh karena itu, setiap perbuatan tingkah laku dan
cara berpikir harus dilandasi akhlak dan aturan-aturan dalam Islam.
Memahami gagasan Azyumardi Azra tentang
pendidikan Islam, secara menyeluruh kemudian diterapkan akan mampu mewujudkan
dan mengembangkan intelektual muslim secara kualitatif dan mendasar, yang dapat
diharapkan menuju kebangkitan Islam. Sebab pada akhirnya ia mampu
mengetengahkan ajaran-ajaran Islam secara sistematis, terpadu dan menyeluruh
serta relevan dengan tantangan dunia modern.
Di antara gagasan atau ide pendidikan Islam
Azyumardi Azra adalah sebagai berikut:
1)
Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan ialah arah, haluan, atau yang dituju. Menurut
Zakiah Daradjat, tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu
usaha atau kegiatan selesai. Tujuan
pendidikan merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan
dengan seluruh aspek kehidupannya.
Pendidikan Islam merupakan salah satu aspek
saja dari ajaran Islam secara keseluruhan. Karenanya, tujuan pendidikan Islam
tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan
pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepada-Nya dan dapat mencapai
kehidupan yang berbahagiah di dunia dan di akhirat.
Berbicara mengenai tujuan pendidikan secara
umum memang sangat penting, tujuan umum ini tetap menjadi arah pendidikan
Islam. Untuk keperluan pelaksanaan pendidikan, tujuan ini harus dirinci menjadi
tujuan khusus. Tujuan khusus
yang tersebut harus lebih spesifik untuk menjelaskan apa yang ingin dicapai
melalui pendidikan Islam. Tujuan khusus ini lebih praxixsifatnya,
sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak sekedar idealisasi ajaran-ajaran
Islam di bidang pendidikan. Dengan kerangka tujuan yang lebih praxix itu
dapat dirumuskan harapan-harapan yang ingin di dalam tahap-tahap tertentu
proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang telah dicapai.
Tujuan-tujuan khusus itu tahap-tahap penguasaan
anak didik terhadap bimbingan yang diberikan dalam berbagai aspeknya; pikiran,
perasaan, kemauan, intuisi, keterampilan atau istilah lain, kognitif, afektif
dan psikomotorik. Dari tahapan-tahapan inilah kemudian dapat dicapai
tujuan-tujuan yang lebih terperinci lengkap dengan materi, metode dan sistem
evaluasi. Inilah yang kemudian disebut dengan kurikulum yang selanjutnya
diperinci lagi ke dalam silabus dari berbagai materi yang akan diberikan.
2)
Kurikulum
Istilah curriculum berasal
dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata curri yang berarti
pelari dan curere yang berarti tempat berpacu. Berdasarkan
makna tadi, pada awalnya kurikulum dalam dunia pendidikan diartikan sebagai
kumpulan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik untuk
menyelesaikan pendidikannya.
Kurikulum merupakan pencapaian tujuan-tujuan
yang lebih terperinci lengkap dengan materi, metode, dan sistem evaluasi
melalui tahap-tahap penguasaan peserta didik terhadap berbagai aspek: kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Menurut
Abuddin Nata, bahwa kurikulum adalah rencana atau bahasan pengajaran, sehingga
arah kegiatan pendidikan menjadi jelas. Pengertian ini terkait dengan hal yang
paling menonjol dari isi kurikulum, yaitu susunan bahan atau mata pelajaran
yang akan digunakan sebagai acuan dalam kegiatan pendidikan.
Dari berbagai definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh peserta didik untuk memperoleh gelar atau ijazah.
Dengan demikian, kurikulum pendidikan Islam
berorientasi pada pengembangan maksimal untuk membina pengetahuan atau
kemampuan seseorang mengembangkan keteramplan untuk memecahkan masalah-masalah
yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
3)
Dasar-dasar Pendidikan Islam
Dasar-dasar pendidikan Islam, secara prinsiplis
diletakkan pada dasar-dasar ajaran Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya,
yaitu sebagai berikut:
a)
Dasar pendidikan Islam pertama adalah
al-Qur’a>n dan sunnah
b)
Dasar pendidikan Islam kedua adalah nila-nilai
sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran al-Qur’a>n dan
sunnah atas prinsip mendatangkan kemanfaatan dan menjauhkan kemudaratan
c)
Dasar pendidikan Islam ketiga adalah warisan
pemikiran Islam. Dalam hal ini hasil pemikiran para ulama, filsuf dan
cendikiawan muslim, khususnya dalam pendidikan.
Dari dasar-dasar pendidikan Islam itulah
kemudian dikembangkan suatu sitem pendidikan yang mempunyai karakteristik
tersendiri yang berbeda dengan sistem-sistem pendidikan lainnya. Secara
singkat karakteristik pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
·
Karakteristik pertama pendidikan Islam adalah
penekanan bahwa pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan dan pengembangan atas
dasar ibadah kepada Allah.
·
Karakteristik kedua pendidikan Islam adalah
pengakuan akan potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam suatu
kepribadian. Setiap pencari ilmu dipandang sebagai makhluk Tuhan yang perlu
dihormati dan disantuni agar potensi-potensi yang dimilikinya dapat
teraktualisasi dengan sebaik-baiknya.
·
Karakteristik ketiga pendidikan Islam adalah
pengamalan ilmu pengetahuan atas dasar tanggung jawab kepada Tuhan dan
masyarakat manusia. Di sini pengetahuan bukan hanya untuk diketahui dan
dikembangkan, melainkan sekaligus dipraktekkan dalam kehidupan nyata.
4)
Metode pendidikan Islam
Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik
untuk mencapai maksud dalam suatu ilmu pengetahuan.
Menurut Ahmad Tafsir metode pendidikan adalah cara yang digunakan dalam upaya
mendidik. Dapat
disimpulkan bahwa metode pendidikan Islam ialah cara yang digunakan untuk
mendidik peserta didik dalam upaya mencapai tujuan pendidikan Islam yakni insan
kamil.
Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan, karena ia menjadi
sarana dalam menyampaikan materi pembelajaran yang tersusun dalam kurikulum.
Tanpa metode suatu materi pembelajaran tidak akan dapat berproses secara
efisien dan efektif dalam kegiatan pembelajaran menuju tujuan pendidikan Islam.
Menggunakan metode-metode pendidikan yang tidak layak bagi pemikiran peserta
didik. Sehingga kecenderungan seperti ini menghasilkan sikap tidak kritis dan
patuh terhadap dogma-dogma.
Untuk itu, perlunya mengembangkan metode-metode
baru untuk membentuk cara pandang peserta didik dan memiliki paradigma baru.
Dengan begitu, peserta didik dapat menyumbangkan pemikirannya untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat kontemporer saat ini.
B. Pemikiran Pendidikan Islam
1.
Demokratisasi Pendidikan Islam
Demokratisasi adalah proses menuju demokrasi.
Dalam konteks ini, pendidikan merupakan sarana paling strategis bagi penciptaan
demokratisasi. Cara paling strategis “mengalami demokrasi” (experiencing
democracy) adalah melalui apa yang disebut sebagai democracy
education. Pendidikan demokrasi dapat dipahami sebagai sosialisasi,
diseminasi, dan aktualisasi konsep, sistem, nilai, budaya, dan praktik
demokrasi melalui pendidikan.
Demokratisasi pendidikan mengandung arti proses
menuju demokrasi dalam bidang pendidikan. Demokratisasi pendidikan dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu “demokrasi pendidikan” dan “pendidikan
demokrasi”. Demokrasi pendidikan, sebagaimana telah disinggung pada awal
tulisan ini, dapat diwujudkan di antaranya melalui penerapan konsep pendidikan
berbasis masyarakat dalam sebuah penyelenggaraan pendidikan nasional. Demokrasi
pendidikan lebih bersifat politis, menyangkut kebijakan pemerintah dalam bidang
pendidikan di tingkat nasional. Rakyat atau masyarakat diberikan haknya secara
penuh untuk ikut menentukan kebijakan pendidikan nasional. Semua pihak yang
berkepentingan dengan pendidikan diharapkan dapat berpartisipasi dalam
penentuan kebijakan pendidikan. Inilah yang disebut demokrasi pendidikan.
Pendidikan demokrasi menuntut adanya perubahan
asassubject matter oriented menjadi student
oriented. Proses pendidikan selama ini terkesan menganut asas subject
matter oriented, yaitu bagaimana membebani peserta didik dengan
informasi-informasi kognitif dan motorik yang kadang-kadang kurang relevan
dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan psikologis mereka. Dengan orientasi
seperti ini dapat dihasilkan lulusan yang pandai, cerdas, dan terampil, tetapi
kepandaian dan kecerdasan emosional. Keadaan demikian terjadi karena kurangnya
perhatian terhadap ranah afektif. Padahal ranah afektif sama penting peranannya
dalam membentuk perilaku peserta didik.
2.
Modernisasi Pendidikan Islam
Dasar filosofis dari modernisasi pengembangan
pemikiran dan institusi ini adalah prasyarat bagi kebangkitan muslim di era
modern dan di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, pemikiran atau gagasan
kelembagaan termasuk pendidikan yang harus dimodernisasi dengan
kerangka-kerangka yang sesuai dengan makna modernitas yang sebenarnya. Yaitu,
mempertahankan pemikiran lembaga Islam tradisional hanya akan memperpanjang
nestapa ketidakberdayaan kaum muslim dalam menghadapi kemajuan modern.
Hubungan erat modernisasi dan pendidikan
terutama pendidikan Islam juga ikut mewarnai dinamika pendidikan nasional di
Indonesia. Modernisasi di Indonesia lebih dikenal dengan istilah pembangunan (development)
adalah proses multimendisional yang kompleks.
Dalam
konteks ini, pendidikan menjadi variabel terikat dari modernisasi sebab
pendidikan merupakan media untuk membangun masyarakat dalam menjalankan agenda
dalam mencapai tujuan-tujuan modernisasi dan pembangunan. Pendidikan memang
mutlak diperlukan sebab bagaimanapun pendidikan menjadi penunjang untuk
mencapai kemajuan sehingga banyak pakar menyinggung bahwa pendidikan menjadi
kunci utama untuk membuka pintu ke arah modernisasi.
Variabel-variabel di bawah ini dapat diterapkan
dalam agenda modernisasi pendidikan Islam dalam konteks Indonesia secara
keseluruhan.
1)
Input dari masyarakat ke dalam sistem
pendidikan.
a.
Ideologis-normatif: Orientasi-orientasi
ideologis tertentu yang diekspresikan dalam norma-norma nasional (Pancasila,
misalnya) menuntut sistem pendidikan untuk memperluas dan memperkuat wawasan
nasional peserta didik.
b.
Mobilisasi politik: Kebutuhan bagi modernisasi
dan pembangunan menuntut sistem pendidikan untuk mendidik, mempersiapkan dan
menghasilkan kepemimpinan modernitas dan inovator yang dapat memelihara dan
bahkan meningkatkan momentum pembangunan.
c.
Mobilisasi ekonomi: Kebutuhan akan tenaga kerja
yang handal menuntut sistem pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik
menjadi sumber daya manusia yang unggul dan mampu mengisi berbagai lapangan
kerja yang tercipta dalam proses pembangunan. Dalam hal ini, lembaga-lembaga
pendidikan Islam tidak sekedar menjadi lembaga transfer dan transmisi ilmu-ilmu
Islam, tetapi sekaligus juga harus dapat memberikan keterampilan (skill)
dan keahlian (abilities).
d.
Mobilisasi sosial: Peningkatan harapan bagi
mobilitas sosial dalam modernisasi menuntut pendidikan untuk memberikan akses
ke arah tersebut. Dengan demikian, pendidikan Islam bukan sekedar untuk
memenuhi kewajiban menuntut ilmu belaka, tetapi harus juga memberikan modal
sehingga kemungkinan akses bagi peningkatan sosial.
e.
Mobilisasi kultur: Modernisasi yang menimbulkan
perubahan-perubahan kultur menurut sistem pendidikan untuk mampu memelihara
stabilitas dan mengembangkan warisan kultural yang kondusif bagi
pembangunan.
2)
Output bagi masyarakat
a.
Perubahan sistem nilai: Dengan memperluas peta
kognitif peserta didik, maka pendidikan menanamkan nilai-nilai yang merupakan
alternatif bagi sistem nilai tradisional.
b.
Output politik: Kepemimpinan modernitas dan
inovator yang secara langsung dihasilkan sistem pendidikan dapat diukur dengan
perkembangan kuantitas dan kekuatan birokrasi sipil-militer, intelektual dan
kader-kader administrasi politik lainnya, yang direkrut dari lembaga-lembaga
pendidikan, terutama pada tingkat menengah dan tinggi.
c.
Output ekonomi: Dapat diukur dari tingkat
ketersediaan sumber daya manusia atau tenaga kerja yang terlatih dan siap
pakai, baik white collar maupun blue collar.
d.
Output sosial: Dapat dilihat dari tingkat
integrasi sosial dan mobilitas peserta didik ke dalam masyarakat secara
keseluruhan.
e.
Output kultural: Tercermin dari upaya-upaya
pengembangan kebudayaan ilmiah, rasional dan inovatif, peningkatan peran
integratif agama dan pengembangan bahasa pendidikan.
Dengan kerangka modernisasi di atas, pendidikan
Islam diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dunia modern dengan bermodalkan
lahirnya lembaga pendidikan Islam yang berorientasi pada modernisme, melahirkan
sumber daya manusia yang profesional, dan mampu memberikan akses ke arah
mobiltas sosial.
C. Pembaruan Pendidikan Islam
Kata pembaruan dalam Kamus Bahasa Indonesia,
berarti proses, cara, perbuatan membarui. Adapun
menurut Muljono Damopolii, pembaruan mengandung prinsip dinamika yang selalu
ada dalam gerak langkah kehidupan manusia yang menuntut adanya perubahan secara
terus-menerus. Sedangkan
menurut Azyumardi Azra, upaya untuk menata kembali struktur-struktur sosial,
politik, pendidikan dan keilmuan yang mapan dan ketinggalan zaman (out dated),
termasuk struktur pendidikan Islam, adalah bentuk pembaruan dalam pemikiran dan
kelembagaan Islam.
Modernisasi atau pembaharuan Islam merupakan
upaya untuk mengaktualisasikan ajaran Islam agar sesuai dengan perkembangan
sosial yang terjadi. Konteks
ini menegaskan bahwa ajaran Islam dapat disesuaikan dengan tuntutan sosial,
sehingga dengan perubahan pemikiran-pemikiran atau kebiasaan lama yang
mengandung nilai muamalah disesuaikan dengan perkembangan zaman dan tidak
mengubah ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah.
Di sisi lain ditegaskan lagi oleh pendapat
Harun Nasution yang mengatakan pembaruan atau modernisasi mengandung pemikiran,
aliran, gerakan, usaha untuk mengubah paham-paham, adat-istiadat,
institusi-institusi lama, dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru
yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Dengan perubahan yang disesuaikan dengan
suasana sosial dan kemajuan ilmu pengetahuan tersebut, maka akan dapat
menghasilkan lulusan yang mampu bersaing dengan pasar global di zaman modern
ini. Untuk itu, para pendidik dan tenaga kependidikan juga harus ditingkatkan
baik kuantitas maupun kualitasnya dengan cara pengiriman ke
universitas-universitas besar di Barat di mana mereka akan mendapat pelatihan
dalam pengajaran dan metodologi penelitian, interpretasi dan analisis. Sehingga
setelah mereka menggali ilmu di negara-negara yang pengetahuannya lebih maju,
mereka dapat memberikan atau membagikan ilmu yang telah mereka dapat ke dunia
pendidikan Indonesia.
Adapun untuk mencapai perubahan pendidikan
Islam itu, dengan cara perubahan dalam pemikiran dan kelembagaan.
Pemikirannya harus bebas, rasional, modern, demokratis dan toleran
(sebagaimana puncak kejayaan/ keemasan Islam di zaman klasik). Pada masa
kejayaan Islam di Dinasti Umayyah., masyarakat Islam pada saat itu sangat
menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan tingkat toleransi Ilmuan pada masa itu
sangat tinggi, sehingga banyak pemikiran-pemikiran yang dapat
diaplikasikan berdampak kepada ilmu pengetahuan pada saat itu yang berkiblat
kepada tokoh pemikir-pemikir Islam.
Negeri-negeri berkembang menyadari
ketertinggalan mereka dari negeri-negeri yang telah maju, terutama dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dewasa ini, dunia Islam merupakan kawasan yang
paling terbelakang di antara penganut agama besar lain. Dengan kata lain, di
antara semua penganut agama besar di muka bumi ini, para pemeluk Islamlah yang
paling rendah dan lemah dalam hal sain dan teknologi. Hal
ini disebabkan antara lain, karena pendidikan Islam di negeri muslim hingga
akhir abad ke-20 masih menekankan aspek teologis, kurang memperhatikan aspek
pengembangan ilmiyah. Sistem pendidikan Islam masih disibukkan dengan persoalan
teologis, yang menganggap aspek sains dan teknologi menjadi tidak penting dan
tidak sempat terpikirkan. Pendidikan Islam, hingga saat ini lebih cenderung
pada aspek yang berkaitan dengan normatifitas, mengakibatkan tuntutan
historisitas. Akibatnya, umat Islam berada di garis paling belakang dalam hal
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Gagasan pemikiran pembaruan atau modernisasi
pendidikan Islam di Indonesia, seperti apa yang dikemukakan di atas, sangat
“berkaitan erat dengan pertumbuhan gagasan modernisme Islam di kawasan ini”.
Apabila mengamati gagasan modernisasi Islam pada awal abad 20 pada lapangan
pendidikan direalisasikan dengan pembentukan lembaga-lembaga pendidikan modern
yang diadopsi dari sistem pendidikan kolonial Belanda dan kehadiran
organisasi-organisasi modernis Islam, seperti Jami’at Khair, Al-Irsyad,
Muhammadiyah, dan lain-lain, sebagai pelopor modernis, walaupun pada awal
perkembangan organisasi-organisasi ini mengadopsi sistem dan lembaga pendidikan
modern secara hampir menyeluruh. Artinya, titik tolak modernisme pendidikan
Islam di sini adalah sistem dan kelembagaan pendidikan modern (Belanda) bukan
sistem dan lembaga pendidikan Islam Tradisional.
Pembaruan pendidikan terjadi karena adanya
tantangan kebutuhan masyarakat pada saat itu dan pendidikan itu sendiri
diharapkan dapat menyiapkan produk manusia yang mampu mengatasi kebutuhan
masayarakat tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan lebih bersifat
konservatif. Misalnya, pada masyarakat agraris pendidikan di desain agar
relevan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat pada era tersebut, begitu
juga apabila perubahan masyarakat menjadi masyarakat industrial dan informasi,
pendidikan juga di desain mengikuti irama perkembangan masyarakat industri dan
informasi dan seterusnya.
Sebagaimana kondisi pendidikan di Indonesia,
kondisi pendidikan Islam di Indonesia pun menghadapi berbagai persoalan dan
kesenjangan dalam berbagai aspek yang lebih kompleks, yaitu: berupa persoalan
dikotomi pendidikan, kurikulum, tujuan, sumber daya, serta manajemen pendidikan
Islam. Upaya perbaikannya belum dilakukan secara mendasar, sehingga terkesan
seadanya saja. Usaha pembaruan dan peningkatan pendidikan Islam sering bersifat
sepotong-sepotong atau tidak komprehensif dan menyeluruh serta sebagian besar
sistem dan lembaga pendidikan Islam belum dikelola secara profesional. Usaha
pembaruan pendidikan Islam secara mendasar selalu dihambat berbagai masalah,
mulai dari persoalan dana sampai tenaga ahli, sehingga “Pendidikan Islam dewasa
ini terlihat orientasinya yang semakin kurang jelas”. Dengan kenyataan ini maka
sebenarnya “sistem pendidikan Islam haruslah senantiasa mengorientasi diri
untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat sebagai
konsekuensi logis dari perubahan”.
Dari pembahasan di atas, ada beberapa indikator
sebagai usaha pembaruan pendidikan Islam, yaitu: setting pendidikan, lingkungan
pendidikan, karekteristik tujuan. Perlu diketahui bahwa suatu usaha pembaruan
pendidikan terarah dengan baik apabila didasarkan pada kerangka dasar filsafat
dan teori pendidikan yang mantap. Filsafat pendidikan hanya dapat dikembangkan
berdasarkan asumsi-asumsi dasar yang kokoh dan jelas tentang manusia, baik
sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, hubungannya dengan
lingkungan, alam semesta, akhiratnya, dan hubungannya dengan Maha Pencipta,
sedangkan teori pendidikan dapat dikembangkan atas dasar pertemuan antara
pendekatan filosofis dan pendekatan empiris.
Dengan demikian, kerangka dasar pertama
pembaruan pendidikan Islam adalah “konsepsi filosofis” dan “teori pendidikan”
yang didasarkan pada asumsi-asumsi dasar tentang manusia yang hubungannya
dengan masyarakat lingkungan dan ajaran Islam.
Langkah awal yang dilakukan dalam mengadakan
perubahan pendidikan adalah merumuskan “kerangka dasar filosofis pendidikan”
yang sesuai dengan ajara Islam, kemudian mengembangkan secara “empiris
prinsip-prinsip” yang mendasari keterlaksanaannya dalam konteks lingkungan
(sosial dan kultural) tanpa kerangka dasar “filosofis” dan ‘teoritis” yang
kuat, maka pembaruan pendidikan Islam tidak punya pondasi yang kuat dan juga
tidak mempunyai arah yang pasti. Kemudian langkah selanjutnya adalah
mengembangkan kerangka dasar sistemik, yaitu kerangka dasar filosofis dan
teoritis pendidikan Islam harus ditempatkan dalam konteks supra - sistem
masyarakat, bangsa dan negara serta kepentingan umat di mana pendidikan itu
diterapkan. Apabila terlepas dari konteks ini, pendidikan akan menjadi tidak
relevan dengan kebutuhan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia dalam
menghadapi tuntutan perubahan menuju “masyarakat madani” Indoensia.
Usaha pembaruan dan pengembangan sistem
pendidikan Islam selama ini belum maksimal atau tidak komprehensif dan
menyeluruh. Karenanya, sebagian besar sistem pendidikan Islam belum dikelola
secara profesional. Kebanyakan lembaga pendidikan Islam masih dikelola dengan
semangat “keikhlasan”, sehingga tidak terjadi esensial dalam pendidikan Islam.
Tetapi tanpa harus mengorbankan semangat keikhlasan dan jiwa pengabdian, sudah
waktunya sistem dan lembaga pendidikan Islam dikelola secara profesional, bukan
hanya dalam soal penggajian, pemberian honor, tunjangan atau pengelolaan
administrasi dan keuangan. Profesionalisme mutlak pula diwujudkan dalam
perencanaan, penyiapan tenaga pengajar, kurikulum dan pelaksanaan pendidikan
itu sendiri.
Salah satu contoh yaitu Azyumardi Azra adalah
salah seorang tokoh yang menggabungkan pendidikan agama Islam ke dalam
pemikiran pragmatisme di dalam aliran filsafat, yang mana untuk mengukur suatu
kebenaran atau keberhasilan haruslah dilihat dari berapa letak perubahan dan
memudahkan tercapainya suatu tujuan atau kepentingan tertentu.
D.
Priode Pendidikan Islam Di Indonesia
1.
Pendidikan Islam Di Indonesia
Pada Tahun 1899-1930.
Pendidikan Islam di Indonesia sebelum tahun
1900 masih bersifat halaqoh ( nonklasikal). Selain itu
madrasah-madrasah tidak besar sehingga kita tidak menemukan sisa-sisanya. Salah
satu pesantren yang berdiri sebelum tahun 1900 yaitu pesantren Tebuireng yang
didirikan K.H Hasyim Asy’ari.
Tokoh-tokoh Islam Indonesia yang mendirikan
pesantren merupakan Alumni-alumni dari Mekkah . Mereka bersamaan naik haji dan
tinggal beberapa tahun untuk belajar mendalami ilmu agama setelah tamat mereka
kembali ke Indonesia membawa warna baru bagi pendidikan Islam . Tokoh
tersebutlah yang mendirikan pesantren seperti pesantren Tebuireng yang dirikan
oleh KH. Hasyim ‘Asy’ari, pesantren Al-Mushatafiyah Purba baru Tapanuli selatan
yang dirikan oleh Syaik Mustafa Husein tahun 1913.
Dalam sejarah Minangkabau terdapat ulama besar
dan termasyhur ialah syekh Burhanuddin murid dari Syekh Abdul-Rauf Singkil (
Aceh) yang telah mendirikan Surau di Ulakan Pariaman. Beliau ini yang
mengembangkan Pendidikan agama Islam di daerah Minangkabau.
Metodologi pengajaran masih didominasi oleh
system sorogan, dimana guru membaca buku yang berbahasa Arab dan menerangkan
dengan bahasa daerah kemudian murid-murid mendengarkan. Selain itu evaluasi
belajar sangat kurang diperhatikan, hal ini didiga karena tujuan belajarnya
lillahi ta’ala.
Secara umum kurikulum lembaga pendidikan Islam
tahun 1930 meliputi ilmu-ilmu ; bahasa Arab dengan tata bahasanya fiqh, akidah,
akhlak dan pendidikan. Sarana pendidikan yang dipergunakan masjid dan madrasah
( kelas). Kelas tidak diukur dari hasil evaluasi tapi kelas menurut tahun masuk
atau periodisasi. Tidak ada istilah kenaikan kelas, begitu 6 tahun atau 7 tahun
mereka dianggap sudah tamat dan berhak untuk mengajar.
Bahwa pendidikan pada masa sebelum tahun 1900
merupakan masa tradisional dalam system pendidikan Islam di Indonesia. Masa
tersebut belum adanya pembaharuan tentang system pendidikan baik pada
kurikulum, kitab-kitab yang masih banyak menggunakan tulisan tangan manusia dan
metode pengajaran yang mengunkan system bandungan dan halaqah dalam proses
belajar mengajar.
2.
Pendidikan Islam di Indonesia
pada tahun 1931-1945
Menurut Mahmud yunus dimana dimulainya
modernisasi pendidikan Islam di Indonesia di mulai dari tahun 1931 lembaga
pendidikan Islam Indonesia memasuki warna baru. Pembaharuan pendidikan Islam
Indonesia di rintis oleh para alumni-alumni yang belajar di negara timur tengah
khususnya Mekkah.
Pengaruh pendidikan modern sangat mendapat
respon positif, karena banyak lembaga pendidikan yang menganut system modern
seperti Kulliah Mu’allimin Islamiyah yang berdiri pada tahun 1931 Pimpinan
Mahmud yunus. Selain itu Pondok Modern Darussalam Gontor ponorogo pimpinan K.H
Imam Zarkasyi sudah mengikuti kurikulum dan system pendidikanNormal sebelumnya
masih secar tradisional.
Selain pengetahuan umum sebagai pembaharuan
dalam periode ini, selain itu juga pembaharuan dalam bidang metodologi misalnya
Mahmud Yunus menerapkan tariqah al-mubasyirah dalam belajar bahasa Arab, dan
metodologi pengajaran setiap bidang studi sangat variatif. Adapun evaluasi
sudah menjadi alat ukur keberhasilan siswa.
Awal abad ke-20 merupakan masa pembaharuan
model dan system pendidikan Islam di Indonesia. Pembaharuan tersebut berasal
baik dari kaum reformis Muslim sendiri maupun dari pemeritahan kolonial
Belanda.
E.
Pembaharuan Pendidikan Islam di
Indonesia
Pembaharuan yang mengandung pikiran, aliran,
gerakan, dan usaha untuk mengubah paham,adat istiadat, instituisi lama dan
sebagainya, agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan
keadaan baru yang timbul oleh tujuan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Modernisasi atau pembaharuan juga berarti proses pergeseran sikap dan
mentalitas mental sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan
tuntutan hidup masyarakat kini. Modernisasi
merupakan proses penyesuaian pedidikan Islam dengan kemajuan zaman.
Latar belakang dan Pola-pola pembaharuan dalam
Islam, khususnya dalam pendidikan mengambil tempat sebagai : 1) golongan yang
berorentasi pada pola pendidikan modern barat, 2) gerakan pembaharuan
pendidikan Islam yang berorentasi pada sumber Islam yang murni dan 3)
pembaharuan pendidikan yang berorentasi pada nasionalisme.
Modernisasi pendidikan Islam Indonesia masa
awalnya dikenalkan oleh bangsa kolonial Belanda pada awal abad ke-19.
Program yang dilaksanakan oleh kolonial Belanda dengan
mendirikan Volkshoolen, sekolah rakyat, atau sekolah desa ( Nagari) dengan
masa belajar selama 3 tahun, di beberapa tempat di Indonesia sejak dasawarsa
1870-an. Pada tahun 1871 terdapat 263 sekolah dasar semacam itu dengan siswa
sekitar 16.606 orang; dan menjelang 1892 meningkat menjadi 515 sekolah dengan
sekitar 52.685 murid.
Point penting eksprimen Belanda dengan sekolah
nagari terhadap system dan kelembagaan pendidikan Islam adalah tranformasi
sebagian surau di Mingkabau menjadi sekolah nagari model Belanda. Memang
berbeda dengan masyarakat muslim jawa umumnya memberikan respon yang dingin,
banyak kalangan masyrakat muslim Minangkabau memberikan respon yang cukup baik
terhadap sekolah desa. Perbedaan respon masyarakat Muslim Minangkabau dan jawa
banyak berkaitan dengan watak cultural yang relatif berbeda, selain itu juga
berkaitan dengan pengalaman histories yang relatif berbeda baik dalam proses
dan perkembangan Islamisasi maupun dalam berhadapan dengan kekuasaan Belanda.
Selain itu perubahan atau modernisasi
pendidikan Islam datang dari kaum reformis atau modernis Muslim. Gerakan
reformis Muslim yang menemukan momentumnya sejal abad 20 berpendapat,
diperlukan reformasi system pendidikan Islam untuk mempu menjawab tantangan
kolonialisme dan ekspansi Kristen.
Respon system pendidikan Islam tradisional
seperti suaru ( Minangkabau) dan Pesantren ( Jawa) terhadap modernisasi
pendidikan Islam menurut Karel Steenbrink dalam kontek surau tradisional
menyebutnya sebagai menolak dan mencontoh, dalam kontek pesantren sebagai
menolak sambil mengikuti. Untuk itu , tak bisa lain dalam pandangan mereka ,
surau harus mengadopsi pula beberapa unsure pendidikan modern yang telah
diterapkan oleh kaum reformis, khususnya system klasikal dan penjejangan, tanpa
mengubah secara signifikan isi pendidikan surau itu sendiri.
Selain respon yang diberikan oleh pesantren di
jawa, komunitas pesantren menolak asumsi-asumsi keagamaan kaum reformis. Tetapi
pada saat tertentu mereka pasti mengikuti langka kaum reformis . karena
memiliki manfaat bagi para santri, seperti system penjenjangan, kurikulum yang
lebih jelas dan system klasikal. Pesantern yang mengikuti jejak kaum reformis
adalah pesanteren Mambahul ‘ulum di Surakarta, dan di ikuti oleh pesantren
Modern Gontor di Ponorogo. Pondok tersebut memasukan sejumlah mata pelajaran
umum ke dalam kurikulumnya, juga mendorong santrinya untuk memperlajari bahasa
Inggris selain bahasa Arab dan melaksanakan sejumlah kegiatan ekstra kurikuler
seperti olah raga, kesenian dan sebagainya.
Sistem Pendidikan Islam pada mulanya diadakan
di surau-surau dengan tidak berkelas-kelas dan tiada pula memakai bangku, meja,
dan papan tulis, hanya duduk bersela saja. Kemudian mulialah perubahan sedikit
demi sedikit sampai sekarang. Pendidikan Islam yang mula-mula berkelas dan
memakai bangku, meja dan papan tulis, ialah Sekolah Adabiah ( Adabiah School)
di Padang.
Adabiah School merupakan madrasah (sekolah
agama) yang pertama di Minangkabau, bahkan diseluruh Indonesia. Madrasah
Adabiah didirikan oleh Almarhum Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1909. Adabiah
hidup sebagai madrasah sampai tahun 1914, kemudian diubah menjadi H.I.S.
Adabiah pada tahun 1915 di Minangkabau yang pertama memasukkan pelajaran Agama
dalam rencana pelajarannya. Sekarang Adabiah telah menjadi sekolah Rakyat dan
SMP.
Setelah berdirinya madrasah Adabiah, maka
selanjutnya diikuti madrasah lainnya seperti madras Schol di Sungyang ( daerah
Batusangkar) oleh Syekh M.Thaib tahun 1910 M, Diniah School ( madrasah diniah)
oleh Zainuddin Labai Al-Junusi di Padangpanjang tahun 1915.
Di antara guru Agama banyak juga mengarang
kitab-kitab untuk madrasah ialah 1)H. Jalaluddin Thaib, seperti kitab jenjang
bahasa arab 1-2, Tingkatan bahasa arab 1-2, Tafsir Al-Munir 1-2, ( 2) Anku Mudo
Abdul hamid Hakim, seperti kitab: Al-Mu’in Al-Mubin 1-5, As-Sullam, Al-Bayan
Tahzibul akhlaq, ( 3) Abdur-Rahim Al-Manafi seperti kitab : Mahadi ‘ilmu Nahu,
Mahadi ilmu Sharaf, Al-Tashil, Lubahul Fighi, Al-Huda, Asasul adab.
Ulama-ulama yang mengadakan perubahan dalam
pendidikan Islam di Minangkabau adalah 1) syekh Muhd. Thaib Umar Sungayang,
batu sangkar tahun 1874-1920 M. 2) Syekh H.Abdullah Ahmad, Padang tahun 1878
M-1933M, 3) Syekh H. Abdul karim Amrullah, Maninjau 1879-1945 M, 4) Syekh H.M.
Jamil Jambek bukittinggi 1860-1947, 5) dan lain-lain.
Surau –surau yang termashur di Minangkabau
adalah sebagai berikut ; 1) Surau Tanjung Sungyang didirikan oleh Syekh H.M
Thaib Umar pada tahun 1897 M dan masih hidup sampai sekarang dengan nama
Al-Hidayah dan SMPI, PGA., 2) Surau Parabek, bukittinggi didirikan oleh Syekh
H. Ibrahim Musa pada tahun 1908 M. dan masih hidup sampai sekarang dengan nama
Thawalib, 3) Surau padang Japang didirikan oleh Syekh H. Abbas Abdullah pada
tahun … dan masih hidup sampai sekarang dengan nama Darul funun Abbasiah, 4)
dan lain-lain.
Perbandingan
pendidikan Islam menurut sistim lama dengan pendidikan Islam pada masa
perubahan
Sistem lama
|
Masa perubahan
|
1. Pelajaran ilmu-ilmu
itu diajarkan satu demi Satu
2. Pelajaran ilmu
sharaf didahulukan dari ilmu nahwu
3. Buku pelajaran yang
mula-mula dikarang oleh ulama Indonesia serta terjemahkan dengan bahasa
Melayu.
4. kitab-kitab itu
umumnya tulis tangan
5. Pelajaran suatu
ilmu, hanya dikerjarakan dalam satu macam kitab saja.
6. Toko kitab belum
ada, hanya ada orang pandai menyalin kitab dengan tulisan tangan.
7. Ilmu agama sedikit
sekali, karena sedikit bacaan.
8. Belum lahir aliran
baru dalam Islam.
|
1. Pelajaran
ilmu-ilmu itu dihimpun 2 sampai 6 ilmu sekaligus.
2. Pelajaran ilmu
Nahwu di dahulukan / disamakan dengan ilmu sharaf.
3. Buku Pelajaran
semuanya karangan ulama Islam dahulu kala dan dalam bahasa Arab.
4. kitab-kitab itu
semuanya dicetak ( dicap).
5. Pelajaran suatu
ilmu di ajarkan dalam beberapa macam kitab : rendah, menengah dan tinggi.
6. Toko kitab telah
ada yang memesan kitab-kitab ke Mesir / Mekkah.
7. Ilmu agama telah
luas berkembang, karena telah banyak kitab bacaan.
8. Mulai lahir aliran
baru dalam Islam yang bawa oleh majalah Al-Manar di Mesir.
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
-) Pendidikan Islam merupakan hasil pemikiran
terhadap pengembagan mutu pendidikan Islam. Gagasan yang dimaksud adalah tujuan
pendidikan Islam, kurikulum pendidikan Islam, dasar-dasar pendidikan Islam dan
metode pendidikan Islam. -) Pemikiran Pendidikan Islam di sini yakni perhatian
terhadap demokratisasi dan modernisasi pendidikan Islam dengan tujuan agar
mampu mengangkat martabat lembaga pendidikan Islam yang menghasilkan kualitas
tinggi. -) Pembaruan pendidikan Islam, ditekankan pada tercapainya
keseimbangan antara teori dan praktis sehingga berdampak kepada lulusan-lulusan
yang mampu bersaing di dunia maju dengan selalu memperhatikan prinsip modern
itu sendiri.
2.
Priode Pendidikan Islam Di Indonesia : 1)
Pendidikan Islam Di Indonesia Pada Tahun 1899-1930. 2)Pendidikan Islam di Indonesia pada tahun 1931-1945
3.
Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia :Pembaharuan
yang mengandung pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham,adat
istiadat, instituisi lama dan sebagainya, agar semua itu dapat disesuaikan
dengan pendapat-pendapat dan keadaan baru yang timbul oleh tujuan ilmu
pengetahuan serta teknologi modern
B. Implikasi
Gagasan, pemikiran dan pembaruan pendidikan
Islam Azyumardi Azra hendaknya dapat dijadikan acuan bagi orang-orang yang
bergelut dalam dunia pendidikan. Selain itu diharapkan bagi generasi muda untuk
bisa mengadakan pembaruan dan menata sistem pendidikan Islam sesuai dengan
prinsip modern.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Harry Noer. Prinsip-Prinsip
dan Metode Pendidikan Islam.Cet. II; CV Dipenogoro, Bandung, 1992.
Arifin, M. Ilmu
Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner .
Cet. III; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.
Azra, Azumardi. “Pendidikan
Kewarganegaraan dan Demokrasi.” http://www.kompas. com/ Opini/pend04.htm
(13 Juni 2013).
. Esei-esei
Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1998.
. Pendidikan
Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III. Cet. I;
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
. Pendidikan
Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Cet. I; Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1999.
. Jaringan
Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Melacak
Akar-akar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia. Cet. IV; Bandung: Mizan,
1998.
Damopolii, Muljono. Pesantren
Modern IMMIM: Pencetak Muslim Modern. Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2011.
Daradjat, Zakiah, et
al., eds. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. X; Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2012.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
1995.
Departemen Agama RI. Al-Qur’ān
Tajwid dan Terjemahnya. Cet. X; Bandung: CV Penerbit Dipenogoro, 2011.
Kartono, Kartini. Tinjauan
Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional Beberapa Kritik dan Sugesti.
Jakarta: Pradya Paramita, 1997.
Kurniawan, Syamsul dan Erwin
Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012.
Ma’arif, Ahmad Syafi’i. “Ketika
Pendidikan Tidak Membangun Kultur Demokrasi” Prawacana untuk Zamroni,
Pendidikan untuk Demokrasi: Tantangan Menuju Civil Society. Cet. I;
Yogyakarta: Bigraf, t.t.
Majid, Nurcholis. Islam
Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam
Sejarah. Jakarta: Paramadina, 1995.
Masruroh, Ninik dan
Umiarso. Modernisasi Pendidikan Islam Ala Azyumardi Azra.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Mulyasa, E. Manajemen
Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002.
Naim, Ngainum dan Ahmad
Sauqi. Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2008.
Nasution, Harun. Pembaharuan
dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: PT Bulan Bintang,
1996.
Nata, Abuddin. Tokoh-tokoh
Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005.
. Ilmu
Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Kencana, 2010.
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus
Umum Bahasa Indonesia. Cet. VIII; Jakarta: PT Balai Pustaka, 1985.
Rama, Bahaking. Ilmu
Pendidikan Islam: Suatu Kajian Dasar. Cet. I; Makassar: Alauddin University
Press, 2011.
Ramayulis. Ilmu Pendidikan
Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2011.
Rosyada, Dede. Paradigma
Pendidikan Demokratis. Jakarta: Prenada Media, 2004.
Tafsir, Ahmad. Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam. Cet. VI; Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007.
Abiddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Cet.
I; Jakarta: Kencana, 2010), h. 121.
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Cet.
VIII; Jakarta: PT Balai Pustaka, 1985), h. 93.
Muljono Damopolii, Pesantren Modern IMMIM: Pencetak
Muslim Modern (Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h.
34.
Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta : Hidakarya Agung, 1984 hal. 171
Abuddin
Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada periode klasik dan Pertengahan, hal
195
Comments
Post a Comment