KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS Pendahuluan latar belakang Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah dua sumber utama ajaran Islam. Oleh karena itu, keduanya selalu dijadikan landasan keyakinan, ritual, adat istiadat, etika, ekonomi, politik, peradaban dan seluruh aspek kehidupan umat Islam, baik yang sakral maupun duniawi, pada tataran ¥ abl minallah (vertikal) dan ¥ abl min al. -n ± s (horizontal).

download cara PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

Hai teman-teman, andaikan dulu saya rajin belajar, mungkin saya tidak seperti ini sekarang, mumpun otak masih segar gang dan masih kuat merekam pelajaran, jadi ayo belajar. Istilahnya ;  belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu. entar kalau sudah dewasa, uda pikun, saya curiga belajarnya sudah susah.

coba seandainya dari masa kecil itu pelajaran agama selalu di bangun dan diperbanyak agar menjadi kuat gang, saya yakin saat dewasa pasti ibadah tidak seburuk jika tidak pernah belajar agama, heheheh.. sekedar mengandai-andai aja bang...

Semoga bermanfaat, ini ane posting sedikit tentang pembelajaran Pendidikan Islam, di baca yachh...

A.      Latar Belakang Masalah
Masalah pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dan tidak bisa dipisahkan dari seluruh rangkaian kehidupan manusia. Kebanyakan manusia memandang pendidikan sebagai sebuah kegiatan yang mulia yang mengarahkan manusia pada nilai-nilai yang memanusiakan dari suatu perbuatan dan praktek serta mengundang implikasi pemahaman akan arah dan tujuannya.[1]
Menurut ahli sosiologi, kemajuan dunia pendidikan dapat dijadikan cermin kemajuan masyarakat, dan dunia pendidikan yang amburadul juga dapat menjadi cermin terhadap kondisi masyarakatnya yang juga penuh persoalan.[2] Mulyana menyatakan, bahwa pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana dalam membangun watak bangsa (Nation Character Building).[3]
            Memasuki abad ke 21, isu tentang perbaikan sektor pendidikan di Indonesia mencuat ke permukaan, tidak hanya dalam jalur pendidikan umum, tapi semua jalur dan jenjang pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Karena kelemahan proses dan hasil pendidikan dari sebuah jalur pendidikan akan mempengaruhi indeks keberhasilan pendidikan secara keseluruhan. [4]
            Memang terasa janggal, dalam suatu komunitas masyarakat muslim terbesar, pendidikan Islam harusnya bisa mempunyai peran yang cukup besar dalam dunia pendidikan bangsa ini. Namun pada kenyataanya pendidikan Islam di Indonesia masih menghadapi berbagai masalah dalam berbagai aspek. Lembaga–lembaga pendidikan Islam belum menemukan bentuk idealnya yang mampu mengembangkan potensi umat Islam dalam mengejar ketertinggalannya dari Barat modern. Oleh karena itu, setiap upaya ke arah pencarian sistem pendidikan yang merespon tuntutan masyarakat dan umat Islam perlu didukung.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah pokok yang akan dibahas adalah gagasan, pemikiran dan pembaruan dalam pendidikan Islam. Dari pokok permasalahan di atas, terdapat beberapa sub masalah yang dijabarkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah gagasan umum pendidikan Islam, pemikiran pendidikan Islam dan pembaruan pendidikan Islam?
2.      Bagaimanakah Priodisasi Pendidikan Islam di Indonesia ?
3.      Bagaimana pembaruan pendidikan Islam di Indonesia ?
  

 BAB II


A.       Gagasan Umum Pendidikan Islam
Melihat persoalan tentang pendidikan yang cukup kompleks, penulis makalah ini mencoba untuk melihat pandangan Azyumardi Azra bahwa tidak mungkin dapat dipecahkan hanay sekedar melalui ekspansi linier dari pendidikan yang ada. Selain itu, tidak bisa terpecahkan dengan jalan penyesuaikan teknis administratif di sana sini. Bahkan, tidak bisa pula dengan pengalihan konsep pendidikan dari teknologi pendidikan yang berkembang demikian pesat. Hal yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut, menurutnya adalah meminjam kembali konsep atau asumsi yang mendasari seluruh sistem pendidikan, baik secara makro maupun mikro. Atas dasar peminjaman itu, pendidikan Islam perlu dikembangkan dengan memadukan dua pendekatan, yaitu pendekatan situasional jangka pendek dan pendekatan konseptual jangka panjang. Perpaduan pendekatan itu dibutuhkan karena Azyumardi Azra melihat hubungan usaha pendidikan Islam dengan tuntutan kehidupan dan tantangan perkembangan zaman merupakan hubungan yang prinsipil dan bukan hubungan yang insidental. [5]
Kunci terakhir dalam pengembangan konsep pendidikan silam yang menyeluruh adalah penyegaran kembali ajaran-ajaran akhlak, dan moral berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Karena yang hendak dicapai adalah kesadaran pribadi sebagai seorang muslim yang bertanggung jawab terhadap diri, masyarakat dan umat. Oleh karena itu, setiap perbuatan tingkah laku dan cara berpikir harus dilandasi akhlak dan aturan-aturan dalam Islam.
Memahami gagasan Azyumardi Azra tentang pendidikan Islam, secara menyeluruh kemudian diterapkan akan mampu mewujudkan dan mengembangkan intelektual muslim secara kualitatif dan mendasar, yang dapat diharapkan menuju kebangkitan Islam. Sebab pada akhirnya ia mampu mengetengahkan ajaran-ajaran Islam secara sistematis, terpadu dan menyeluruh serta relevan dengan tantangan dunia modern.
Di antara gagasan atau ide pendidikan Islam Azyumardi Azra adalah sebagai berikut:
1)        Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan ialah arah, haluan, atau yang dituju. [6] Menurut Zakiah Daradjat, tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. [7] Tujuan pendidikan merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya. [8]
Pendidikan Islam merupakan salah satu aspek saja dari ajaran Islam secara keseluruhan. Karenanya, tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepada-Nya dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagiah di dunia dan di akhirat.
Berbicara mengenai tujuan pendidikan secara umum memang sangat penting, tujuan umum ini tetap menjadi arah pendidikan Islam. Untuk keperluan pelaksanaan pendidikan, tujuan ini harus dirinci menjadi tujuan khusus.[9] Tujuan  khusus yang tersebut harus lebih spesifik untuk menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui pendidikan Islam. Tujuan khusus ini lebih praxixsifatnya, sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam di bidang pendidikan. Dengan kerangka tujuan yang lebih praxix itu dapat dirumuskan harapan-harapan yang ingin di dalam tahap-tahap tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang telah dicapai.
Tujuan-tujuan khusus itu tahap-tahap penguasaan anak didik terhadap bimbingan yang diberikan dalam berbagai aspeknya; pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, keterampilan atau istilah lain, kognitif, afektif dan psikomotorik. Dari tahapan-tahapan inilah kemudian dapat dicapai tujuan-tujuan yang lebih terperinci lengkap dengan materi, metode dan sistem evaluasi. Inilah yang kemudian disebut dengan kurikulum yang selanjutnya diperinci lagi ke dalam silabus dari berbagai materi yang akan diberikan.

2)        Kurikulum
Istilah curriculum berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata curri yang berarti pelari dan curere yang berarti tempat berpacu. Berdasarkan makna tadi, pada awalnya kurikulum dalam dunia pendidikan diartikan sebagai kumpulan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik untuk menyelesaikan pendidikannya. [10]
Kurikulum merupakan pencapaian tujuan-tujuan yang lebih terperinci lengkap dengan materi, metode, dan sistem evaluasi melalui tahap-tahap penguasaan peserta didik terhadap berbagai aspek: kognitif, afektif, dan psikomotorik. [11] Menurut Abuddin Nata, bahwa kurikulum adalah rencana atau bahasan pengajaran, sehingga arah kegiatan pendidikan menjadi jelas. Pengertian ini terkait dengan hal yang paling menonjol dari isi kurikulum, yaitu susunan bahan atau mata pelajaran yang akan digunakan sebagai acuan dalam kegiatan pendidikan. [12]
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh peserta didik untuk memperoleh gelar atau ijazah.
Dengan demikian, kurikulum pendidikan Islam berorientasi pada pengembangan maksimal untuk membina pengetahuan atau kemampuan seseorang mengembangkan keteramplan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.

3)        Dasar-dasar Pendidikan Islam
Dasar-dasar pendidikan Islam, secara prinsiplis diletakkan pada dasar-dasar ajaran Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya, yaitu sebagai berikut:
a)         Dasar pendidikan Islam pertama adalah al-Qur’a>n dan sunnah
b)        Dasar pendidikan Islam kedua adalah nila-nilai sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran al-Qur’a>n dan sunnah atas prinsip mendatangkan kemanfaatan dan menjauhkan kemudaratan
c)         Dasar pendidikan Islam ketiga adalah warisan pemikiran Islam. Dalam hal ini hasil pemikiran para ulama, filsuf dan cendikiawan muslim, khususnya dalam pendidikan. [13]
Dari dasar-dasar pendidikan Islam itulah kemudian dikembangkan suatu sitem pendidikan yang mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dengan sistem-sistem pendidikan lainnya. [14] Secara singkat karakteristik pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
·      Karakteristik pertama pendidikan Islam adalah penekanan bahwa pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan dan pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah.
·      Karakteristik kedua pendidikan Islam adalah pengakuan akan potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam suatu kepribadian. Setiap pencari ilmu dipandang sebagai makhluk Tuhan yang perlu dihormati dan disantuni agar potensi-potensi yang dimilikinya dapat teraktualisasi dengan sebaik-baiknya.
·      Karakteristik ketiga pendidikan Islam adalah pengamalan ilmu pengetahuan atas dasar tanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat manusia. Di sini pengetahuan bukan hanya untuk diketahui dan dikembangkan, melainkan sekaligus dipraktekkan dalam kehidupan nyata. [15]

4)        Metode pendidikan Islam
Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud dalam suatu ilmu pengetahuan.[16] Menurut Ahmad Tafsir metode pendidikan adalah cara yang digunakan dalam upaya mendidik. [17] Dapat disimpulkan bahwa metode pendidikan Islam ialah cara yang digunakan untuk mendidik peserta didik dalam upaya mencapai tujuan pendidikan Islam yakni insan kamil.
Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan, karena ia menjadi sarana dalam menyampaikan materi pembelajaran yang tersusun dalam kurikulum. Tanpa metode suatu materi pembelajaran tidak akan dapat berproses secara efisien dan efektif dalam kegiatan pembelajaran menuju tujuan pendidikan Islam. [18] Menggunakan metode-metode pendidikan yang tidak layak bagi pemikiran peserta didik. Sehingga kecenderungan seperti ini menghasilkan sikap tidak kritis dan patuh terhadap dogma-dogma. [19]
Untuk itu, perlunya mengembangkan metode-metode baru untuk membentuk cara pandang peserta didik dan memiliki paradigma baru. Dengan begitu, peserta didik dapat menyumbangkan pemikirannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kontemporer saat ini.
B.       Pemikiran Pendidikan Islam
1.         Demokratisasi Pendidikan Islam
Demokratisasi adalah proses menuju demokrasi. Dalam konteks ini, pendidikan merupakan sarana paling strategis bagi penciptaan demokratisasi. Cara paling strategis “mengalami demokrasi” (experiencing democracy) adalah melalui apa yang disebut sebagai democracy education. Pendidikan demokrasi dapat dipahami sebagai sosialisasi, diseminasi, dan aktualisasi konsep, sistem, nilai, budaya, dan praktik demokrasi melalui pendidikan. [20]
Demokratisasi pendidikan mengandung arti proses menuju demokrasi dalam bidang pendidikan. Demokratisasi pendidikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu “demokrasi pendidikan” dan “pendidikan demokrasi”. Demokrasi pendidikan, sebagaimana telah disinggung pada awal tulisan ini, dapat diwujudkan di antaranya melalui penerapan konsep pendidikan berbasis masyarakat dalam sebuah penyelenggaraan pendidikan nasional. Demokrasi pendidikan lebih bersifat politis, menyangkut kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan di tingkat nasional. Rakyat atau masyarakat diberikan haknya secara penuh untuk ikut menentukan kebijakan pendidikan nasional. Semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan diharapkan dapat berpartisipasi dalam penentuan kebijakan pendidikan. Inilah yang disebut demokrasi pendidikan. [21]
Pendidikan demokrasi menuntut adanya perubahan asassubject matter oriented menjadi student oriented. Proses pendidikan selama ini terkesan menganut asas subject matter oriented, yaitu bagaimana membebani peserta didik dengan informasi-informasi kognitif dan motorik yang kadang-kadang kurang relevan dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan psikologis mereka. Dengan orientasi seperti ini dapat dihasilkan lulusan yang pandai, cerdas, dan terampil, tetapi kepandaian dan kecerdasan emosional. Keadaan demikian terjadi karena kurangnya perhatian terhadap ranah afektif. Padahal ranah afektif sama penting peranannya dalam membentuk perilaku peserta didik.

2.         Modernisasi Pendidikan Islam
Dasar filosofis dari modernisasi pengembangan pemikiran dan institusi ini adalah prasyarat bagi kebangkitan muslim di era modern dan di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, pemikiran atau gagasan kelembagaan termasuk pendidikan yang harus dimodernisasi dengan kerangka-kerangka yang sesuai dengan makna modernitas yang sebenarnya. Yaitu, mempertahankan pemikiran lembaga Islam tradisional hanya akan memperpanjang nestapa ketidakberdayaan kaum muslim dalam menghadapi kemajuan modern. [22]
Hubungan erat modernisasi dan pendidikan terutama pendidikan Islam juga ikut mewarnai dinamika pendidikan nasional di Indonesia. Modernisasi di Indonesia lebih dikenal dengan istilah pembangunan (development) adalah proses multimendisional yang kompleks.
 Dalam konteks ini, pendidikan menjadi variabel terikat dari modernisasi sebab pendidikan merupakan media untuk membangun masyarakat dalam menjalankan agenda dalam mencapai tujuan-tujuan modernisasi dan pembangunan. Pendidikan memang mutlak diperlukan sebab bagaimanapun pendidikan menjadi penunjang untuk mencapai kemajuan sehingga banyak pakar menyinggung bahwa pendidikan menjadi kunci utama untuk membuka pintu ke arah modernisasi.
Variabel-variabel di bawah ini dapat diterapkan dalam agenda modernisasi pendidikan Islam dalam konteks Indonesia secara keseluruhan.
1)        Input dari masyarakat ke dalam sistem pendidikan.
a.         Ideologis-normatif: Orientasi-orientasi ideologis tertentu yang diekspresikan dalam norma-norma nasional (Pancasila, misalnya) menuntut sistem pendidikan untuk memperluas dan memperkuat wawasan nasional peserta didik.
b.        Mobilisasi politik: Kebutuhan bagi modernisasi dan pembangunan menuntut sistem pendidikan untuk mendidik, mempersiapkan dan menghasilkan kepemimpinan modernitas dan inovator yang dapat memelihara dan bahkan meningkatkan momentum pembangunan.
c.         Mobilisasi ekonomi: Kebutuhan akan tenaga kerja yang handal menuntut sistem pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi sumber daya manusia yang unggul dan mampu mengisi berbagai lapangan kerja yang tercipta dalam proses pembangunan. Dalam hal ini, lembaga-lembaga pendidikan Islam tidak sekedar menjadi lembaga transfer dan transmisi ilmu-ilmu Islam, tetapi sekaligus juga harus dapat memberikan keterampilan (skill) dan keahlian (abilities).
d.        Mobilisasi sosial: Peningkatan harapan bagi mobilitas sosial dalam modernisasi menuntut pendidikan untuk memberikan akses ke arah tersebut. Dengan demikian, pendidikan Islam bukan sekedar untuk memenuhi kewajiban menuntut ilmu belaka, tetapi harus juga memberikan modal sehingga kemungkinan akses bagi peningkatan sosial.
e.         Mobilisasi kultur: Modernisasi yang menimbulkan perubahan-perubahan kultur menurut sistem pendidikan untuk mampu memelihara stabilitas dan mengembangkan  warisan kultural yang kondusif bagi pembangunan.
2)        Output bagi masyarakat
a.         Perubahan sistem nilai: Dengan memperluas peta kognitif peserta didik, maka pendidikan menanamkan nilai-nilai yang merupakan alternatif bagi sistem  nilai tradisional.
b.        Output politik: Kepemimpinan modernitas dan inovator yang secara langsung dihasilkan sistem pendidikan dapat diukur dengan perkembangan kuantitas dan kekuatan birokrasi sipil-militer, intelektual dan kader-kader administrasi politik lainnya, yang direkrut dari lembaga-lembaga pendidikan, terutama pada tingkat menengah dan tinggi.
c.         Output ekonomi: Dapat diukur dari tingkat ketersediaan sumber daya manusia atau tenaga kerja yang terlatih dan siap pakai, baik white collar maupun blue collar.
d.        Output sosial: Dapat dilihat dari tingkat integrasi sosial dan mobilitas peserta didik ke dalam masyarakat secara keseluruhan.
e.         Output kultural: Tercermin dari upaya-upaya pengembangan kebudayaan ilmiah, rasional dan inovatif, peningkatan peran integratif agama dan pengembangan bahasa pendidikan. [23]
Dengan kerangka modernisasi di atas, pendidikan Islam diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dunia modern dengan bermodalkan lahirnya lembaga pendidikan Islam yang berorientasi pada modernisme, melahirkan sumber daya manusia yang profesional, dan mampu memberikan akses ke arah mobiltas sosial.

C.       Pembaruan Pendidikan Islam
Kata pembaruan dalam Kamus Bahasa Indonesia, berarti proses, cara, perbuatan membarui. [24] Adapun menurut Muljono Damopolii, pembaruan mengandung prinsip dinamika yang selalu ada dalam gerak langkah kehidupan manusia yang menuntut adanya perubahan secara terus-menerus. [25] Sedangkan menurut Azyumardi Azra, upaya untuk menata kembali struktur-struktur sosial, politik, pendidikan dan keilmuan yang mapan dan ketinggalan zaman (out dated), termasuk struktur pendidikan Islam, adalah bentuk pembaruan dalam pemikiran dan kelembagaan Islam. [26]
Modernisasi atau pembaharuan Islam merupakan upaya untuk mengaktualisasikan ajaran Islam agar sesuai dengan perkembangan sosial yang terjadi. [27] Konteks ini menegaskan bahwa ajaran Islam dapat disesuaikan dengan tuntutan sosial, sehingga dengan perubahan pemikiran-pemikiran atau kebiasaan lama yang mengandung nilai muamalah disesuaikan dengan perkembangan zaman dan tidak mengubah ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah.
Di sisi lain ditegaskan lagi oleh pendapat Harun Nasution yang mengatakan pembaruan atau modernisasi mengandung pemikiran, aliran, gerakan, usaha untuk mengubah paham-paham, adat-istiadat, institusi-institusi lama, dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. [28]
Dengan perubahan yang disesuaikan dengan suasana sosial dan kemajuan ilmu pengetahuan tersebut, maka akan dapat menghasilkan lulusan yang mampu bersaing dengan pasar global di zaman modern ini. Untuk itu, para pendidik dan tenaga kependidikan juga harus ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya dengan cara pengiriman ke universitas-universitas besar di Barat di mana mereka akan mendapat pelatihan dalam pengajaran dan metodologi penelitian, interpretasi dan analisis. Sehingga setelah mereka menggali ilmu di negara-negara yang pengetahuannya lebih maju, mereka dapat memberikan atau membagikan ilmu yang telah mereka dapat ke dunia pendidikan Indonesia.
Adapun untuk mencapai perubahan pendidikan Islam itu, dengan cara perubahan dalam pemikiran dan kelembagaan. Pemikirannya  harus bebas, rasional, modern, demokratis dan toleran (sebagaimana puncak kejayaan/ keemasan Islam di zaman klasik). Pada masa kejayaan Islam di Dinasti Umayyah., masyarakat Islam pada saat itu sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan tingkat toleransi Ilmuan pada masa itu sangat tinggi, sehingga banyak pemikiran-pemikiran yang dapat diaplikasikan berdampak kepada ilmu pengetahuan pada saat itu yang berkiblat kepada tokoh pemikir-pemikir Islam. 
Negeri-negeri berkembang menyadari ketertinggalan mereka dari negeri-negeri yang telah maju, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dewasa ini, dunia Islam merupakan kawasan yang paling terbelakang di antara penganut agama besar lain. Dengan kata lain, di antara semua penganut agama besar di muka bumi ini, para pemeluk Islamlah yang paling rendah dan lemah dalam hal sain dan teknologi. [29] Hal ini disebabkan antara lain, karena pendidikan Islam di negeri muslim hingga akhir abad ke-20 masih menekankan aspek teologis, kurang memperhatikan aspek pengembangan ilmiyah. Sistem pendidikan Islam masih disibukkan dengan persoalan teologis, yang menganggap aspek sains dan teknologi menjadi tidak penting dan tidak sempat terpikirkan. Pendidikan Islam, hingga saat ini lebih cenderung pada aspek yang berkaitan dengan normatifitas, mengakibatkan tuntutan historisitas. Akibatnya, umat Islam berada di garis paling belakang dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. [30]
Gagasan pemikiran pembaruan atau modernisasi pendidikan Islam di Indonesia, seperti apa yang dikemukakan di atas, sangat “berkaitan erat dengan pertumbuhan gagasan modernisme Islam di kawasan ini”. Apabila mengamati gagasan modernisasi Islam pada awal abad 20 pada lapangan pendidikan direalisasikan dengan pembentukan lembaga-lembaga pendidikan modern yang diadopsi dari sistem pendidikan kolonial Belanda dan kehadiran organisasi-organisasi modernis Islam, seperti Jami’at Khair, Al-Irsyad, Muhammadiyah, dan lain-lain, sebagai pelopor modernis, walaupun pada awal perkembangan organisasi-organisasi ini mengadopsi sistem dan lembaga pendidikan modern secara hampir menyeluruh. Artinya, titik tolak modernisme pendidikan Islam di sini adalah sistem dan kelembagaan pendidikan modern (Belanda) bukan sistem dan lembaga pendidikan Islam Tradisional.[31]
Pembaruan pendidikan terjadi karena adanya tantangan kebutuhan masyarakat pada saat itu dan pendidikan itu sendiri diharapkan dapat menyiapkan produk manusia yang mampu mengatasi kebutuhan masayarakat tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan lebih bersifat konservatif. Misalnya, pada masyarakat agraris pendidikan di desain agar relevan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat pada era tersebut, begitu juga apabila perubahan masyarakat menjadi masyarakat industrial dan informasi, pendidikan juga di desain mengikuti irama perkembangan masyarakat industri dan informasi dan seterusnya.
Sebagaimana kondisi pendidikan di Indonesia, kondisi pendidikan Islam di Indonesia pun menghadapi berbagai persoalan dan kesenjangan dalam berbagai aspek yang lebih kompleks, yaitu: berupa persoalan dikotomi pendidikan, kurikulum, tujuan, sumber daya, serta manajemen pendidikan Islam. Upaya perbaikannya belum dilakukan secara mendasar, sehingga terkesan seadanya saja. Usaha pembaruan dan peningkatan pendidikan Islam sering bersifat sepotong-sepotong atau tidak komprehensif dan menyeluruh serta sebagian besar sistem dan lembaga pendidikan Islam belum dikelola secara profesional. Usaha pembaruan pendidikan Islam secara mendasar selalu dihambat berbagai masalah, mulai dari persoalan dana sampai tenaga ahli, sehingga “Pendidikan Islam dewasa ini terlihat orientasinya yang semakin kurang jelas”. Dengan kenyataan ini maka sebenarnya “sistem pendidikan Islam haruslah senantiasa mengorientasi diri untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat sebagai konsekuensi logis dari perubahan”. [32]
Dari pembahasan di atas, ada beberapa indikator sebagai usaha pembaruan pendidikan Islam, yaitu: setting pendidikan, lingkungan pendidikan, karekteristik tujuan. Perlu diketahui bahwa suatu usaha pembaruan pendidikan terarah dengan baik apabila didasarkan pada kerangka dasar filsafat dan teori pendidikan yang mantap. Filsafat pendidikan hanya dapat dikembangkan berdasarkan asumsi-asumsi dasar yang kokoh dan jelas tentang manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, hubungannya dengan lingkungan, alam semesta, akhiratnya, dan hubungannya dengan Maha Pencipta, sedangkan teori pendidikan dapat dikembangkan atas dasar pertemuan antara pendekatan filosofis dan pendekatan empiris.
Dengan demikian, kerangka dasar pertama pembaruan pendidikan Islam adalah “konsepsi filosofis” dan “teori pendidikan” yang didasarkan pada asumsi-asumsi dasar tentang manusia yang hubungannya dengan masyarakat lingkungan dan ajaran Islam.
Langkah awal yang dilakukan dalam mengadakan perubahan pendidikan adalah merumuskan “kerangka dasar filosofis pendidikan” yang sesuai dengan ajara Islam, kemudian mengembangkan secara “empiris prinsip-prinsip” yang mendasari keterlaksanaannya dalam konteks lingkungan (sosial dan kultural) tanpa kerangka dasar “filosofis” dan ‘teoritis” yang kuat, maka pembaruan pendidikan Islam tidak punya pondasi yang kuat dan juga tidak mempunyai arah yang pasti. Kemudian langkah selanjutnya adalah mengembangkan kerangka dasar sistemik, yaitu kerangka dasar filosofis dan teoritis pendidikan Islam harus ditempatkan dalam konteks supra - sistem masyarakat, bangsa dan negara serta kepentingan umat di mana pendidikan itu diterapkan. Apabila terlepas dari konteks ini, pendidikan akan menjadi tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia dalam menghadapi tuntutan perubahan menuju “masyarakat madani” Indoensia.

Usaha pembaruan dan pengembangan sistem pendidikan Islam selama ini belum maksimal atau tidak komprehensif dan menyeluruh. Karenanya, sebagian besar sistem pendidikan Islam belum dikelola secara profesional. Kebanyakan lembaga pendidikan Islam masih dikelola dengan semangat “keikhlasan”, sehingga tidak terjadi esensial dalam pendidikan Islam. Tetapi tanpa harus mengorbankan semangat keikhlasan dan jiwa pengabdian, sudah waktunya sistem dan lembaga pendidikan Islam dikelola secara profesional, bukan hanya dalam soal penggajian, pemberian honor, tunjangan atau pengelolaan administrasi dan keuangan. Profesionalisme mutlak pula diwujudkan dalam perencanaan, penyiapan tenaga pengajar, kurikulum dan pelaksanaan pendidikan itu sendiri. [33]
Salah satu contoh yaitu Azyumardi Azra adalah salah seorang tokoh yang menggabungkan pendidikan agama Islam ke dalam pemikiran pragmatisme di dalam aliran filsafat, yang mana untuk mengukur suatu kebenaran atau keberhasilan haruslah dilihat dari berapa letak perubahan dan memudahkan tercapainya suatu tujuan atau kepentingan tertentu.

D.       Priode Pendidikan Islam Di Indonesia

1.         Pendidikan Islam Di Indonesia Pada Tahun 1899-1930.
Pendidikan Islam di Indonesia sebelum tahun 1900 masih bersifat halaqoh   ( nonklasikal). Selain itu madrasah-madrasah tidak besar sehingga kita tidak menemukan sisa-sisanya. Salah satu pesantren yang berdiri sebelum tahun 1900 yaitu pesantren Tebuireng yang didirikan K.H Hasyim Asy’ari[34].
Tokoh-tokoh Islam Indonesia yang mendirikan pesantren merupakan Alumni-alumni dari Mekkah . Mereka bersamaan naik haji dan tinggal beberapa tahun untuk belajar mendalami ilmu agama setelah tamat mereka kembali ke Indonesia membawa warna baru bagi pendidikan Islam . Tokoh tersebutlah yang mendirikan pesantren seperti pesantren Tebuireng yang dirikan oleh KH. Hasyim ‘Asy’ari, pesantren Al-Mushatafiyah Purba baru Tapanuli selatan yang dirikan oleh Syaik Mustafa Husein tahun 1913[35].
Dalam sejarah Minangkabau terdapat ulama besar dan termasyhur ialah syekh Burhanuddin murid dari Syekh Abdul-Rauf Singkil ( Aceh) yang telah mendirikan Surau di Ulakan Pariaman. Beliau ini yang mengembangkan Pendidikan agama Islam di daerah Minangkabau[36].
Metodologi pengajaran masih didominasi oleh system sorogan, dimana guru membaca buku yang berbahasa Arab dan menerangkan dengan bahasa daerah kemudian murid-murid mendengarkan. Selain itu evaluasi belajar sangat kurang diperhatikan, hal ini didiga karena tujuan belajarnya lillahi ta’ala. [37]
Secara umum kurikulum lembaga pendidikan Islam tahun 1930 meliputi ilmu-ilmu ; bahasa Arab dengan tata bahasanya fiqh, akidah, akhlak dan pendidikan. Sarana pendidikan yang dipergunakan masjid dan madrasah ( kelas). Kelas tidak diukur dari hasil evaluasi tapi kelas menurut tahun masuk atau periodisasi. Tidak ada istilah kenaikan kelas, begitu 6 tahun atau 7 tahun mereka dianggap sudah tamat dan berhak untuk mengajar. [38]
Bahwa pendidikan pada masa sebelum tahun 1900 merupakan masa tradisional dalam system pendidikan Islam di Indonesia. Masa tersebut belum adanya pembaharuan tentang system pendidikan baik pada kurikulum, kitab-kitab yang masih banyak menggunakan tulisan tangan manusia dan metode pengajaran yang mengunkan system bandungan dan halaqah dalam proses belajar mengajar.

2.         Pendidikan Islam di Indonesia pada tahun 1931-1945
Menurut Mahmud yunus dimana dimulainya modernisasi pendidikan Islam di Indonesia di mulai dari tahun 1931 lembaga pendidikan Islam Indonesia memasuki warna baru. Pembaharuan pendidikan Islam Indonesia di rintis oleh para alumni-alumni yang belajar di negara timur tengah khususnya Mekkah.
Pengaruh pendidikan modern sangat mendapat respon positif, karena banyak lembaga pendidikan yang menganut system modern seperti Kulliah Mu’allimin Islamiyah yang berdiri pada tahun 1931 Pimpinan Mahmud yunus. Selain itu Pondok Modern Darussalam Gontor ponorogo pimpinan K.H Imam Zarkasyi sudah mengikuti kurikulum dan system pendidikanNormal sebelumnya masih secar tradisional.
Selain pengetahuan umum sebagai pembaharuan dalam periode ini, selain itu juga pembaharuan dalam bidang metodologi misalnya Mahmud Yunus menerapkan tariqah al-mubasyirah dalam belajar bahasa Arab, dan metodologi pengajaran setiap bidang studi sangat variatif. Adapun evaluasi sudah menjadi alat ukur keberhasilan siswa.
Awal abad ke-20 merupakan masa pembaharuan model dan system pendidikan Islam di Indonesia. Pembaharuan tersebut berasal baik dari kaum reformis Muslim sendiri maupun dari pemeritahan kolonial Belanda.

E.       Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
Pembaharuan yang mengandung pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham,adat istiadat, instituisi lama dan sebagainya, agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan baru yang timbul oleh tujuan ilmu pengetahuan serta teknologi modern. Modernisasi atau pembaharuan juga berarti proses pergeseran sikap dan mentalitas mental sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan hidup masyarakat kini. [39] Modernisasi merupakan proses penyesuaian pedidikan Islam dengan kemajuan zaman.
Latar belakang dan Pola-pola pembaharuan dalam Islam, khususnya dalam pendidikan mengambil tempat sebagai : 1) golongan yang berorentasi pada pola pendidikan modern barat, 2) gerakan pembaharuan pendidikan Islam yang berorentasi pada sumber Islam yang murni dan 3) pembaharuan pendidikan yang berorentasi pada nasionalisme. [40]
Modernisasi pendidikan Islam Indonesia masa awalnya dikenalkan oleh bangsa kolonial Belanda pada awal abad ke-19[41]. Program yang dilaksanakan oleh kolonial Belanda dengan mendirikan Volkshoolen, sekolah rakyat, atau sekolah desa ( Nagari) dengan masa belajar selama 3 tahun, di beberapa tempat di Indonesia sejak dasawarsa 1870-an. Pada tahun 1871 terdapat 263 sekolah dasar semacam itu dengan siswa sekitar 16.606 orang; dan menjelang 1892 meningkat menjadi 515 sekolah dengan sekitar 52.685 murid.
Point penting eksprimen Belanda dengan sekolah nagari terhadap system dan kelembagaan pendidikan Islam adalah tranformasi sebagian surau di Mingkabau menjadi sekolah nagari model Belanda. Memang berbeda dengan masyarakat muslim jawa umumnya memberikan respon yang dingin, banyak kalangan masyrakat muslim Minangkabau memberikan respon yang cukup baik terhadap sekolah desa. Perbedaan respon masyarakat Muslim Minangkabau dan jawa banyak berkaitan dengan watak cultural yang relatif berbeda, selain itu juga berkaitan dengan pengalaman histories yang relatif berbeda baik dalam proses dan perkembangan Islamisasi maupun dalam berhadapan dengan kekuasaan Belanda.
Selain itu perubahan atau modernisasi pendidikan Islam datang dari kaum reformis atau modernis Muslim. Gerakan reformis Muslim yang menemukan momentumnya sejal abad 20 berpendapat, diperlukan reformasi system pendidikan Islam untuk mempu menjawab tantangan kolonialisme dan ekspansi Kristen.
Respon system pendidikan Islam tradisional seperti suaru ( Minangkabau) dan Pesantren ( Jawa) terhadap modernisasi pendidikan Islam menurut Karel Steenbrink dalam kontek surau tradisional menyebutnya sebagai menolak dan mencontoh, dalam kontek pesantren sebagai menolak sambil mengikuti. Untuk itu , tak bisa lain dalam pandangan mereka , surau harus mengadopsi pula beberapa unsure pendidikan modern yang telah diterapkan oleh kaum reformis, khususnya system klasikal dan penjejangan, tanpa mengubah secara signifikan isi pendidikan surau itu sendiri.
Selain respon yang diberikan oleh pesantren di jawa, komunitas pesantren menolak asumsi-asumsi keagamaan kaum reformis. Tetapi pada saat tertentu mereka pasti mengikuti langka kaum reformis . karena memiliki manfaat bagi para santri, seperti system penjenjangan, kurikulum yang lebih jelas dan system klasikal. Pesantern yang mengikuti jejak kaum reformis adalah pesanteren Mambahul ‘ulum di Surakarta, dan di ikuti oleh pesantren Modern Gontor di Ponorogo. Pondok tersebut memasukan sejumlah mata pelajaran umum ke dalam kurikulumnya, juga mendorong santrinya untuk memperlajari bahasa Inggris selain bahasa Arab dan melaksanakan sejumlah kegiatan ekstra kurikuler seperti olah raga, kesenian dan sebagainya.
Sistem Pendidikan Islam pada mulanya diadakan di surau-surau dengan tidak berkelas-kelas dan tiada pula memakai bangku, meja, dan papan tulis, hanya duduk bersela saja. Kemudian mulialah perubahan sedikit demi sedikit sampai sekarang. Pendidikan Islam yang mula-mula berkelas dan memakai bangku, meja dan papan tulis, ialah Sekolah Adabiah ( Adabiah School) di Padang. [42]
Adabiah School merupakan madrasah (sekolah agama) yang pertama di Minangkabau, bahkan diseluruh Indonesia. Madrasah Adabiah didirikan oleh Almarhum Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1909. Adabiah hidup sebagai madrasah sampai tahun 1914, kemudian diubah menjadi H.I.S. Adabiah pada tahun 1915 di Minangkabau yang pertama memasukkan pelajaran Agama dalam rencana pelajarannya. Sekarang Adabiah telah menjadi sekolah Rakyat dan SMP.
Setelah berdirinya madrasah Adabiah, maka selanjutnya diikuti madrasah lainnya seperti madras Schol di Sungyang ( daerah Batusangkar) oleh Syekh M.Thaib tahun 1910 M, Diniah School ( madrasah diniah) oleh Zainuddin Labai Al-Junusi di Padangpanjang tahun 1915. [43]
Di antara guru Agama banyak juga mengarang kitab-kitab untuk madrasah ialah 1)H. Jalaluddin Thaib, seperti kitab jenjang bahasa arab 1-2, Tingkatan bahasa arab 1-2, Tafsir Al-Munir 1-2, ( 2) Anku Mudo Abdul hamid Hakim, seperti kitab: Al-Mu’in Al-Mubin 1-5, As-Sullam, Al-Bayan Tahzibul akhlaq, ( 3) Abdur-Rahim Al-Manafi seperti kitab : Mahadi ‘ilmu Nahu, Mahadi ilmu Sharaf, Al-Tashil, Lubahul Fighi, Al-Huda, Asasul adab. [44]
Ulama-ulama yang mengadakan perubahan dalam pendidikan Islam di Minangkabau adalah 1) syekh Muhd. Thaib Umar Sungayang, batu sangkar tahun 1874-1920 M. 2) Syekh H.Abdullah Ahmad, Padang tahun 1878 M-1933M, 3) Syekh H. Abdul karim Amrullah, Maninjau 1879-1945 M, 4) Syekh H.M. Jamil Jambek bukittinggi 1860-1947, 5) dan lain-lain. [45]
Surau –surau yang termashur di Minangkabau adalah sebagai berikut ; 1) Surau Tanjung Sungyang didirikan oleh Syekh H.M Thaib Umar pada tahun 1897 M dan masih hidup sampai sekarang dengan nama Al-Hidayah dan SMPI, PGA., 2) Surau Parabek, bukittinggi didirikan oleh Syekh H. Ibrahim Musa pada tahun 1908 M. dan masih hidup sampai sekarang dengan nama Thawalib, 3) Surau padang Japang didirikan oleh Syekh H. Abbas Abdullah pada tahun … dan masih hidup sampai sekarang dengan nama Darul funun Abbasiah, 4) dan lain-lain. [46]
Perbandingan pendidikan Islam menurut sistim lama dengan pendidikan Islam pada masa perubahan [47]

Sistem lama
Masa perubahan
1. Pelajaran ilmu-ilmu itu diajarkan satu demi Satu
2. Pelajaran ilmu sharaf didahulukan dari ilmu nahwu
3. Buku pelajaran yang mula-mula dikarang oleh ulama Indonesia serta terjemahkan dengan bahasa Melayu.
4. kitab-kitab itu umumnya tulis tangan
5. Pelajaran suatu ilmu, hanya dikerjarakan dalam satu macam kitab saja.
6. Toko kitab belum ada, hanya ada orang pandai menyalin kitab dengan tulisan tangan.
7. Ilmu agama sedikit sekali, karena sedikit bacaan.
8. Belum lahir aliran baru dalam Islam.
 1. Pelajaran ilmu-ilmu itu dihimpun 2 sampai 6 ilmu sekaligus.
2. Pelajaran ilmu Nahwu di dahulukan / disamakan dengan ilmu sharaf.
3. Buku Pelajaran semuanya karangan ulama Islam dahulu kala dan dalam bahasa Arab.

4. kitab-kitab itu semuanya dicetak ( dicap).
5. Pelajaran suatu ilmu di ajarkan dalam beberapa macam kitab : rendah, menengah dan tinggi.
6. Toko kitab telah ada yang memesan kitab-kitab ke Mesir / Mekkah.

7. Ilmu agama telah luas berkembang, karena telah banyak kitab bacaan.
8. Mulai lahir aliran baru dalam Islam yang bawa oleh majalah Al-Manar di Mesir.
  
BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
1.             -) Pendidikan Islam merupakan hasil pemikiran terhadap pengembagan mutu pendidikan Islam. Gagasan yang dimaksud adalah tujuan pendidikan Islam, kurikulum pendidikan Islam, dasar-dasar pendidikan Islam dan metode pendidikan Islam. -) Pemikiran Pendidikan Islam di sini yakni perhatian terhadap demokratisasi dan modernisasi pendidikan Islam dengan tujuan agar mampu mengangkat martabat lembaga pendidikan Islam yang menghasilkan kualitas tinggi. -) Pembaruan pendidikan Islam, ditekankan pada  tercapainya keseimbangan antara teori dan praktis sehingga berdampak kepada lulusan-lulusan yang mampu bersaing di dunia maju dengan selalu memperhatikan prinsip modern itu sendiri.
2.             Priode Pendidikan Islam Di Indonesia : 1) Pendidikan Islam Di Indonesia Pada Tahun 1899-1930. 2)Pendidikan Islam di Indonesia pada tahun 1931-1945
3.         Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia :Pembaharuan yang mengandung pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham,adat istiadat, instituisi lama dan sebagainya, agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan baru yang timbul oleh tujuan ilmu pengetahuan serta teknologi modern

B.       Implikasi
Gagasan, pemikiran dan pembaruan pendidikan Islam Azyumardi Azra hendaknya dapat dijadikan acuan bagi orang-orang yang bergelut dalam dunia pendidikan. Selain itu diharapkan bagi generasi muda untuk bisa mengadakan pembaruan dan menata sistem pendidikan Islam sesuai dengan prinsip modern.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Harry Noer. Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam.Cet. II; CV Dipenogoro, Bandung, 1992.
 ArifinM. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner . Cet. III; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.
 Azra, Azumardi. “Pendidikan Kewarganegaraan dan Demokrasi.” http://www.kompas. com/ Opini/pend04.htm (13 Juni 2013).
               Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998.
               Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III. Cet. I; Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
               Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
               Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Melacak Akar-akar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia. Cet. IV; Bandung: Mizan, 1998.
 Damopolii, Muljono. Pesantren Modern IMMIM: Pencetak Muslim Modern. Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
 Daradjat, Zakiah, et al., edsIlmu Pendidikan Islam. Cet. X; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012.
 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1995.
 Departemen Agama RI. Al-Qur’ān Tajwid dan Terjemahnya. Cet. X; Bandung: CV Penerbit Dipenogoro, 2011.
 Kartono, Kartini. Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional Beberapa Kritik dan Sugesti. Jakarta: Pradya Paramita, 1997.
 Kurniawan, Syamsul dan Erwin Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Ma’arif, Ahmad Syafi’i. “Ketika Pendidikan Tidak Membangun Kultur Demokrasi” Prawacana untuk Zamroni, Pendidikan untuk Demokrasi: Tantangan Menuju Civil Society. Cet. I; Yogyakarta: Bigraf, t.t.
 Majid, Nurcholis. Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina, 1995.
 Masruroh, Ninik dan Umiarso. Modernisasi Pendidikan Islam Ala Azyumardi Azra. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
 Mulyasa, E. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002.
Naim, Ngainum dan Ahmad Sauqi. Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
 Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: PT Bulan Bintang, 1996.
 Nata, Abuddin. Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
               Ilmu Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Kencana, 2010.
 Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet. VIII; Jakarta: PT Balai Pustaka, 1985.
 Rama, Bahaking. Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Kajian Dasar. Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2011.
 Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2011.
 Rosyada, Dede. Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta: Prenada Media, 2004.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Cet. VI; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.



[1]  Harry Noer Ali, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam (Cet. II; CV Dipenogoro, Bandung, 1992), h. 25.
[2] Ngainum Naim dan Ahmad Sauqi, Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), h. 13.
[3] E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 4.
[4] Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis(Jakarta: Prenada Media, 2004), h.  1.
[5] Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam,  h. 23.
[6] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 1077.
[7] Zakiah Daradjat, et al., eds., Ilmu Pendidikan Islam(Cet. X; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), h. 29
[8] Bahaking Rama, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Kajian Dasar (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2011), h. 29.
[9] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam(Cet. VI; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 49.
[10] Ahmad Syar’I, Filsafat Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), h. 49
[11] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III, h. 9.
[12] Abiddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2010), h. 121.
[13] Ninik Masruroh dan Umiarso, Modernisasi Pendidikan Islam Ala Azyumardi Azra,  h. 171
[14] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 8.
[15] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, h. 10.
[16] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 589.
[17] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, h. 131.
[18] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam : Tinjauan Teoritis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner  (Cet. III; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 144.
[19] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, h. 29.
[20] Azumardi Azra, “Pendidikan Kewarganegaraan dan Demokrasi.” http://www.kompas. com/ Opini/pend04.htm (13 Juni 2013).
[21] Kartini Kartono, Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional Beberapa Kritik dan Sugesti  (Jakarta: Pradya Paramita, 1997), h. 196-197.
[22] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III , h. 31.
[23] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III, h. 35-36.
[24] W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Cet. VIII; Jakarta: PT Balai Pustaka, 1985), h. 93.
[25] Muljono Damopolii, Pesantren Modern IMMIM: Pencetak Muslim Modern (Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 34.
[26] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, h. xv.
[27] Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 293.
[28] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1996), h. 11.
[29] Nurcholis Majid, Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 9.
[30] Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus,  h. 295
[31]  Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003), hlm. 5
[32]  Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan, hlm. 9
[33] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, h. 59-60.
[34] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, h. 59-60.
[35] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, h. 59-60.
[36] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada periode klasik dan Pertengahan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004, Hal. 185
[37] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada periode klasik dan Pertengahan, hal 188
[38] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada periode klasik dan Pertengahan, hal 194
[39] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada periode klasik dan Pertengahan, hal 195
[40] Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Hidakarya Agung, 1984 hal. 171
 [41] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada periode klasik dan Pertengahan, hal 195
[42] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada periode klasik dan Pertengahan, hal 196
[43] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada periode klasik dan Pertengahan, hal 87-88.
[44] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada periode klasik dan Pertengahan, hal 87-88.
[45] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, h. 59-60.
[46] Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, hal 60
[47] Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, hal 61

Comments

BERITA TERBARU !!

Popular posts from this blog

BIL MA'TSUR ( TAFSIR AYAT DENGAN AYAT )

CARA MELAKUKAN TAKHRIJ HADIS

download TAFSIR AL-NASAFIY

cara atau Kaedah al-Jarh Wa al-Ta’dil Serta Aplikasinya

HADIS TARBAWIY DAN AKHLAK (BERKURANGNYA IMAN KARENA MAKSIAT)

kaedah 'ATAF - AL-'ATFU DALAM AL-QUR'AN

cara TAMBAHAN - kaedah ZIYADAH DALAM AL-QUR'AN

KAEDAH 'AM DAN KHAS

cara melakukan MUNASABAH AYAT

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS