KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS Pendahuluan latar belakang Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah dua sumber utama ajaran Islam. Oleh karena itu, keduanya selalu dijadikan landasan keyakinan, ritual, adat istiadat, etika, ekonomi, politik, peradaban dan seluruh aspek kehidupan umat Islam, baik yang sakral maupun duniawi, pada tataran ¥ abl minallah (vertikal) dan ¥ abl min al. -n ± s (horizontal).

MANHAJ AL-ALUSI

AL-ALUSI DALAM KITAB RUH AL-MA'ANI


A.    Biografi Imam al-Alusi
Nama lengkapnya adalah Abu> al-Fad{l Syiha>b al-Di>n al-Sayyid Mahmu>d al-Alu>si>>. Ia lahir di Bagdad, Irak tahun 1217 H/1802 M dan wafat pada hari jum’at tanggal 25 bulan Zulqa'dah tahun 1270 H/1854 M. Beliau adalah seorang ulama Irak, mufti Bagdad dan pemikir. Nama al-Alu>si> sendiri berasal dari kata Alus, tempat di tepi barat sungai Eufrat dan merupakan nama keluarga terpelajar di Bagdad pada abad XIX.[3] Ia bermazhab Syafi’i dan dalam hal aqidah, al-Alusi condong kepada aqidah salaf.[4]
Al-Alu>si> dikenal sebagai ulama dalam bidang ilmu naqli dan aqli. Sejak usia 13 tahun ia sudah giat mengarang dan mengajar, ia mengajar di berbagai perguruan.[5] Ia dibimbing oleh ayahnya sendiri yaitu Sayyid Abdullah al-Fandi>. Disamping itu, ia juga berguru kepada syaikh al-Naqsabandi>.  Menurut informasi, dari gurunya inilah ia belajar tentang tasawuf dan menjadi pengikut tarekat Naqsabandiyah. Ia memiliki banyak murid, tidak hanya dari tempat tinggalnya tetapi juga murid-muridnya berasal dari daerah yang jauh. Murid-murid yang dididiknya banyak yang menjadi tokoh besar di negeri mereka masing-masing. Al-Alu>si> juga dikenal sebagai pemerhati pendidikan yang sangat besar pengaruhnya pada perkembangan ilmu saat itu. Ia sangat sosialis dan loyal terhadap pendidikan, khususnya terhadap kehidupan murid-muridnya saat menuntut ilmu. Ia selalu memperhatikan kebutuhan yang diinginkan oleh sang murid, terbukti dengan kemurahan hatinya memberikan pemondokan yang lebih baik dari rumahnya sendiri. Hal ini menumbuhkan semangat mereka lebih giat dan lebih menaruh perhatian terhadap ilmu pengetahuan.
Al-Alu>si> memiliki hafalan yang sangat kuat dan pikiran yang cemerlang. Secara akademik ia sangat produkrif dalam menggali ilmu pengetahuan. Hal tersebut dapat dipahami dari perkataan al-Alusi “ما استدعت ذهنى شيئا فخاننى, ولا دعوت فكرى لمعضلة إلا وأجابنى"  . Pada tahun 1928 beliau diangkat sebagai mufti dan sebulan sebelumnya ia diangkat menjadi wali wakaf di madrasah al-Marja>niyyah.[6]
Ajaran-ajaran tarekat Naqsabandiyyah memberi pengaruh yang mendalam atas pemikiran-pemikiran tasawufnya dan mempengaruhi corak penafsiran yang ia gunakan dalam memahami ayat al-Qur’an. Mengenai pandangannya terhadap tafsir isya>rah, Al-Alu>si> menerangkan dalam kata pengantar tafsirnya. Di situ ia mengemukakan pengakuannya terhadap keberadaan tafsir zahir sebagai dasar berpijak untuk melangkah ke tafsir isya>rah. Bahkan ia mengatakan, barangsiapa yang mengaku memahami rahasia-rahasia Al-Qur’an sebelum menguasai tafsir zahir, sama halnya dengan seorang yang mengaku telah masuk di dalam Ka’bah tanpa melalui pintunya. Ia berpendapat bahwa al-Qur’an memiliki makna zahir dan batin. Atas dasar itulah ia terdorong untuk menyajikan tafsir isya>ri>. [7]

B.    Karya-Karya Imam al-Alu>si>
Kecintaan al-Alu>si> terhadap ilmu pengetahuan dibuktikan dengan keaktifannya dalam menulis dan mengajar. Berkat ketekunannya ia menghasilkan beberapa karya, namun sayang hanya sedikit karya al-Alu>si> yang sampai ke tangan generasi sekarang.[8] Diantara karya-karya al-Alu>si> selain kitab tafsirnya yaitu:
-          Al-Ajwibah al-‘Ira>qiyah ‘an al-As’ilah al-Lahu>riyah
-          Al-Ajwibah al-‘Ira>qiyah ‘ala al-As’ilah al-Ira>niyyah
-          Durrah al-Khawa>s} fi> Auha>m al-Khawa>s}
-          Al-Nafakha>t al-Qudsiyyah fi> al-Maba>his| al-Ima>miyyah
-          Al-Fawa>id al-Saniyah fi> ‘Ilmi A<da>b al-Bah}s|
-          Hasyiah ‘ala al-Qatar
-          Ukallimuha> Ila> maud}i al-H}a>l
-           Syarh Muslim fi> al-Mantiq[9]

C.    Apresiasi Ulama
Dimata para ulama, al-Alu>si> adalah seorang mufassir yang sangat berkompeten dalam beberapa bidang ilmu. Selain sebagai guru, ia juga dikenal sebagai pemikir. Apresiasi ulama mengenai al-Alu>si> dan kitab tafsirnya diantaranya sebagai berikut:
-          Al-Z|ahabi> menilai bahwa tafsir Ru>h al-Ma’a>ni>  menunjukkan keluasan ilmu pengarangnya. Berkat kesungguhannya, ia berhasil menghasilkan karya tafsir yang memuat pendapat ulama salaf dalam riwayah dan dirayah.
- 
-          Abu Syu’bah mengatakan bahwa tafsir al-Alu>si> merupakan kitab tafsir yang dapat menghimpun sebagian besar pendapat para mufassir dengan disertai kritik yang tajam.

D.    Profil Kitab Ru>h al-Ma’a>ni>
Penulisan kitab tafsir al-Alu>si> dilatarbelakangi oleh mimpinya. Itulah sebabnya mengapa penulisan kitab tafsir Ru>h al-Ma’a>ni dianggap terkesan agak mistik. Meskipun sebelumnya telah ada ide untuk menulis tafsir tersebut. Al-Alu>si> memang ingin sekali untuk menyusun sebuah kitab tafsir yang dapat mencakup persoalan-persoalan yang dianggap urgen bagi masyarakat waktu itu. Namun, rupanya beliau senantiasa dihinggapi keragu-raguan untuk merealisasikan ide tersebut.
Akhirnya pada suatu malam, tepatnya pada malam jum’at bulan Rajab tahun 1252 H,  beliau bermimpi diperintahkan oleh Allah SWT untuk melipat langit dan bumi, kemudian diperintahkan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang ada padanya. Dalam mimpinya,  beliau seolah mengangkat tangan satunya ke langit dan yang satunya ke bumi. Namun kemudian beliau terbangun dari tidurnya. Mimpi tersebut lalu dita’wilkan dan ternyata beliau menemukan jawabannya dalam sebuah kitab bahwa mimpi itu merupakan isyarat untuk menyusun kitab tafsir.[11] Pada saat menulis kitabnya ia berumur 34 tahun dan ini terjadi pada masa Sultan Mahmud Kha>n ibn Sultan ‘Abd al-Hami>d Kha>n.
Ketika penyusunan kitabnya selesai, al-Alu>si> mulai berpikir mengenai nama apa yang sesuai diberikan untuk judul kitabnya. Akhirnya, ia bersegera menemui perdana menteri Rid}a Pa>sya> dan beliau menamainya dengan kitab “Ru>h al-Ma’a>ni> fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Az}i>m  wa al-Sab’i al-Mas|a>ni>.
Tidak ada informasi yang jelas mengenai alasan dipilihnya nama bagi kitabnya tersebut. Hal itu juga tidak disebutkan al-Alu>si> dalam muqaddimah kitabnya. Namun,   jika diperhatikan secara sepintas alasan penamaan tersebut bisa jadi karena didalamnya terdapat penafsiran isya>ri> sehingga dengan segera perdana menteri Rid}a Pa>sya> memberikan nama bagi kitabnya “Ru>h al-Ma’a>ni>”. Adapun kalimat al-Sab’u al-Mas|a>ni> lebih cenderung pada pilihan keindahan bahasa, karena ulama-ulama dahulu senang memberikan nama bagi kitabnya dengan gaya bahasa yang berbeda.[12]
1.     Karakteristik Kitab
Kitab yang menjadi rujukan penulis dalam makalah ini adalah kitab yang diterbitkan oleh Da>r Ihya’ al-Turas| al-‘Arabi>, Beirut Lebanon dalamu 30 jilid. Sementara dari segi referensi al-Alu>si> merujuk pada beberapa kitab, diantaranya:
·         Tafsir ibn ‘At}iyyah
·         Tafsir Abu Hayya>n
·         Tafsir al-Kasysya>f
·         Tafsir Abu al-Su’u>d
·         Tafsir al-Baid}awi>
·         Tafsir al-Razi> dan lain-lain.
Disamping al-Qur’an, yang menjadi sumber penafsiran dalam kitab ini berasal dari hadis|, aqwa>l al-‘ulama> dan ra’yu. Menurut pendapat ulama, al-Alu>si> adalah mufassir yang berhasil memadukan antara riwa>yah dan ra’yu. Maksudnya bahwa riwayat dari nabi saw, sahabat maupun tabi’in tentang penafsiran al-Qur’an dan ijtihad dapat digunakan bersama-sama sepanjang hal tersebut dapat dipertanggung jawabkan akurasinya. Adapun jika ia merujuk pada kitab-kitab tafsir terdahulu maka posisinya netral. Ia juga banyak memberikan kritik terhadap pendapat-pendapat yang dinukilnya  baru kemudian ia mengemukakan pendapatnya secara bebas. Komentar al-Alu>si> terkadang sangat luas terhadap masalah ketata bahasaan. Al-Alusi sangat selektif terhadap riwayat israiliyat .
Menurut al-Z|ahabi>, tafsir Ru>h al-Ma'a>ni> merupakan kitab tafsir yang dapat menghimpun sebagian besar pendapat para mufassir dengan disertai kritik yang tajam serta mentarjih pendapat-pendapat yang beliau kutip.[13]          
Sebagian ulama menilai tafsir al-Alu>si> sebagai tafsir isyari, namun sebagaian besar ulama menyatakan bahwa tafsirnya tidak dapat digolongkan kedalam tafsir isya>ri>  karena ternyata hanya sedikit dari tafsirnya yang berbicara mengenai hal tersebut. Dari seluruh ayat al-Qur’an yang ditafsirkan hanya 1388 ayat yang ditafsirkan dengan isya>ri>> . Itu berarti, hanya sekitar 32, 2% penafsiran isya>ri> yang ia kemukakan. Secara umum, penafsiran al-Alu>si> memberikan porsi yang cukup besar terhadap penafsiran dengan ra’yu, namun meskipun demikian ia tidak sekedar memberikan pendapat dengan akal semata. Ia sangat memperhatikan jika pendapatnya itu tidak sesuai dengan nas yang ada. Oleh karena itu, dikalangan ulama tafsir ini dimasukkan dalam kategori tafsir bi al-ra’yi al-ja>iz dan yang terpuji.[14]  

2.     Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan kitab Ru>h al-Ma’ani> mengarah pada metode tahlili. Hal ini mengacu pada penulisannya yang tertulis secara runtut yang dimulai dari surah pertama hingga surah terakhir. Disamping itu, ia mengkaji beberapa aspek dalam kandungan al-Qur’an atau mengemukakan berbagai dimensi yang terdapat dalam ayat yang ditafsirkan.[15] Adapun sistematika penulisannya secara spesifik sebagai berikut:
-          Al-Alusi memberikan muqaddimah berupa kata pengantar dan penjelasan mengenai hal-hal yang terkait dengan penafsiran al-Qur’an seperti pembahasan mengenai tafsir dan ta’wil, tafsir bi al-ra’yi dan sebagainya.
-          Menyajikan penjelasan surah-persurah disertakan penjelasan makna mufradat dari berbagai aspeknya.
-          Menyajikan topik-topik pembahasan dalam setiap surah. Ini secara mudah dapat dilihat pada daftar isi setiap jilid dan hal ini memudahkan pembaca untuk mencari bahasan yang diinginkan.

3.     Metodologi Pembahasan
Dalam membahas dan menafsirkan, al-Alu>si> menggunakan gabungan beberapa metode. Metode yang digunakan adalah metode tahlili dan muqa>ran. Sedangkan pendekatan yang dipakai dalam menafsirkan salah satunya adalah pende­katan sufistik, meskipun ia juga tidak mengesampingkan pen­dekatan bahasa, seperti nahwu, s}araf balagah dan sebagainya. Bahkan sebagaimana penilaian al-Z|ahabi>, porsi sufistiknya relatif lebih sedikit.
Adapun sistematika sebagai langkah metodis yang ditem­puhnya, biasanya al-Alusi menyebutkan ayat-ayat al-Qur’an dan langsung menjelaskan makna kandungan ayat demi ayat. Dalam analisisnya, terkadang juga al-Alusi menyebutkan asba>b al-nuzu>l terlebih dahulu, namun kadang beliau langsung mengupas dari segi gramatikanya, kemudian mengutip riwayat hadis atau qaul al- tabi'i>n.
Dalam menjelaskan makna kandungan ayat yang ditafsir­kan, al-Alusi sering mengutip pendapat para mufassir sebelumnya, baik salaf maupun khalaf. Kemudian beliau memilih pendapat yang dianggap paling tepat.[16] Untuk lebih jelasnya, adapun metode pembahasan yang digunakan al-Alu>si> dalam tafsirnya sebagai berikut:
a.         Setiap surah diberikan pembahasan mengenai arti nama surah, pokok kandungan dan tujuannya.
b.         Sebagai orang yang bermazhab salafi dan beraqidah sunni, al-Alu>si> seringkali meyerang pendapat mu’tazilah dan syiah serta aliran-aliranaa lain yang berseberangan dengan mazhabnya. Contohnya, ketika menafsirkan surah al-Baqarah ayat 15:

Ia mengatakan bahwa al-tugya>n adalah pekerjaan munafik yang keluar dari mereka atas izin Allah bukan atas kehendak murni mereka tanpa ada kaitannya dengan Allah. Oleh karena itu, jangan mengikuti pendapat Zamakhsyari.
c.         Banyak mengungkap tentang masalah kauniyah atau sains dengan menyebutkan pendapat-pendapat ahli fisika dan geografi. Misalnya ketika menafsirkan surah Yasi>n ayat 38-40 dan surah al-T}alaq ayat 12.

d.         Banyak mengungkap masalah nahwu/ketata bahasaan, sehingga terkadang dianggap keluar dari kapasitasnya sebagai mufassir. Hal itu tampak dari awal hingga akhir tafsir.
e.         Setiap kali membahas tentang ayat-ayat hukum, al-Alu>si> mengungkapkan mazhab-mazhab fiqih dan dalil-dalilnya tanpa fanatik terhadap salah satu mazhab.  Seperti ketika menafsirkan surah al-Baqarah ayat 22, setelah mengungkapkan pendapat Syafi’iyah dan Hanafiyah serta dalil-dalilnya dia mengatakan “dalam masalah ini pendapat Syafi’iyah lebih kuat berdasarkan dalil-dalilnya. Tapi, perhatikan dalil-dalil orang-orang yang berseberangan dengannya”.
f.          Terkait dengan israiliyat, al-Alu>si> sangat kritis terhadap israiliyat dan berita-berita dusta. Hal itu tampak ketika menfsirkan Surah Hud ayat 38. Setelah menyampaikan beberapa informasi tentang jenis kayu yang dibuat perahu, ukuran panjang, lebar dan tingginya serta tempat pembuatannya kemudian ia mengkritisi berita itu dengan mengatakan tidak perlu menjelaskan hal-hal yang tidak dijelaskan oleh al-Qur’an dan sunnah Nabi saw.
g.         Menjelaskan qira>’ah, muna>sabah dan asba<b al-nuzu>l, namun tidak membatasinya dengan riwayat-riwayat yang mutawatir saja.
h.         Banyak mengungkap tafsir-tafsir yang bersifat isya>ri> >. Sehingga, sebagian ulama menggolongkan tafsirnya dalam tafsir isya>ri> >.[17] Hal-hal yang terkait dengan penafsiran isya>rinya yaitu ayat-ayat mengenai masalah ibadah, ayat-ayat yang berhubungan dengan surga dan neraka, yang berhubungan dengan ayat-ayat kauniyyah, serta kisah Nabi dan Rasul.[18] Contoh penafsirannya dalam bentuk isya>ri> seperti ketika ia mengutip penafsiran Ibn Arabi> :
فإذا وقع الجدار وانهدم الصور وامتزجت الأنهار زالتقى البحران وعدم البرزخ وصار العذاب نعيما...الخ   
Al-Alu>si> berpendapat setelah menukil kalimat asing diatas bahwa contoh diatas dapat bermakna s}ah}i>h jika diketahui oleh orang yang berpengetahuan. Selanjutnya, ia mengatakan bahwa hendaknya hal tersebut dikatakan dengan makna z}ahirnya. Jika ditemukan contoh penafsiran seperti diatas maka hendaknya dialihkan ke makna yang diinginkan.[19] Contoh lain dapat dilihat pada surah al-Baqarah ayat 238. Dalam penafsiran isya>rinya, ia menyebutkan lima macam shalat:
إن الصلاة الخمس: صلاة السر بشهود مقام الغيب وصلاة النفس بخمودها عن دواعى الريب وصلاة القلب بمراقبته أنوار الكشف وصلاة الروح بمشاهدة الوصل وصلاة البدن بحفظ الحواس وإقامة الحدود.[20]      
Adapun yang ia maksud tentang s}alat al-wust}a yaitu salat gaib, yang syaratnya harus suci dari kevenderungan-kecenderungan selain kepada Allah.
i.          Dalam mengemukakan pendapat ulama tafsir ia menggunakan tanda/istilah dalam kalimat sebagai berikut:
-       Ketika mengutip pendapat Abu al-Su’u>d ia menyebutkan "قال شيخ الإسلام"
-       Ketika mengutip pendapat al-Baid}awi> ia menyebutkan "قال القاضى"
-       Ketika mengutip pendapat Fakhr al-Ra>zi> ia menyebutkan "قال الإمام"

E.    Keunggulan dan Keterbatasan
Sebagai sebuah karya manusia, kitab Tafsir Ru>h al-Ma’a>ni> tidak lepas dari penilaian para ulama, baik yang mengarah pada keunggulannya maupun yang terkait dengan keterbatasannya.  Adapun keunggulannya diantaranya adalah:
a.       Menyajikan pembahasan yang cukup luas menyangkut beberapa aspek seperti masalah qira>’ah, tata bahasa, asba>b al-nuzu>l dan sebagainya.
b.      Memberikan perbandingan atau komparasi mengenai pendapat para ulama
c.       Kritis terhadap pendapat ulama yang dikutip
d.      Banyak merujuk pendapat ulama mutaqaddimi>n maupun mutaakhiri>n
e.       Sangat berhati-hati/selektif terhadap riwayat israiliyat
f.        Tidak fanatik terhadap salah satu pendapat, bahkan ia mengemukakannya kemudian mengomentari serta memberikan pendapatnya sendiri.
g.      Memberikan tafsiran yang bersifat isyari
Disamping memiliki keunggulan, sebuah karya tafsir juga memiliki keterbatasan. Namun, bukan berarti dengan keterbatasannya itu dapat mengurangi nilai dari sebuah karya. Adapun keterbatasannya antara lain yaitu:
-       Sebagian pembahasannya sulit dimengerti akibat adanya penafsiran isya>ri>, khususnya bagi para pemula.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Alu>si>, Mahmu>d, Ru>h al-Ma’a>ni> fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Az}i>m  wa al-Sab’i al-Mas|a>ni>, Beirut: Da>r Ihya’ al-Turas| al-‘Arabi, t.th.
Al-Qat}t}a>n Manna’, Maba>his| fi> Ulu>m al-Qur’a>n, Cet. XIX; Beirut; Muassasah al-Risa>lah, 140enam H/1983 M.
Al-Suyu>t}i>, al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Kairo: Penerbit Hija>zi>, t. th, h. 184. .
Al-Syirbasi, Ahmad, Sejarah Tafsir Qur’an, Cet. III; t. tp: Pustaka Firdaus, 1994.
Al-Z|ahabi Husain >, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, Cet. II; ttp, 13 H/17
Al-Zarkali, Khair al-Di>n >, al-A’la>m al-Zarkali>, CD Rom al-Maktabah al-Sya>milah.
Azra, Azyumardi dkk., Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 2005.
HS, Baharuddin, Corak Tafsir Ru>h al-Ma’a>ni> Karya al-Alu>si>, Telaah Atas Ayat-Ayat yang Ditafsir Secara Isya>rah, Disertasi Doktor, PPs IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2002.      
Ibn Manzu>r, Lisa>n al-Arab, Mesir: Da>r al-Mis}riyyah, t. th, h. 106.
Mahmud, Mani’ Abd al-Halim, Metodologi Tafsir, Terj. Faisal Saleh, Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Ushama, Thameem, Metodologi tafsir al-Qur’an, ailh bahasa oleh Hasan Basri dan Amroeni, Cet. I, Jakarta: Riora Cipta, 2000.




[1]Manna al-Qat}t}a>n, Maba>his| fi> Ulu>m al-Qur’a>n  (Cet. XIX; Beirut; Muassasah al-Risa>lah, 1406 H/1983 M), h. 9.
[2]Lihat Ahmad al-Syirbasi, Sejarah Tafsir Qur’an (Cet. III; t. tp: Pustaka Firdaus, 1994), h. 2
[3]Azyumardi Azra dkk., Ensiklopedi Islam, Jilid I (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 2005), h. 160.
[4]Khair al-Di>n al-Zarkali>, al-A’la>m al-Zarkali>, Jilid VII, CD Rom Maktabah al-Sya>milah, h. 176.
[5]Husain al-Z|ahabi>, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, Jilid I (Cet. II; ttp, 13 H/172 M), h. 353.
[6]Azyumardi Azra dkk, h. 161.
[7]Baharuddin HS, Corak Tafsir Ru>h al-Ma’a>ni> Karya al-Alu>si>, Telaah Atas Ayat-Ayat yang Ditafsir Secara Isya>rah, Disertasi Doktor, PPs IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2002.
[8]Penulis belum mendapatkan secara rinci mengenai jumlah karya-karya al-Alu>si>, namun karya-karyanya yang tertulis di bagian ini hanya penulis dapatkan dalam beberapa kitab manhaj. 
[9] Mani’ Abd al-Halim Mahmud, Metodologi Tafsir, Terj. Faisal Saleh (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 205.
[11]Mahmu>d al-Alu>si>, Ru>h al-Ma’a>ni> fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Az}i>m  wa al-Sab’i al-Mas|a>ni>, Jilid I, (Beirut: Da>r Ihya’ al-Turas| al-‘Arabi, t.th), h. 4.
[12] Hasil diskusi pada mata kuliah Manhaj al-Mufassiri>n, semester III Tgl 11 Januari 2011.
[13]Husain al-Z|ahabi, h. 361
[14]Husain al-Z|ahabi,, h. 288.
[15]Lihat Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 67.
[16]Husain al-Z|ahabi,. h. 356.
[17]Berdasarkan telaah etimologis, implikasi dari pengertian lafal isyari memiliki kecenderungan upaya untuk menunjukkan sesuatu yang tersembunyi agar bisa diketahui dengan jelas atau lebih menonjolkan makna yang tersirat daripada makna tersurat.  Lihat Ibn Manzu>r, Lisa>n al-Arab, Jilid IV, Mesir: Da>r al-Mis}riyyah, t. th, h. 106. Menurut sebagian ulama, tafsir isya>ri>  ialah penafsiran ayat al-Qur’an yang mengabaikan makna zahirnya. Terjadi perbedaan pendapat mengenai fenomena tafsir isyari. Sebagian membolehkan dan sepakat sementara yang lain mengharamkan. Sebagian berpendapat bahwa tafsir isyari sebagai tanda keteguhan dan kesempurnaan iman dan sebagai pengetahuan yang murni. Sementara yang lain beranggapan bahwa tafsir isyari itu sebagai suatu penyimpangan dari agama Allah swt. Thameem Ushama, Metodologi tafsir al-Qur’an, ailh bahasa oleh Hasan Basri dan Amroeni (Cet. I, Jakarta: Riora Cipta, 2000), h. 25. Adapun syarat diterimanya tafsir isyari diantaranya:pertama, makna yang dikemukan benar menurut pengertian lahir yang diakui secara kebahasaan. Kedua, makna yang dipahami harus diperkuat dengan dalil berupa nas} atau ditopang oleh makna lahir yang ada pada ayat lain yang menunjukkan kebenarannya dan bukan makna yang berlawanan. Ketiga, tidak berlawanan dengan syariat atau akal. Lihat Al-Suyu>t}i>, al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, jilid II, Kairo: Penerbit Hija>zi>, t. th, h. 184.
[18]Baharuddin HS,., h. 212   
[19]Mahmu>d al-Alu>si>, jilid I, h. 142-143.
[20]Mahmu>d al-Alu>si>,., Jilid II, h. 136. 

Comments

Post a Comment

BERITA TERBARU !!

Popular posts from this blog

BIL MA'TSUR ( TAFSIR AYAT DENGAN AYAT )

CARA MELAKUKAN TAKHRIJ HADIS

download TAFSIR AL-NASAFIY

cara atau Kaedah al-Jarh Wa al-Ta’dil Serta Aplikasinya

HADIS TARBAWIY DAN AKHLAK (BERKURANGNYA IMAN KARENA MAKSIAT)

kaedah 'ATAF - AL-'ATFU DALAM AL-QUR'AN

cara TAMBAHAN - kaedah ZIYADAH DALAM AL-QUR'AN

KAEDAH 'AM DAN KHAS

cara melakukan MUNASABAH AYAT

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS