KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS Pendahuluan latar belakang Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah dua sumber utama ajaran Islam. Oleh karena itu, keduanya selalu dijadikan landasan keyakinan, ritual, adat istiadat, etika, ekonomi, politik, peradaban dan seluruh aspek kehidupan umat Islam, baik yang sakral maupun duniawi, pada tataran ¥ abl minallah (vertikal) dan ¥ abl min al. -n ± s (horizontal).

Segi-segi Kemukjizatan - Bahasa, Balaghah dan Isinya

CAT :
MATERI INI TIDAK DI LENGKAPI REFERENSI FOOT NOTE DAN DAFTAR PUSTAKA
SILAHKAN DOWNLOAD MATERI LENGKAPNYA DI SITUS BARU KAMI


BAB II
SEGI-SEGI KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN

Sebagaimana pada pertemuan yag lalu bahwa mukjizat Kata ‘ijaz berasal dari kata a’jaza “melemahkan” atau “menjadikan tidak mampu[1] atau “menetapkan kelemahan”[2]. Terminology menurut Manna’ Al-Qatthan “Sesuatu hal luar biasa disertai tantangan dan selamat dari     perlawanan”[3] dan Quraish Shihab “Suatu peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku  Nabi, sebaga bukti kenabiannya yang di tantang orang banyak namun mereka tidak mampu melawannya”[4].
Defenisi yang dikemukakan Ulama di atas, secara substansial tidak terdapat perbedaan bahkan dapat di tarik suatu pemahaman bahwa mukjizat adalah hal luar biasa yang menjadi salah satu cirri dari mukjizat yang tak terkalahkan. Namun, disisi mana kemukjizatan tersebut dapat dilihat ?, olehnya itu, di antara kemukjizatan itu dapat dilihat di Kemukjizatan Al-Qur’an dari segi kebahasaan, Kemukjizatan Al-Qur’an Dari Segi Kandungan Pemberitaannya, Kemukjizatan Al-Qur’an Dari Segi Kesempurnaan Tasyri’,  Kemu’jizatan Al-Qur’an Dari Segi Isyarat Keilmuan, dan lain-lain. Pada pertemuan kali ini, pembahasan penulis hanya terbatas di sisi bahasa, balaghah dan isi kandunganya.

A.      Kemukjizatan Al-Qur’an dari Segi Kebahasaan ’Fashahah dan Balaghahnya’


Menurut para  penulis Tradisional
1.         Gaya Bahasa
Gaya bahasa Al-Qur’an membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum dan terpesona, bukan saja orang-orang mukmin, tetapi juga bagi orang-orang kafir. Kehalusan ungkapan bahasanya membuat banyak diantara mereka masuk Islam. Bahkan, Umar bin Khattab pun yang mulanya dikenal sebagai orang yang paling memusuhi nabi Muhammad SAW, dan bahkan berusaha membunuhnya, memutuskan masuk Islam dan beriman pada kerasulan Muhammad hanya karena membaca petikan ayat-ayat Al-Qur-an. Susunan Al-Qur-an tidak dapat disamakan oleh karya sebaik apa pun.[5] 
Bahasa atau kalimat-kalimat al-qur’an adalah kalimat –kalimat yang menakjubkan, yang berbeda sekali dengan kalimat-kalimat bahasa Arab. Ia mampu mengeluarkan sesuatu yang abstrak kepada fenomena yang dapat dirasakan sehingga didalamnya dapat dirasakan ruh dinamika. Adapun huruf tidak lain hanya symbol makna-makna, sementara lafazh memiliki petunjuk-petunjuk etimologis yang berkaitan dengan makna-makna tersebut. Menuangkan makna-makna yang  abstrak tersebut kepada batin seseorang dan kepada hal-hal yang biasa dirasakan (al-mabsusat) yang bergerak didalam imajinasi dan perasaan, bukan hal yang mudah dilakukan              
Dalam hal ini susunan bahasa  yang dipergunakan  Al-Qur’an berbeda dengan susunan arab. Susunan gaya bahasa dalam Al  - Qur’an tidak dapat disamakan dengan apapun. Al-Qur’an bukanlah susunan syair dan prosa. Ini dibuktikan oleh tokoh-tokoh sastra arab dan ahli pidato seperti Walid Bin Mughirah, Utsbah ibnu rabi’ah dan sastrawan terkenal lainnya”.[6] Akan tetapi dengan turunnya Al-Qur’an diiringi gaya bahasa yang unik dan menawan membuat mereka terpukau.[7]
Contohnya kisah Walid Mughirah yang datang kepada nabi Muhammad Saw lalu ia berkata bahwa ucapan Muhammad Saw begitu indah dan ia tersentuh. Kemudian ia mendatangi kaumnya Bani Makhzum lalu berkata kepada mereka “demi Allah Ketika aku mendatangi Muhammad  aku mendengar perkataan yang bukan perkataan dari manusia dan jin, kata – katanya begitu manis dan indah padahal Walid adalah seorang sastrawan terkenal dikalangan kaumnya.
Peristiwa ini memberikan gambaran bahwa bukan tidak ada bentuk perlawanan yang dilakukan orang arab. Akan tetapi karena memang bahasa Al –Qur’an itu begitu tinggi sehingga mereka tidak mampu menandinginya lebih lanjut AL-baqillani menjelaskan bahwa salah satu kemukjizata Al-Qur’an yang utama terletak dari keindahan dan susunan kalimatnya yang jauh berbeda dengan system da tata urutannya yang jauh lebih umum dan di kenal luas di kalangan para sastrawan arab.
Susunan bahasa dalam al – Quran tidak bisa disamai oleh apapun. Al – Quran bukan susunan syair dan bukan pula susunan prosa. Sejarah telah menyaksikan bahwa bangsa Arab pada saat turunnya al – Quran telah mencapai tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa satu pun yang ada didunia ini, baik sebelum dan sesudah mereka dalam bidang kefasihan bahasa. Mereka juga telah merambah jalan yang belum pernah diinjak orang lain dalam kesempurnaan menyampaikan penjelasan, keserasiandalam menyusun kata – kata, serta kelancaran logika.
Oleh karena bangsa Arab telah mencapai taraf yang begitu jauh dalam bahasa dan seni satra, karena sebab itulah al – Quran menantang mereka. Dan walaupun sebenarnya mereka telah mengetahui keunikan dan keistimewaan al – Quran namun sebagian dari mereka tidak dapat menerima al – Quran karena pesan pesan yang dikandungnya merupakan sesuatu yang baru.
 Berdsarkan sifatnya, mukjizat (Al-Qur`an) yang diberikan kepada nabi Muhammad SAW. sangatlah berbeda dengan mukjizat-mukjizat yang diberikan kepada nabi-nabi terdahulu. Jika para nabi sebelumnya bersifat Hissiy-Matrial sedangkan Al-Qur`an bersifat maknawy / immateri. Perbedaan tersebut bertolak pada dua hal mendasar yaitu pertama, para nabi sebelum Muhammad SAW. ditugaskan pada masyarakat dan masa tertentu. Oleh karenanya mukjizat tersebut hanya sementara. Sedangkan Al-Qur`an tidak terbatas pada masyrakat dan masa tertentu sehingga berlaku sepanjang masa. Kedua, secara historis-sosiologis dalam pemikirannya manusia mengalami perkembangan. Auguste Comte(1798-1857) –sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab- ia berpendapat bahwa pikiran manusia dalam perkembangannya mengalami tiga fase. Pertama Fase keagamaan, dikarenakan keterbatasan pengetahuan manusia ia mengembalikan penafsiran semua gejala yang terjadi pada kekuatan Tuhan atau dewa yang diciptakan dari benaknya. Kedua fase metafisika, yaitu manusia berusaha menafsirkan gejala yang ada dengan mengembalikan pada sumber dasar atau awal kejadiannya. Ketiga fase ilmiah, dimana manusia dalam menafsirkan gejala atau fenomena berdasarkan pengamatan secara teliti dan eksperimen sehingga didapatkan hukum-hukum yang mengatur fenomena tersebut.[8] Posisi Al-Qur`an sebagai mukjizat adalah pada fase ketiga dimana ditengarahi bahwa potensi pikir-rasa manusia sudah luar biasa sehingga bersifat universal dan eternal.
Demikian tidak heran jika al-Quran menantang mereka sambil menugaskan Nabi Muhammad Saw. untuk menyampaikan ketidak mampuan siapapun untuk menyusun semacam al-Quran.

قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآَنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا (88) [الإسراء/88]
Katakan (sampaikanlah), “ seandainya manusia dan jin berhimpun untuk menyusun semacam al – Quran ini, mereka tidak akan mampu melakukannya, walaupun mereka saling membantu” . ( QS al-Isra/17 : 88 )

Dari sini kita dapat berkata bahwa keunikan dan keistimewaan al – Quran dari segi bahasa merupakan kemukjizatan utama dan pertama yang ditujukan kepada masyarakat Arab yang dihadapi al – Quran lima belas abad yang lalu.
Jika pada pertemuan yang lalu sering ditanyakan bahwa di mana letak kelebihan teks al-Qur’an itu, tulisan, bahasa dan kosa katanya sama saja dengan bahasa orang Arab ?, Quraish shihab berpendapat  bahwa sebenarnya aspek kebahasaan ini lebih terasa bagi orang-orang yg menguasai bahasa arab  sebab sebelum orang lain terpesona dengan keunikan atau kemukjizatan pesan kandungan Al-Qur’an terlebih dahulu dia akan terpuaku oleh keberadaan susunan kata dan kalimatnya yang mengandung  :
a)         Nada dan Langgamnya
Walaupun Al-Qur’an bukan berbentuk puisi atau syair  namun apabila orang mendengarnya maka hal pertama yang terasa di telinga nada dan langgamnya.
b)        Singkat dan Padat
Tidak mudah menyusun kalimat yang singkat dan sarat makna akan tetapi Al-Qur’an menghadirkannya ia memiliki keistimewaan dari segi kata dan kalimat yang sangat singkat dan padat, dapat menampung sekian banyak makna dengan penafsira yang bermacam – macam bentuk penafsiran .
c)         Memuaskan para cendikiawan dan orang awam
Keberada Al-qur’an mampu dipahami oleh semua tingkat manusia. Ketika seorang awam memahami Al-Qur’an, ia dapat memahami sesuai tingkata dan keterbatasan kemampuannya. Kalau dipahami oleh seseorang yang mempunyai tingkat intelektual yang tinggi, ia pun akan memahami sesuai dengan kecerdasannya. Berbeda dengan karya lmiah dan artikel, disaat dibaca oleh seseorang  boleh jadi ia menilainya sangat dangkal sehingga tidak sesuai dengan selera penulis dan ilmuan, bisa juga sebaliknya sehingga ia tidak bisa dikonsumsi oleh semua orang.

d)        Memuaskan Akal Dan Jiwa
Allah Swt  menganugrahkan kepada manusia daya piker dan rasa atau akal dan qalbu. Akal mendorong seseorang untuk memberikan argumentasi guna mendukung pandangannya. Sementara qalbu mengantarkannya mengekspresikan keindahan dan mengembangkan imajinasinya.  Biasanya dalam bahasa, sulit untuk memuaskan keduanya[9] Tanpa mengenyampingkan yang lain salah satu diantaranya serta dirasakan secara seimbang. Untuk memerintahkan sesuatu Al-qur’an menggunakan aneka gaya, satu kali dengan perintah tegas bdi kesempatan lain dengan mengatakan suatu kewajiban.
e)         Kindahan Dan Ketetapan Maknannya
Tidak mudah menjelaskankeindraan bahasa  Al-Quar’an bagi yang tidak memiliki rasa bahasa arab atau pengetahuan tentang tata bahasa”.[10]
f)         Keseimbangan Redaksi Al-qur’an
Menurut Abdul al –Razaq Naufal, Al-Qur’an memiliki kesinambungan jumlah kata dengan antonimnya, sinonimnya, akibatnya, penyebabnya dan keseimbangan khusus”.[11]
·           Keseimbangan jumlah kata dengan kata antonimnya
·           Keseimbangan kata jumlah kata dengan kata sinonimnya
·           Keseimbangan jumlah antara suatu kata dengan kata lain yang menunjukkan pada akibatnya.
·           Keseimbangan jumlah kata dengan kata penyebabnya
·           Keseimbangan Yang Bersifat Khusus

2.         Susunan kalimat
Dalam Al-qur’an , misalnya banyak ayat yang mengandung tasybih (penyerupaan) yang disusun dalam bentuk yang sangat indah lagi sangat mempesona, Jauh lebih indah daripada apa yang dibuat oleh para penyair dan sastrawan .Dapat dilihat dalam contoh QS al-Qa>ri’ah/101 : 5, Allah berfirman:

وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ (5) [القارعة/5]
Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hemburkan
Bulu yang dihambur-hamburkan ini sebagai gambaran dari gunung gunung yang telah hancur lebur berserakan bagian-bagiannya. 
Kajian mengenai Style Al-Qur`an, Shihabuddin menjelaskan dalam bukunya Stilistika Al-Qur`an, bahwa pemilihan huruf dalam Al-Qur`an dan penggabungannya antara konsonan dan vocal sangat serasi sehingga memudahkan dalam pengucapannya. Lebih lanjut –dengan mengutip Az-Zarqoni- keserasian tersebut adalah tata bunyi harakah, sukun, mad dan ghunnah(nasal). Dari paduan ini bacaan Al-Qur`an akan menyerupai suatu alunan musik atau irama lagu yang mengagumkan. Perpindahan dari satu nada ke nada yang lain sangat bervariasi sehingga warna musik yang ditimbulkanpun beragam. Keserasian akhir ayat melebihi keindahan puisi, hal ini dikarenakan Al-Qur`an mempunyai purwakanti beragam sehingga tidak menjemukan. Misalnya dalam surat Al-Kahfi(18: 9-16) yang diakhiri vocal “a” dan diiringi konsonan yang berfariasi, :
أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَابَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيمِ كَانُوا مِنْ آَيَاتِنَا عَجَبًا (9) إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آَتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا (10) فَضَرَبْنَا عَلَى آَذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا (11) ثُمَّ بَعَثْنَاهُمْ لِنَعْلَمَ أَيُّ الْحِزْبَيْنِ أَحْصَى لِمَا لَبِثُوا أَمَدًا (12) نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آَمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى (13) وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا (14) ………
Sehingga tak aneh kalau mereka (masyarakat Arab) terenyuh dan mengira Muhammad berpuisi. Namun Walid Al-mughiroh membantah karena berbeda dengan kaidah-kaidah puisi yang ada, lalu ia mengira ucapan Muhammad adalah sihir karena mirip dengan keindahan bunyi sihir (mantra) yang prosais dan puitis. Sebagaimana pula dilontarkan oleh Montgomery Watt dalam bukunya “bell’s Introduction to the Qoran” bahwa style Quran adalah Soothsayer Utterance (mantera tukang tenung), karena gaya itu sangat tipis dengan ganyanya tukang tenung, penyair dan orang gila.[12]
Terkait dengan nada dan lagam bahasa ini, Quraish Shihab mngutip pendapat Marmaduke -cendikiawan Inggris- ia mengatakan bahwa Al-Qur`an mempunyai simponi yang tidak ada taranya dimana setiap nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk menangis dan bersuka cita. Misalnya dalam surat An-Naazi’at ayat 1-5. Kemudian dilanjutkan dengan lagam yang berbeda ayat 6-14, yang ternyata perpaduan lagam ini dapat mempengaruhi psikologis seseorang.[13]

Menurut para  penulis Modern

Sebuah karya tulis yang berjudul kosa kata asing dalam al-Qur’an yang ditulis Oleh Nasir Dimyati yang membahas tentang salah satu persoalan yang sampai sekarang masih diperdebatkan oleh para ahli bahasa dan sastra Arab serta mufasir al-Qur’an adalah apakah kosakata serapan Arab dari bahasa asing dipakai dalam al-Qur’an atau tidak. Sebagaimana dalam kutipan pembahasan selanjutnya.[14]
Para ahli bahasa Arab memaklumi bahwa jika al-Qur’an tidak turun maka bahasa Arab akan hancur atau minimal kehilangan keasliannya. Namun, salah satu persoalan yang sampai sekarang masih diperdebatkan oleh para ahli bahasa dan sastra Arab serta mufasir al-Qur’an adalah apakah kosakata serapan Arab dari bahasa asing dipakai dalam al-Qur’an atau tidak? Dengan kata lain, apakah semua kata yang digunakan dalam al-Qur’an adalah Arab asli atau ada juga kata-kata yang telah melalui proses pengaraban?
Semula manusia mempelajari bahasa lisan untuk berkomunikasi dengan sesama kaumnya, kemudian ia mempelajari bahasa lain agar dapat menjalin interaksi antar bangsa. Dan saat ini, ilmu bahasa sudah semakin luas dan modern yang meliputi pembahasan tentang sejarah bahasa, perbandingan antar bahasa, macam-macam dialek, kelompok-kelompok bahasa, dan lain sebagainya.
Lebih dari 2 abad yang lalu, Filologi lahir dan berkembang di Barat sedang di dunia Islam Arab, Fiqhul Lughoh dengan artian yang baru, luas, dan menggunakan metode modern baru muncul di universitas Mesir sejalan dengan aktifitas orientalis di negeri itu meskipun Fiqhul Lughoh dan ilmu qiro’at sudah ada sejak dulu.
Karya-karya ulama klasik seperti al-Khoso’ish[15], as-Shohibi fi Fiqhil Lughoh,[16] al-Muzhar fi Ulumil Lughoh[17] sampai sekarang masih terhitung sebagai referensi berharga dalam filologi atau fiqhul lughoh Arab. Dalam perkembangannya, para ahli bahasa melengkapi kajian-kajian klasik itu dengan pembahasan-pembahasan baru dalam karya-karya mereka seperti Ilmul Lughoh, dan Fiqhul Lughoh[18], dan Fushulun fi Fiqhil Lughoh al-Arobiyah.[19]
Para ahli bahasa Arab memaklumi bahwa jika al-Qur’an tidak turun maka bahasa Arab akan hancur atau minimal kehilangan keasliannya.[20] Namun, salah satu persoalan yang sampai sekarang masih diperdebatkan oleh para ahli bahasa dan sastra Arab serta mufasir al-Qur’an adalah apakah kosakata serapan Arab dari bahasa asing dipakai dalam al-Qur’an atau tidak? Dengan kata lain, apakah semua kata yang digunakan dalam al-Qur’an adalah Arab asli atau ada juga kata-kata yang telah melalui proses pengaraban?
Secara istilah, kata-kata yang diserap dan dipinjam oleh bahasa Arab dari bahasa-bahasa lain disebut dengan mu’arrob, dan tentunya melalui proses perpindahan serta perubahan yang disebut dengan ta’rib atau pengaraban.
Biasanya, kata-kata asing satu bahasa masuk ke bahasa lain disebabkan oleh faktor-faktor berikut: kedekatan letak geografis, hubungan perdagangan, imigrasi, kekuasaan politik, kecenderungan religius, kultur, ekonomi, industri dan lain-lain. Intinya, faktor-faktor ini adalah faktor yang berakar dari tuntutan-tuntutan material dan spiritual manusia.
Itulah sebabnya mengapa terjadi proses bargaining kata. Sejalan dengan perkembangan peradaban, budaya pun melalui waktu yang cukup panjang dalam sejarah manusia dan proses bargaining meningkat luar biasa sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada lagi bahasa hidup dunia yang masih murni. Tidak ada pula bangsa beradab yang berani mengaku bahwa bahasa mereka bersih dari unsur-unsur asing serapan atau pinjaman dari bangsa-bangsa lain.
Bahasa Arab juga tidak terhindar dari proses bargaining kata. Namun, yang lebih menjadi persoalan adalah apakah  al-Qur’an yang diwahyukan kepada Muhammad Rasulullah saw dengan bahasa Arab fasih yang populer di kawasan Hijaz pada waktu itu memakai kata-kata asing juga atau tidak? Harus diingat bahwa keterbukaan sebuah bahasa untuk menerima atau menyerap kata-kata asing maupun daerah tidak berarti mempertaruhkan kesejatian bahasa tersebut dan ini berbeda dengan pergeseran bahasa yang kita saksikan dari satu bahasa—seperti  Indonesia ke bahasa lain seperti Inggris—sehingga terkadang pemaknaan bahasa Arab ke bahasa Indonesia pun terpaksa harus dijembatani oleh bahasa Inggris yang belum tentu tepat.
Terdapat tiga pandangan yang bersebarangan tentang penggunaan kata-kata Arab serapan atau pinjaman di dalam al-Qur’an:
Kelompok pertama mengingkari penggunaan itu secara mutlak, di antara dalil Qur’anik yang mereka kemukakan adalah:

اِنَّا اَنزَلنَاهُ قُرآنًا عَرَبِیًّا لَعَلَّکُم تَعقِلُونَ  / یوسف: 2
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya berupa al-Qur’an yang berbahasa Arab agar kalian memahaminya”. (QS. 12: 2).

وَ لَو جَعَلنَاهُ قُرآنًا اَعجَمِیًّا لَقَالُوا لَو لَا فُصِّلَت آیَاتُهُ أأعجَمِيٌّ وَ عَرَبيٌّ  / فصلت: 44
Dan sekiranya Kami jadikan al-Qur’an itu bacaan yang bukan bahasa Arab, niscaya mereka berkata “mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya? Apakah patut (al-Qur’an) itu dalam bahasa ‘Ajam (bukan bahasa Arab) sedang rasul orang arab”. (QS. 41: 44).

Menurut Abu Ubaidah (Mu’ammar bin Mutsanna), bukankah al-Qur’an diwahyukan dengan bahasa Arab yang jelas dan menjelaskan, maka akan aneh sekali jika ada yang berpendapat bahwa al-Qur’an juga memakai kata non Arab. Ibnu Faris (Ahmad) mendukung pendapat ini dalam kitab Fiqhul Lughoh-nya yang berjudul as-Shohibi dan dia menegaskan jika pemakaian itu benar-benar terjadi dalam al-Qur’an itu akan berarti bahwa bahasa Arab tidak mampu menawarkan kata-kata padanannya, dan pandangan seperti ini jelas-jelas tertolak. Kemudian, Fakhrur Razi dan para pengikutnya menolak pangkategorian kata-kata seperti مشکواة، قسطاس استبرق، سجیل dan lain sebagainya sebagai kata-kata serapan atau pinjaman dari bahasa asing, dan mereka mengklaim bahwa kata-kata tersebut kebetulan sama dengan kata-kata dalam bahasa non Arab.[21] 
Ibnu Jarir Thabari, Qadhi Abu Bakar Baqilani, dan Syafi’i juga menolak adanya kata Arab serapan atau pinjaman dalam al-Qur’an, demikian pula beberapa kalangan ahli bahasa  kontemporer seperti Ahmad Syakir, yang merevisi dan mengkritisi kitab al-Mu’arrob karya Jawaliqi.
Kelompok kedua sedikit lebih terbuka dalam hal ini. Menurut mereka selain nama-nama khusus, semua kata yang digunakan oleh al-Qur’an adalah bahasa Arab asli. Abu Ubaid Qasim bin Sallam telah menetralisir pendapat gurunya sendiri (Abu Ubaidah) dan menyatakan bahwa  meskipun pada dasarnya nama-nama khusush itu adalah bahasa non Arab, tetapi setelah melalui proses penyaduran dan pengaraban nama-nama itu menjadi bagian dari bahasa Arab dan diperlakukan sebagaimana layaknya kata-kata Arab lainnya. Ibnu Athiyyah juga cenderung memilih pandangan ini dan menolak pendapat Thabari yang menyatakan bahwa kebetulan ada kata-kata yang sama dengan bahasa lainnya.
Kelompok ketiga lebih terbuka dari kelompok kedua. Mereka berpendapat bukan hanya nama-nama saja yang telah diserap, tetapi ada juga kosakata lain yang masuk ke bahasa Arab. Ibnu Abbas yang terkenal sebagai Hibrul Ummah (tinta umat Islam) dan murid-muridnya; Mujahid, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, dan Atthar bin Yasar adalah mufasir-mufasir masyhur al-Qur’an yang sering menguraikan tentang asal-usul kata Arab serapan yang dipakai oleh al-Qur’an. Kemudian Jawaliqi, Suyuthi dan Khaffaji melanjutkan jejak mereka dalam karya-karya klasik Fiqhul Lughoh, dan dilanjutkan oleh orientelis-orientalis seperti Arthur Geoffrey dalam bukunya The Foreign Vocabulary of the Qur’an dan pakar-pakar kontemporer bahasa Arab lainnya.
Agar dapat dimengerti lebih jelas, kami bawakan dua contoh kosakata Arab yang digunakan oleh al-Qur’an:
1)        سِجِّل dalam ayat:
یَومَ نَطوِي السَّمَاءَ کَطَيِّ السِّجِلِّ  / الرعد: 104
Ada berbagai pendapat tentang asal-usul kata سِجِلّ; sebagian mengatakan kata itu berasal dari Abyssinia dan berarti رجل (lelaki)[22] Ibnu Jinni mengartikannya dengan surat dan menurutnya kata ini berasal dari bahasa Parsi,[23] Khaffaji sepakat dengan pendapat yang mengatakan kata ini berasal dari Abyssinia dan berarti surat.[24] Sedang Arthur Geoffrey menolak dua pendapat tersebut dan menyatakan bahwa kata ini bukan berasal dari Abyssinia dan juga bukan dari Parsi, melainkan dari bahasa Yunani yang sepadan dengan kata Latin “sigillum”.[25]
2)        قِرطَاس  dalam ayat:
لَو نَزَّلنَا عَلَیکَ کِتَابًا فِي قِرطَاسٍ  / الانعام: 7
Menurut sebagian ahli, kata قرطاس (kertas) bukan Arab asli.[26] Penulis al-Kalimat al-Aromiyyah fil Lughotil Arobiyyah berpendapat sama bahwa kata ini bukan bahasa Arab asli dan berasal dari kata “charta” dalam bahasa Yunani sedang dalam bahasa Abyssinia adalah kartas.[27]
Namun, para mufasir dan ahli bahasa mempunyai pendapat yang berbeda dan menurut mereka  kata ini adalah bahasa Arab asli. Farra’ mengatakan bahwa al-Qirthos adalah sahifah atau lembaran.[28] Raghib Isfahani dalam Mufrodat dan Lisanul Arob, menyatakan keaslian قرطاس dalam bahasa arab.
Walhasil, meskipun terjadi perbedaan Filologis atau Ffiqhul Lughoh tentang sebagian kosakata yang digunakan oleh al-Qur’an, tapi ada satu hal yang perlu kita cermati dan sadari untuk kemudian kita yakini bahwa perbedaan pendapat itu sama sekali tidak mengusik kefasihan al-Qur’an sedikit pun, kefasihan yang tidak akan tertandingi sampai akhir zaman. Itulah sebabnya mengapa orang-orang Arab seperti Ibnu Abbas yang pakar di bidang Ulumul Qur’an dan Tafsir tidak merasa janggal melihat kosakata itu di sela-sela ayat al-Qur’an. Apalagi sejak dulu sampai sekarang tidak ada seorang pun yang sanggup menjawab tantangan al-Qur’an untuk menandinginya.
قُل لَئِنِ اجتَمَعَتِ الاِنسُ وَ الجِنُّ عَلَی اَن یَأتُوا بِمِثلِ هذَا القُرآنِ لَا یَأتُونَ بِمِثلِهِ وَ لَو کَانَ بَعضُهُم لِبَعضِهِم ظَهِیرًا / الاسراء: 88
“Katakanlah: ‘kalau sekiranya berkumpul manusia dan jin untuk mendatangkan yang serupa dengan al-Qur’an, mereka tidak akan sanggup mendatangkan yang serupa dengannya walaupun sebagian mereka dengan sebagian yang lain tolong-menolong.” (QS. 17: 88).

B.       Kemukjizatan Al-Qur’an Dari Segi Kandungan Pemberitaannya
a)         Pemberitaan kisah masa lalu
Sebagaimana contoh yang sudah tak lazim lagi dipendengaran umat islam tentang kisah penciptaan adam sampai kepada anak cucunya yang merupakan kisah yang sampai sekarang masih belum ditemukan bekas peniggalan mereka. Meskipun sejarah mengatakan bahwa di bukit Arafah letak pertemuan antara Adam dan Hawa tapi belum ada yang penelitian yang sampai kepada jejak nabi Adam As.
b)        Pemberitaan peristiwa yang akan terjadi masa yang akan datang.
يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ (4) وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ (5)
Dalam artian, hari kiamat akan benar-benar terjadi.
c)         Isyarat-isyarat Ilmiah
Isi dan kandungan Alquran banyak menginformasi-kan masalah-masalah ilmiah yang hanya mungkin diketahui oleh ilmuwan abad modern ini. Ayat-ayat yang mengandung isyarat ilmiah semacam ini, semakin lama semakin banyak ditemukan dalam Alquran, sejalan dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan. Di antara ayat-ayat tersebut yang sudah dibuktikan kebenarannya melalui penemuan di bidang ilmu pengetahuan Alam antara lain:
1)        Hukum Toricelly yang ditemukan pada abad XVII M, menyatakan bahwa semakin tinggi suatu tempat, maka semakin rendah tekanan udara yang ada di tempat itu. Hukum ini diisyaratkan al-Quran dalam QS al-An'am/6 : 125 :

فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ (125) [الأنعام/125]

2)        Siang dan malam tidak selalu sama lama (tempo)nya. Kadangkala malam lebih panjang daripada siang, dan kadangkala juga terjadi sebaliknya. Hal ini mengundang tanda tanya untuk dipikirkan jawabannya, seperti tersirat pada Surat Yunus/10: 6.

إِنَّ فِي اخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَّقُونَ (6) [يونس/6]
3)        Dari hasil pemantauan satelit diperoleh bukti, bahwa Jazirah Arab beserta gung-gunungnya bergerak mendekati Iran dengan pergerakan yang sangat lamban, hanya beberapa sentimeter setiap tahunnya. Isyarat ini terlihat dari Alquran, surat An-Naml/27: 88.

وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ (88) [النمل/88]

d)        Berita tentang Hal-hal yang Gaib
Sebagaimana ulama mengatakan bahwa sebagian mukjizat Al-Qur'an itu adalah berita gaib. Salah satu contohnya adalah Fir’aun, yang mengejar-ngejar Nabi Musa. Hal ini, diceritakan dalam QS Yunus/10 : 92:

فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آَيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آَيَاتِنَا لَغَافِلُونَ (92) [يونس/92]

Maka pada hari Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.”
Pada ayat itu ditegaskan bahwa badan Firaun akan diselamatkan Tuhan untuk menjadi pelajaran bagi generasi berikutnya. Tidak seorang pun mengetahui hal tersebut karena telah terjadi sekitar 1.200 tahun SM. Pada awal abad ke-19, tepatnya pada tahun 1896 di lembah raja-raja Luxor Mesir, seorang ahli purbakala Loret menemukan satu mumi, yang dari data-data sejarah terbukti bahwa ia Firaun yang bernama Muniftah yang pernah mengejar Nabi Musa a.s. selain itu pada tanggal 8 Juli 1908, Elliot Smith mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut Firaun tersebut. Apa yang ditemukannya satu jasad utuh, seperti yang diberitakan Al-Qur'an melalui Nabi yang ummy(tidak pandai membaca dan menulis)[29]
e)         Hukum Illahi yang Sempurna
Al-Qur-an menjelaskan pokok-pokok aqidah, norma-norma keutamaan, sopan-santun, undang-undang ekonomi, politik, sosial, dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah. Al-Qur-an menggunakan dua cara tatkala menetapkan sebuah ketentuan hukum, yakni:
1)        Secara global
Persoalan ibadah umumnya diterangkan secara global, sedangkan perincianya diserahkan kepada ulama melalui ijtihad.
2)        Secara terperinci
Hukum yang dijelaskan secara terperinci adalah yang berkaitan dengan utang piutang, makanan yang halal dan yang haram, memelihara kehormatan wanita, dan masalah perkawinan.
3)        Ketelitian Redaksinya
Ketelitian redaksi Al-Qur-an bergantung pada hal berikut:
·           Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya.
·           Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang dikandungnya.
·           Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukan akibatnya.
·           Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya.
·           Disamping keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbangan khusus :
1.        Kata yawm (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun, sedangkan kata hari yang menunjukan bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni), berjumlah tiga puluh, sama dengan jumnlah hari dalam sebulan. Disisi lain, kata yang berarti bulan (syahr) hanya terdapat dua belas kali sama dengan jumlah bulan dalam setahun.
2.        Al-Qur-an menjelaskan bahwa langit itu ada tujuh macam. Penjelasan ini diulangi sebanyak tujuh kali pula, yakni dalam suratAl-Baqarah [2] ayat 29, surat Al-Isra [17] ayat 44, surat Al-Mukmin [23] ayat 86, suratAl-Fushilat [41] ayat 12, surat Ath-Thalaq [65] ayat 12, surat Al-Mulk [67] ayat 3, dansurat Nuh [71] ayat 15. Selain itu, penjelasan tentang terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula dalam tujuh ayat.
3.        Kata-kata yang menunjukan kepada utusan Tuhan, baik rasul atau nabi atau basyir(pembawa berita gembira) atau nadzir(pemberi peringatan), kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul dan pembawa berita tersebut, yakni 518.[30]

C.      Kemukjizatan Al-Qur’an Dari Segi Kesempurnaan Tasyri’
Petunjuk yang terdapat dalam Al-Qur’an mengendung pokok ajaran yaitu aqidah, syari’ah dan ibadah. Rasyid Ridha mengatakan cerara tegas bahwa petunjuk A-Qur’an tentang  aqidah , metafisika, social dan politik merupakan pengetahuan yang sangat tinggi nilainya”.[31]

D.      Kemu’jizatan Al-Qur’an Dari Segi Isyarat Keilmuan
E.       Dan lain-lain (akan dibahas pada pertemuan selanjutnya)

Comments

BERITA TERBARU !!

Popular posts from this blog

BIL MA'TSUR ( TAFSIR AYAT DENGAN AYAT )

CARA MELAKUKAN TAKHRIJ HADIS

download TAFSIR AL-NASAFIY

cara atau Kaedah al-Jarh Wa al-Ta’dil Serta Aplikasinya

HADIS TARBAWIY DAN AKHLAK (BERKURANGNYA IMAN KARENA MAKSIAT)

kaedah 'ATAF - AL-'ATFU DALAM AL-QUR'AN

cara TAMBAHAN - kaedah ZIYADAH DALAM AL-QUR'AN

KAEDAH 'AM DAN KHAS

cara melakukan MUNASABAH AYAT

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS