KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS Pendahuluan latar belakang Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah dua sumber utama ajaran Islam. Oleh karena itu, keduanya selalu dijadikan landasan keyakinan, ritual, adat istiadat, etika, ekonomi, politik, peradaban dan seluruh aspek kehidupan umat Islam, baik yang sakral maupun duniawi, pada tataran ¥ abl minallah (vertikal) dan ¥ abl min al. -n ± s (horizontal).

QAWAIDH AL-TAHDIS (Pengertian , Ruang Lingkup dan Urgensinya )


BAB I
PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang Masalah
Para pengkaji hadis beserta orang yang selalu menelusuri kajian ilmiah dalam ilmu hadis seperti takhri>j, tahqi>q, tas{hih, tahsi>n dll yang disertai telaah terhadap kandungan aspek-aspek tersebut, pasti memiliki asumsi yang kuat bahwa fase yang dilalui sunnah Nabi saat ini didominasi oleh kekacauan dan pengabaian. Fenomena itu muncul akibat merosotnya metode ilmiah yang didasarkan pada kepekaan rasa terhadap hadis yang merupakan hasil dari latihan cukup lama dan upaya maksimal dalam bidang ilmu yang mulia ini
Kondisi saat ini sangat berbeda dengan kondisi fase masa lalu (fase periwayatan dan pasca periwayatan). Fenomena tersebut mengakibatkan kekhawatiran dan kecemasan tentang masa depan kaidah hadis atau ilmu hadis, khususnya jika fenomena ini jika berkelanjutan. Kenyataan ini mengakibatkan menjadi semakin kaburnya bentuk sebenarnya dari metode kritikus hadis dalam menyingkap keraguan tentang rawi dan pembeberan sikap mengada-ada yang mereka lakukan sehingga meninggalkan kejanggalan.
Keadaan seperti ini, tidak diragukan membuka kesempatan emas bagi musuh-musuh sunnah dama mengarahkan tuduhan negatif terhadap sumber tasyri’ Islam yang kedua, mengurangi penghargaan ulama dalam menjaga dan memelihara hadis dari kebohongan,dll. Yang banyak disaksikan dalam masyarakat modern saat ini adalah bahwa mereka mencurahkan perhatian dalam lapangan studi sanad dan hadis, padahal mereka tidak memiliki latar belakang keilmuan dalam bidang hadis dan konsekuensinya adalah mereka seenaknya memberikan penilaian-penilaian terhadap hadis dalam hal ini hadis yang belum diteliti dan masih tanda tanya kesahihannya dan tetap dikatakan sahih, dan lebih parah lagi jika sebaliknya, sehingga Imam Bukhari dan ulama hadis lainnya dapat menjadi objek celaan, maka kepada siapa lagi yang mereka anggap ahli hadis ?.
Olehnya itu, pentingnya memperkuat Kaedah hadis, Ulum al-Hadis, Mustalah al-Hadis dalam menunjukkan dan membuktikan bahwa inilah hadis yang layak dijadikan sumber Tasyri’ Islam sehingga tak diragukan lagi kehujjahannya.
Dalam kesempatan ini, penulis akan fokus dalam membahas Qawa>id{ al-Tahdi>s\ dalam lingkup gambaran Qawa>id{ al-Tahdi>s\ meliputi pengertian, ruang lingkup dan pentingnya Qawa>id{ al-Tahdi>s yang semoga dapat membantu para pengkaji hadis dalam memilah dan memahami hadis.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah pokoknya adalah  gambaran Qawa>id{ al-Tahdi>s, yang dirumuskan dalam beberapa sub masalah yang menyangkut pembahasan. Di antaranya:
1.      Bagaimana defenisi qawa>id al-tah}di>s\?
2.      Bagaimana ruang lingkup qawa>id al-tah}dis\?
3.      Bagaimana pentingnya qawa>id al-tah}di>s\?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Qawa>id al-Tah{di>s\
Ada banyak ilmu hadis lain yang membahas tentang beberapa poin dalam Qawa>id\ Tahdi>s yang akan dibahas pada penjelasan selanjutnya, namun yang membedakan kali ini adalah Qawa>id\ Tahdi>s akan sangat terfokus pada kaidah-kaidah tertentu yang diperlukan dalam mengkaji hadis serta analisis lebih mendalam sementara yang lain hanya bersifat umum dan deskriftif saja tanpa analisis yang mendalam.
Pertama-tama, penulis menggambarkan pengertian Qawa>id\ Tahdi>s dengan ungkapan sebagai berikut :

علم بقوانين يعرف بها أحول السند والمتن
“yaitu sebuah ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan”[1]
Pengertian di atas adalah defenisi dari ilmu hadis dirayah yang diungkapkan oleh ‘Izzuddin bin Jama’ah[2] namun dipahami oleh penulis bahwa memiliki kemiripan definisi dengan istilah ilmu Qawa>id al-Tah{di>s yang akan penulis jelaskan keterkaitannya pada penjelasan selanjutnya. Namun sebelumnya, penulisi hendak melihat Qawa>id al-Tah{di>s\ dari sisi kebahasaan dan peristilahan Qawa>id al-Tah{di>s\ itu sendiri sebagaimana yang dijelaskan ulama hadis.
Kata qawa>id berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari kata قاعدة dan berasal dari akar kata ق- ع- د yang berarti duduk lawan dari berdiri,[3] dan dapat juga bermakna berhenti atau terputus.[4] Qawa>id juga mempunyai arti undang-undang, aturan dan asas.[5]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata qawa>id yang diterjemahkan dengan kaidah memiliki arti perumusan dari asas-asas yang menjadi hukum,[6] dan dapat diartikan juga dengan pondasi atau dasar.
            Sedangkan secara terminologi, menurut al-Jurja>ni- qawa>id adalah perkara umum yang mencakup seluruh bagian-bagiannya.[7] Hal itu sebagaimana yang diungkapkan oleh al-Fayu>mi> dalam kitabnya.[8]
Kata al-Tah}di>s\ berasal dari wazan حدث- يحدث- تحديثا yang berarti berbicara, menceritakan dan memberitahukan. Menurut Ibn Daqi>q al-‘I<d kata al-tah}di>s\ mempunyai arti yang sama dengan khabar, hanya saja khabar lebih umum dari pada tah}di>s\.[9] Pada dasarnya kata tah}dis berasal dari kata hadis yang mana mempunyai banyak pengertian, di antaranya:
Secara etimologi kata hadis berasal dari kata ح- د- ث yaitu sesuatu yang baru lawan dari sesuatu yang lama, khabar sesuatu yang diberitakan dan sesuatu yang dinukil.[10]Sedangkan secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam memberikan pengertian tentang hadis. Di antaranya:
Ulama hadis umumnya menyatakan, bahwa hadis ialah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi baik itu ucapan, perbuatan, taqri>r (Pengakuan) dan segala keadaan beliau.[11] Termasuk segala keadaan beliau adalah sejarah hidup beliau, yakni waktu kelahiran beliau, keadaan dan sesudah beliau dibangkit sebagai rasul, dan sebagainya.[12] Ulama usul mendefinisikan hadis dengan perkataan, perbuatan, dan penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah saw. setelah kenabian. Adapun sebelum kenabian tidak dianggap sebagai hadis, karena yang dimaksud dengan hadis ialah mengerjakan apa yang menjadi konsekuensinya..[13]
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa qawa>id al-tah}di>s\ adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang kaidah-kaidah atau asas yang berkaitan dengan periwayatan hadis Nabi saw. Qawa>id al-tah}di>s\, biasa juga disebut dengan ‘ulu>m al-h}adi>s\, us}u>l al-h}adi>s\, mus}talah} al-h}adi>s\. Akan tetapi antara satu dengan yang lainnya mempunyai perbedaan. Di antaraya:
a)        ‘Ulu>m al-h}adi>s\ , M. Agus Solahuddin mengutip dalam Manhaj al-Naq fi. ‘Ulu>m al-Hadi>s\ karya Nasruddin Itr bahwa secara umum berarti ilmu-ilmu tentang hadis[14], seperti halnya Syuhudi Ismail mengutip dari Hasbi Ash-Shiddiqiy bahwa ilmu yang berpautan dengan hadis[15] di mana kedua defenisi itu memiliki urgensi makna yang sama.
Ilmu hadis, secara bahasa terdiri dari dua kata yaitu ‘ulu>m yang merupakan bentuk jamak dari ‘ilm dan berakar kata dari علم- يعلم- علما yang berarti mengetahui sesuatu, jadi ‘ilm maknanya ilmu pengetahuan.[16] Sedangkan hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi baik itu perkataan, perbuatan, taqri>r dan sifat.
Secara istilah, ulama mutaqaddimi>n  memberikan definisi tentang‘ulu>m al-h}adi>s\ yaitu:
علم يبحث فيه عن كيفية اتصال الأحاديث بالرسول صلي الله عليه وسلم من حيث معرفة أحوال رواتها ضبطا وعدالة ومن حيث كيفية السند اتصالا وانقطاعا
Artinya: ilmu yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadis sampai kepada Rasulullah saw. dari segi hal ihwal para perawinya, kedabitan, keadilan, dan dari bersambung tidaknya sanad, dan sebagainya.[17]  
Pada perkembangan selanjutnya, oleh ulama mutaakhiri>n, ilmu hadis ini dipecah menjadi dua, yaitu ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah. Pengertian yang dikemukakan oleh ulama mutaqaddimi>n itu sendriri, oleh ulama mutaakhiri>n dimasukkan ke dalam pengertian ilmu hadis dirayah.[18]
b)        Us}u>l al-h}adi>s\, Kata us}u>l adalah jamak dari kata as}l, yang berarti dasar, atau pokok, dan kata inlah yang membedakannya dengan pengertian yang lain. Secara istilah diterangkan bahwa kumpulan kaidah dasar dan masalah yang mempelajari keadaan periwayat dan yang diriwayatkan dari segi diterima maupun ditolaknya, dan mencakup pembagian hadis sahih, hasan dan d}aif, tahammul wa al-ada’ dan  al-Jarh} wa al-Ta’di>l, dan selainnya[19].
c)        Mus}t}alah} al-h}adi>s \, kata Mus}t}alah} berasal dari kata  اصطلح- يسطلح-اصطلاحا yang diartikan persesuaian paham dan tidak adanya perselisihan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibra>him Mus}t}afa> bahwa kata tersebut bermakna:
القوم زال ما بينهم من خلاف و على الأمر تعارفوا عليه و اتفقوا[20]
Artinya “suatu kaum yang menghilanglangkan perbedaan di antara mereka dan suatu urusan mereka saling mengenal dan bersepakat atasnya”.
Mus}t}alah} al-H{adi>s\ juga di didefenisikan seperti ulu>m al-hadis\ yaitu ilmu yang mempelajari  atau membicarakan tentang sifat perawi atau yang diriwayatkan, apakah dapat diterima atau ditolak. Hal ini sebagaimana  dikatakan oleh Mah}mu>d al-T{ah}h}a>n dalam bukunya Taisi>r Must}alah} al-H{adi>s\:
علم المصطلح: علم بإصول وقواعد يعرف بها أحوال السند والمتن من حيث القبول والرد
Artinya: ilmu pengetahuan dengan dasar dan kaidah-kaidah yang dengannya diketahui keadaan sanad dan matan dari segi diterima atau ditolaknya. [21]
   Abdul Majid Khon memberikan definisi tentang mus}t}alah} al-h}adi>s\, sebagai berikut:
علم يعرف به ما اصطلح عليه المحدثون وتعارفوا بينهم
Artinya: ilmu yang mempelajari tentang apa yang diistilahkan ulama hadis dan dikenal di antara mereka.[22]

B.    Ruang Lingkup Qawa>id al-Tah}di>s\
Ruang lingkup qawa>id al-tah}di>s\ hampir sama dengan pembahasan ilmu hadis, secara garis besarnya, ulama hadis mengelompokkan ilmu hadis tersebut ke dalam 2 bidang pokok[23], yaitu :
1)        Hadis Riwayah
Jumhur ulama memberikan batasan tentang defenisi ilmu hadis riwayah ialah suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda Nabi, perbuatan nabi, taqrir Nabi, dan sifat-sifat beliau.[24] Semnetara Agus Solahuddin menambahkannya yakni tentang pencatatan Nabi, dan penelitian tentang lafazh-lafaznya.[25] Dengan ini, objek kajiannya adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi dan ada juga yang menambahkan bahwa bukan hanya yang dinisbatkan kepada Nabi tapi sahabat, dan tabi’in juga masuk di dalamnya.
Tujuan mempelajarinya adalah untuk mengetahui segala yang berpautan dengan pribadi Nabi dalam usaha memahami dan mengamalkan ajaran beliau guna memperoleh kemenangan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
2)        Hadis Dirayah
Yaitu ilmu yang mempeljari tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-cara menerima dan menyampaikan hadis, sifat-sifat rawi dsb.[26]
Yang diungkapkan oleh Agus Solahuddin dari as-Sayuthi bahwa hadis Dirayah muncul setelah masa al-Kha>tib al-Bagda>diy yaitu pada masa al-Akfa>ni bahwa Dirayah ini dikenal dengan nama imu ushul al-hadis\, ‘Ulu>m al-Hadi>s\, mus{talah al-Hadi>s\ serta Qawa>id{ al-Tahdi>s\.[27]
Sebagai tambahan dari penulis dalam menggambarkan ruang lingkup dari Qawa>id\ Tahdi>s\ ini dengan melihat bahwa ilmu ini tergolong dalam ilmu hadis tapi lebih khusus dan spesifik dalam kategori dirayah al-Hadi>s\. dalam hal ini ruang lingku dari Qawa>id\ Tahdi>s kurang lebih sama dengan ruang lingkup ilmu hadis dirayah. Seperti halnya dengan defenisi dirayah dapat dipakai dalam menjelaskan pengertian Qawa>id\ Tahdi>s , di mana penulis mengutip defiinisi sebagai berikut :

علم بقوانين يعرف بها أحول السند والمتن
“yaitu sebuah ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan”[28]
Dari pengertian di atas, penulis memahami bahwa Qawa>id\ Tahdi>s adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad dan matan, cara menerimaa dan menyampaikan hadis, sifat rawi, dan lain-lain. Sebagaimana halnya dalama ilmu dirayah al-hadis
Jadi, penulis mengngkapkan bahwa adapun ruang lingkup dari pembahasan qawa>id al-tah}di>s\, meliputi ilmu-ilmu di antaranya:
1.        Ilmu rija>l hadi>s\; ilmu yang membahas secara umum tentang hal ihwal kehidupan rawi dari golongan sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in.
2.        Ilmu t}abaqa>t al-ruwwa>t; ilmu yang membahas tentang keadaan rawi berdasarkan pengelompokan keadaan rawi secara tertentu.
3.        Ilmu al-Jarh} wa tadi>l; suatu ilmu yang membahas hal ihwal para rawi dari segi diterima atau ditolak periwayatannya. pembahasan ini tidak terlepas dari pembahasannya mengenai keadilan perawi, kedabitannya dan lain sebagainya yang mempunyai hubungan dengan hal ihwal perawi.
4.        Ilmu ‘ilal al-h}adi>s\; ilmu hadis yang menjelaskan sebab-sebab yang samar yang dapat mencacatkan suatu hadis.
5.        Beserta berbagai cabang ilmu lain seperti, gari>b al-Hadi>s\, na>sikh wa al mansukh, fannil mubhama>t, talfi>q al-hadi>s\.[29]
Sedang tujuan dan faedah mempelajari qawa>id al-tah}di>s\ ini adalah untuk mengetahui dan menetapkan tentang maqbu>l dan mardudnya suatu hadis Nabi Saw.

C.    Tujuan dan Urgensi Qawa>id al-Tah}di>s\
Semua ilmu pengetahuan mempunyai tujuan tersendiri, begitu juga dengan ilmu yang membahas tentang hadis Nabi saw. salah satunya qawa>id al-tah}di>s\. Di antara tujuan dan urgensinya adalah:
1.      Untuk mengetahui dan menetapkan hadis-hadis yang Maqbu>l (yang dapat diterima sebagai dalil atau untuk diamalkan) dan yang Mardu>d (yang ditolak) berdasarkan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan para ulama.
2.      Untuk mengetahui perkembangan kaidah-kaidah hadis yang digunakan untuk meneliti dan menelusuri periwayatan hadis.
3.      Mengetahui usaha-usaha dan jerih payah yang ditempuh para ulama dalam menerima dan menyampaikan periwayatan hadis, kemudian menghimpun dan mengkodifikasikannya kedalam berbagai kitab hadis.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
          Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Qawa>id al-tah}di>s\ adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang kaidah-kaidah atau asas yang berkaitan dengan periwayatan hadis Nabi saw. baik itu dari sanadnya mapun matan.
2.      Secara garis besar, ruang lingkup qawa>id al-tah}di>s\, hampir sama dengan pembahasan ilmu hadis dirayah yaitu seputar sanad maupun matan maksudnya bagaimana mengantarkan kita untuk mengetahui hadis yang maqbu>l, mardu>d, secara umum berdasarkan kaidah, dan semuanya ini menyangkut periwayatan hadis.
3.      Qawa>id al-Tahdis membawahi beberapa cabang ilmu, antara lain:
a.       Ilmu rija>l hadi>s\
b.      Ilmu t}abaqa>t al-ruwwa>t
c.       Ilmu al-Jarh} wa tadi>l
d.      Ilmu ‘ilal al-h}adi>s\;
4.      Tujuan dari qawa>id al-tah}di>s\ adalah Untuk mengetahui dan menetapkan hadis-hadis yang Maqbu>l dan yang Mardu>d berdasarkan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan para ulama.


DAFTAR PUSTAKA


Agus Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Bandung : Pustaka Setia, 2009

Departemen Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahnya, Bandung: Sygma Examedia Arkanleema, 1430 H/2009 M.

al-Fayu>mi>, Ah{mad ibn Muh{ammad ibn ‘Ali>. al-Mis}ba>h} al-Muni>r fi> Gari>b al-Syarh} al-Kabi>r li al-Ra>fi’i>, Juz. V. Bairut: al-Maktabah al-‘Ilmiyah, t.th.

Ibn Fa>ris, Abu Husain Ahmad. Mujam Maqa>yi>s al-Lugah, Juz V. Mesir: Da>r al-Fikr, 1979.

Ibra>hi>m Mus}t}afa>, et. al., eds, al-Mu’jam al-Wasi>t}, Juz I. Cet. IV; Kairo: Maktaah al-Syuru>q al-Dauliyah, 2005.


Ismail, M. Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Cet. I; Jakarta: Bulang Bintang, 1992.

------------------------ Pengantar Ilmu Hadis. Bandung: Angkasa, 1994.

------------------------ Kaedah Kesahihan Sanad Hadis. Cet. II; Jakarta: Bulan Bintang, 1995.

‘Itr, Nuruddin. ‘Ulu>m al-H{adi>s\Cet. 1; Bandung: PT Remaja Rosdakarya offset, 2012.

Jumantoro, Totok. Kamus Ilmu Hadis. Cet. III; Jakarta: Bumi Askara; 2007.

al-Jurja>ni>, ‘Ali> ibn Muh{ammad ibn ‘Ali>. al-Ta’ri>fa>t. Cet. I; Bairut: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1405 H.

Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis, Cet. IV; Jakarta: Amzah, 2010.

al-Khat}i>b, Muh}ammad 'Ajja>j. Us}u>l al-H{adi>s\; 'Ulu>muhu wa Mus}t}alah}uhu. Beirut; Dar al-Fikr, 1989.

al-Masya>t}, H{asan Muh}ammad. al-Taqri>ra>t al-Sunniyyah Syarh} al-Manz}u>m al-Baiqu>niyyah fi> Mus}t}alah al-H{adi>s\, Juz I. Cet. IV; Beirut: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1417 H/1996.

al-Mis}ri>, Muh}ammad bin Mukram bin Manz}u>r al-Afri>qi.> Lisa>n al-‘Arab, Juz III. Cet I; Beirut: Da>r al-S{a>dir, t.th.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2008.

al-Qat{t}a>n, Syaikh Manna>’. Maba>his\ fi> ‘Ulu>m al-H{adi>s\ yang diterjemahkan dengan Studi Pengantar Ilmu Hadis oleh Mifdhal Abdurrahman, Lc, Cet. IV; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009.

Rahman, Fatchur. Ikhtis}a>r Mus}t}alah} al-H{adi>s\. Cet. I; Bandung; Alma>rif, 1974.

al-Sakha>wi>, Syams al-Di>n Muh}ammad bin ‘Abd al-Rah}ma>n. Fath} al-Mugi>s\ Syarh} Alfiyah al-H{adi>s\, Juz II. Cet. I; Lebanon: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1403 H
.
Sali>m, ‘Amr ‘Abd al-Mun’im. Qawa>id H{adi>s\iyyah. Cet. I; al-Na>syir: Maktabah al-‘Im{ri>n al-‘Ilmiah, 484-561 M.

Suparta, Munzier. Ilmu Hadis.  Cet. VI; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.

al-Suyu>t}i>, ‘Abd al-Rah}ma>n bin Abi> Bakr. Tadri>b al-Ra>wi> fi> Syarh} Taqri>b al-Nawa>wi>, Juz I. Beirut: Da>r al-Fikr, 1998.

al-Syahruzu>ri>, Abu> ‘Amr ‘Us\ma>n bin ‘Abd al-Rah}ma>n. ‘Ulu>m al-H{adi>s\, Juz I. Cet. I; Maktabah al-Fa>ra>bi>, 1984 M.

al-T{ah}h}a>n, Mah}mu>d. Taisi>r Mus}t}alah al-H{adi>s\. Cet. V; Riya>d}: Maktabah al-Ma’a>rif, 2000.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung, 1411 H/1990 M.








[1]  M. Agus Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Cet I (Bandung : Pustaka Setia, 2009), h. 109
[2]  M. Agus Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, h. 109
[3]Muh}ammad bin Mukram bin Manz}u>r al-Afri>qi> al-Mis}ri>, Lisa>n al-‘Arab, Juz III (Cet I; Beirut: Da>r al-S{a>dir, t.th.), h. 357. Selanjutnya ditulis dengan ibn Manz}u>r. 
[4]Ah{mad ibn Muh{ammad ibn ‘Ali> al-Fayu>mi>, al-Mis}ba>h} al-Muni>r fi> Gari>b al-Syarh} al-Kabi>r li al-Ra>fi’i>, Juz. V (Bairut: al-Maktabah al-‘Ilmiyah, t.th.), h. 444. Selanjutnya ditulis al- Fayu>mi>.
[5]Abu Husain Ahmad ibn Fa>ris, Mujam Maqa>yi>s al-Lugah, Juz V (Mesir: Da>r al-Fikr, 1979), h. 108.
[6]Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), h. 657.
[7]‘Ali> ibn Muh{ammad ibn ‘Ali> al-Jurja>ni>, al-Ta’ri>fa>t (Cet. I; Bairut: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1405 H.), h. 219.
[8]al-Fayu>mi>, al-Mis}ba>h} al-Muni>r fi> Gari>b al-Syarh} al-Kabi>r li al-Ra>fi’i>, h. 444.
[9]Syams al-Di>n Muh}ammad bin ‘Abd al-Rah}ma>n al-Sakha>wi>, Fath} al-Mugi>s\ Syarh} Alfiyah al-H{adi>s\, Juz II (Cet. I; Lebanon: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1403 H), h. 35.
[10]Syaikh Manna>’ al-Qat{t}a>n, Maba>his\ fi> ‘Ulu>m al-H{adi>s\ yang diterjemahkan dengan Studi Pengantar Ilmu Hadis oleh Mifdhal Abdurrahman, Lc, (Cet. IV; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), h.22.
[11]Al-T{ah}h}a>n, Taisi>r Mus}t}alah al-H{adi>s\, h. 14.
[12]M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis (Bandung: Angkasa, 1994), h. 2.
[13]Muh}ammad 'Ajja>j al-Khat}i>b, Us}u>l al-H{adi>s\; 'Ulu>muhu wa Mus}t}alah}uhu (Beirut; Dar al-Fikr, 1989), h. 27. Selanjutnya ditulis dengan ‘Ajja>j
[14] M. Agus Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Cet I (Bandung : Pustaka Setia, 2009), h. 105
[15]  M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis. h. 61
[16]Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1411 H/1990 M), h. 278.
[17]‘Abd al-Rah}ma>n bin Abi> Bakr al-Suyu>t}i>, Tadri>b al-Ra>wi> fi> Syarh} Taqri>b al-Nawa>wi>, Juz I (Beirut: Da>r al-Fikr, 1998), h. 5-6.
[18]Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Cet. VI; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h. 24.
[19]‘Ajja>j, Us}u>l al-H{adi>s\; 'Ulu>muhu wa Mus}t}alah}uhu, h. 9.
[20]Ibra>hi>m Mus}t}afa>, et. al., eds, al-Mu’jam al-Wasi>t}, Juz I (Cet. IV; Kairo: Maktaah al-Syuru>q al-Dauliyah, 2005), h. 1078.
[21]Al-T{ah}h}a>n, Al-T{ah}h}a>n, Taisi>r Mus}t}alah al-H{adi>s\, h. 14.
[22]Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Cet. IV; Jakarta: Amzah, 2010), h. 94.
[23]  M. Agus Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, h. 106, dapat juga dilihat dalam  M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis. h. 61
[24] M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis. h. 62
[25]  M. Agus Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, h. 106
[26]  M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis. h. 62
[27]  M. Agus Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, h. 106
[28]  M. Agus Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, h. 109
[29]  M. Agus Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, h. 109,  M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis. h. 62-68

Comments

BERITA TERBARU !!

Popular posts from this blog

BIL MA'TSUR ( TAFSIR AYAT DENGAN AYAT )

download TAFSIR AL-NASAFIY

CARA MELAKUKAN TAKHRIJ HADIS

cara atau Kaedah al-Jarh Wa al-Ta’dil Serta Aplikasinya

HADIS TARBAWIY DAN AKHLAK (BERKURANGNYA IMAN KARENA MAKSIAT)

cara TAMBAHAN - kaedah ZIYADAH DALAM AL-QUR'AN

apa contoh MUKJIZAT AL-QUR'AN (Pengertian dan Pembagiannya)

kaedah 'ATAF - AL-'ATFU DALAM AL-QUR'AN

cara melakukan MUNASABAH AYAT