KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS Pendahuluan latar belakang Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah dua sumber utama ajaran Islam. Oleh karena itu, keduanya selalu dijadikan landasan keyakinan, ritual, adat istiadat, etika, ekonomi, politik, peradaban dan seluruh aspek kehidupan umat Islam, baik yang sakral maupun duniawi, pada tataran ¥ abl minallah (vertikal) dan ¥ abl min al. -n ± s (horizontal).

cara dan kaedah MUTLAQ dan MUQAYYAD


Salam teman-teman, Postingan kali ini tentang memahami isi kandungan dari Al-Qur'an dengan menggunakan kaedah MUTLAQ dan MUQAYYAD, selain dari Munasabah ayat dan lain sebagainya dari postingan yang lalu, ternyata ada cara lain lagi bang untuk memahami makna ayat yang disampaikan oleh Allah kepada hanbanya.


Sekarang kita melihat Apa sih itu ......?


MUTLAQ dan MUQAYYAD

1.    Pengertian Mut}laq dan Muqayyad
a.    Pengertian Mut}laq
Kata mut}laq (مطلق) berasal dari akar kata طلق yang terdiri dari huruf ط,  ل dan  قasal keumuman hukumnya satu, yaitu menunjuk pada meninggalkan (membiarkan kosong) dan menyuruh (dengan mengutus utusan).[1]
Sedangkan pengertian mut}laq menurut istilah para ulama adalah sebagai berikut:

1)      Menurut al-Amidi>[2], sebagaimana yang dikutip oleh Mohammad Nor Ichwan, mut}laq adalah suatu lafaz yang menujukkan atas dalil-dalil yang mencakup seluruh jenis.[3]
2)      Menurut ‘Abd al-Rah}ma>>n bin Ju>dilla>h al-Bana>ni> al-Ma>liki>, sebagaimana yang dikutip oleh Mohammad Nor Ichwan, mut}laq adalah suatu lafaz yang menunjukkan kepada sesuatu yang maknanya tidak terikat oleh batasan tertentu.[4]
3)      Menurut Manna‘ al-Qat}t}a>n, mut}laq adalah suatu lafaz yang menunjukkan atas suatu hakikat tanpa ada batas.[5]
4)      Menurut ‘Abd al-Wahha>b Khala>f, mut}laq adalah lafaz yang menunjukkan kepada satuan yang tidak dibatasi secara lafaz dengan batasan apa saja.[6]
5)      Menurut Muh}ammad Jawad Mug}niyyah, sebagaimana yang dikutip oleh Romli SA,  mut}laq adalah suatu lafaz yang menunjukkan kepada sesuatu pengertian tanpa diikat oleh batasan tertentu.[7]
6)      Menurut Khalid bin ‘Us\\ma>n, mut}laq adalah lafaz yang diterima untuk satuan yang tidak ditetapkan gambaran hakikat sempurna untuk jenisnya.[8]
Dari pengertian yang dikemukakan oleh para ulama di atas, dapat ditarik satu benang merah bahwa yang dimaksud dengan mut}laq adalah suatu lafaz yang menunjukkan kepada satu satuan tertentu tetapi dan tidak memiliki pembatasan. Contohnya:

Terjemahnya: Dan mereka yang menzhihar isterinya, kemudian menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (mereka diwajibkan) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Muja>dilah/ 58: 3)[9]

Lafaz رقبة  di dalam ayat di atas termasuk kategori mut}laq, sebab tidak adanya batasan baik berupa sifat tertentu, atau keadaan yang lainnya.  Sehingga makna mudak yang dimaksud mencakup budak yang beriman dan budak yang kafir.
b.    Pengertian Muqayyad
Kata muqayyad (مقيد) berasal dari akar kata قيد  terdiri dari huruf ق, ي dan د, yang berarti sesuatu yang dikenal atau diketahui. Istilah ini kemudian digunakan untuk segala sesuatu yang terikat. Jadi pada wilayah ini, muqayyad (sesuatu yang terikat) adalah antonim dari mutlak (sesuatu yang tidak terikat).[10]
Sedangkan muqayyad menurut istilah adalah sebagai berikut:
1)      Menurut Kha>lid bin ‘Us\ma>n, muqayyad adalah lafaz yang diberikan kepada sesuatu yang telah ditentukan atau kepada sesuatu yang tida ditentukan  yang disifatkan dengan perintah tambahan atas hakikat yang melengkapi jenisnya.[11]
2)      Menurut ‘Abd al-Wahha>b Khala>f, muqayyad adalah lafaz yang menunjukkan kepada satuan yang dibatasi secara lafaz dengan batasan apa saja.[12]
3)      Menurut Syaikh Khud}ari Beik, sebagaimana yang dikutip oleh Romli SA, muqayyad adalah lafaz yang menunjukkan kepada suatu objek  atau beberapa objek (فرد atau أفراد) yang dibatasi oleh lafaz tertentu.[13]
4)      Menurut Manna‘ al-Qat}t}a>n, muqayyad adalah lafaz yang menunjukkan atas suatu hakikat dengan adanya batasan.[14]
Sebagai contoh ayat Alquran sebagai berikut:
$tBur šc%x. ?`ÏB÷sßJÏ9 br& Ÿ@çFø)tƒ $·ZÏB÷sãB žwÎ) $\«sÜyz 4 `tBur Ÿ@tFs% $·YÏB÷sãB $\«sÜyz ㍃̍óstGsù 7pt7s%u 7poYÏB÷sB ×ptƒÏŠur îpyJ¯=|¡B #n<Î) ÿ¾Ï&Î#÷dr& HwÎ) br& (#qè%£¢Átƒ 4 bÎ*sù šc%x. `ÏB BQöqs% 5irßtã öNä3©9 uqèdur ÑÆÏB÷sãB ㍃̍óstGsù 7pt6s%u 7poYÏB÷sB ( bÎ)ur šc%Ÿ2 `ÏB ¤Qöqs% öNà6oY÷t/ OßgoY÷t/ur ×,»sVÏiB ×ptƒÏsù îpyJ¯=|¡B #n<Î) ¾Ï&Î#÷dr& ㍃̍øtrBur 7pt6s%u 7poYÏB÷sB ( `yJsù öN©9 ôÉftƒ ãP$uÅÁsù Èûøïtôgx© Èû÷üyèÎ/$tFtFãB Zpt/öqs? z`ÏiB «!$# 3 šc%x.ur ª!$# $¸JŠÎ=tã $VJŠÅ6ym ÇÒËÈ
Terjemahnya:  Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. al-Nisa>’/ 4: 92) [15]

Pada ayat di atas terdapat beberapa lafaz yang muqayyad, yaitu:
1)  Lafaz قتل (membunuh) di-taqyid-kan dengan lafaz خطأ (karena salah), sehingga kewajiban membayar kafarat hanya berlaku pada kasus pembunuhan secara tidak sengaja atau lalai, bukan yang lainnya;
2)  Lafaz  رقبة (hamba sahaya) di-taqyid-kan  dengan lafaz  مؤمنة (yang beriman), sehingga budak yang selain mukmin tidak termasuk di dalamnya;
3)  Lafaz دية  (denda) di-taqyid-kan  dengan lafazمسلمة  (yang diserahkan). Maksudnya denda itu harus diserahkan langsung kepada keluarga yang terbunuh.

2.    Kaidah-Kaidah Mut}laq dan Muqayyad dalam Pembahasan Tafsir
Di dalam kitab “Qawa>‘id al-Tafsi>r Jam‘an wa Dira>sah” karya Kha>lid bin ‘Us\ma>n, disebutkan empat macam kaidah yang berkenaan dengan mut}laq dan muqayyad, yaitu:
أ‌-               الأصل ابقاء المطلق على اطلاقه حتى يرد ما يقيده[16]
ب‌-           المطلق يحمل على الكامل[17]
ت‌-           اذا ورد على المطلق قيدان مختلفتان, وأمكن ترجيح أحدهما على الأخر, وجب حمل المطلق على أرجحهما[18]
ث‌-           الاء طلاق يقتضي المساوة [19]
Artinya: a. Pada asalnya yang mutlak di tetapkan atas kemutlakannya, hingga ada yang memuqayyadkannya;
b.  Yang mut}laq itu mengantarkan pada (makna) sempurna;
c.  Apabila pada yang mut}laq terdapat dua taqyid yang berbeda, dan memungkinkan mentarjih salah salah satu dari keduanya, maka yang paling ra>jih} harus diambil;
d.  Yang mutlak itu menetapkan persamaan.


 Berikut penjelasan kaidah-kaidah yang dimaksud:
a.    Kaidah pertama
الأصل ابقاء المطلق على اطلاقه حتى يرد ما يقيده

Artinya: Pada asalnya yang mutlak ditetapkan atas kemutlakannya, hingga ada yang me-muqayyad-kannya.

Dari kaidah di atas dipahami bahwa setiap lafaz yang dikehendaki oleh nas-nas mut}laq, maka pengamalannya didasarkan pada kemutlakannya, kecuali terdapat dalil yang menunjukkan muqayyad-nya. Misalnya:
ãöky­ tb$ŸÒtBu üÏ%©!$# tAÌRé& ÏmŠÏù ãb#uäöà)ø9$# Wèd Ĩ$¨Y=Ïj9 ;M»oYÉit/ur z`ÏiB 3yßgø9$# Èb$s%öàÿø9$#ur 4 `yJsù yÍky­ ãNä3YÏB tök¤9$# çmôJÝÁuŠù=sù ( `tBur tb$Ÿ2 $³ÒƒÍsD ÷rr& 4n?tã 9xÿy ×o£Ïèsù ô`ÏiB BQ$­ƒr& tyzé& 3 ߃̍ムª!$# ãNà6Î/ tó¡ãŠø9$# Ÿwur ߃̍ムãNà6Î/ uŽô£ãèø9$# (#qè=ÏJò6çGÏ9ur no£Ïèø9$# (#rçŽÉi9x6çGÏ9ur ©!$# 4n?tã $tB öNä31yyd öNà6¯=yès9ur šcrãä3ô±n@ ÇÊÑÎÈ
Terjemahnya: (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. al-Baqarah/ 2: 185)[20]

من أيام di dalam ayat di atas adalah mut}laq, dan tidak ada muqayyad di dalamnya yang menunjukkan harus dilakukan secara berurutan ataukah harus secara terpisah. Sehingga seseorang yang meng-qad}a’ puasanya hanyalah mencukupkan jumlah harinya saja, dan tidak ada nas lain yang menunjukkan ke-muqayyad-annya. Sedang untuk contoh sebaliknya, yaitu muqayyad, dapat dilihat pada halaman sebelumnya.[21]
b.    Kaidah kedua
المطلق يحمل على الكامل

Artinya: Yang mut}laq itu mengantarkan pada (makna) sempurna.

Kaidah ini sering kita jumpai dalam wilayah hadis dan Alquran, yaitu sesuatu lafaz yang mutlak, tetapi dipahami dengan makna yang jelas lagi sempurna.[22] Seperti lafaz النداء yang dipahami sebagai seruan mu’az\in, seperti yang disebutkan dalam hadis berikut:
حدثنا علي بن عياش قال حدثنا شعيب بن أبي حمزة عن محمد المنكدر عن جابر عن عبد الله أن رسول الله صعم. قال: من قال حين يسمع النداء "أللهم رب هذه الدعوة التامة والصلاة القائمة أت محمدا الوسيلة والفضيلة وابعثه مقاما محودا الذى وعدته" حلت له شفاعتي يوم القيامة[23]

Sedang dalam Alquran misalnya:

!$yJ¯RÎ) ßNöÏBé& ÷br& yç6ôãr& žUu ÍnÉ»yd Íot$ù#t7ø9$# Ï%©!$# $ygtB§ym ¼ã&s!ur @à2 &äóÓx« ( ßNöÏBé&ur ÷br& tbqä.r& z`ÏB tûüÏJÎ=ó¡ßJø9$# ÇÒÊÈ
Terjemahnya: Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini (Mekah) yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah diri. (QS. al-Naml/ 27: 91)[24]

Yang dimaksud dengan lafaz البلدة dalam ayat di atas adalah Makkah al-Mukarramah. Hal ini dipahami dari kalimat (انما أمرت أن أعبد رب هذه البلدة).

c.    Kaidah ketiga
اذا ورد على المطلق قيدان مختلفتان, وأمكن ترجيح أحدهما على الأخر, وجب حمل المطلق على أرجحهما

Artinya: Apabila pada yang mut}laq terdapat dua taqyid yang berbeda, dan memungkinkan mentarjih salah salah satu dari keduanya, maka yang paling rajih harus diambil.

Maksud dari kaidah ini adalah apabila terdapat dua taqyid yang berbeda, maka terdapat dua alternatif yang bisa ditempuh, yaitu; pertama, kedua taqyid tersebut ditarjih, dan taqyid yang lebih dekat kepada yang mut}laq-lah yang diambil. Kedua, apabila keduanya mempunyai kedudukan yang sama (tidak ada yang lebih rajih), maka keduanya tidak ada yang ditetapkan kepada yang mut}laq.[25] Contoh:
1)      Memilih salah satu dari dua taqyid yang lebih dekat kepada yang mut}laq
Kafarat sumpah yang memberikan muqqayyad dalam firman Allah dalam QS. al-Ma>idah/ 5: 89[26] (فيصام ثلاثة أيام). dan kafarat z}iha>r dalam QS. al-Muja>dilah/ 58: 4[27] ( فمن لم يجد فصيام شهرين متتابعين ). Dalam ayat lain dibicarakan pula tentang puasa dalam masalah haji tamattu‘ yang me-muqayyad-kan secara berbeda, yaitu QS. al-Baqarah/ 2: 196[28] ( فصيام ثلاثة أيام في الحج وسبعة اذا رجعتم ).[29]
Dalam kasus di atas, tidak diragukan lagi bahwa kafarat sumpah lebih dekat kepada kafarat z}iha>r dibandingkan dengan masalah haji tamattu‘, karena keduanya sama-sama kafarat. Sehingga puasa kafarat sumpah harus dilakukan dengan cara berurutan ( بالتتابع ) karena di-muqayyad-kan oleh kafarat z}iha>r yang di-muqayyad-kan dengan cara berurutan ( بالتتابع ).[30]
2)      Dua taqyid yang mempunyai kedudukan sama (tidak ada yang lebih ra>jih}), maka keduanya tidak ada yang ditetapkan kepada yang mut}laq.
Sedangkan dalam kasus yang kedua ini dapat kita lihat dalam kasus meng-qad}a’ puasa Ramadhan dari aspek kemutlakannya dalam firmanAllah QS. al-Baqarah/ 2: 185 ( فعدة من أيام أخر )  dengan taqyid puasa kafarat z}iha>r yang dilakukan secara berurutan dalam QS. al-Muja>dilah/ 58: 4 ( فمن لم يجد فصيام شهرين متتابعين ). Begitu pula dengan taqyid puasa haji tamattu‘ yang secara terpisah QS. al-Baqarah/ 2: 196 ( فصيام ثلاثة أيام في الحج وسبعة اذا رجعتم ).[31]
Dalam masalah meng-qad}a’ puasa Ramadhan di atas sedikitpun tidak mempunyai hubungan yang dekat dengan salah satu dari dua taqyid di atas. Olehnya itu, pelaksanaan puasa qada’ tersebut tetap pada kedudukan mut}laq-nya, dan terserah kepada orang yang berpuasa untuk melakukannya secara berurutan ataukah secara terpisah.[32]

d.    Kaidah keempat
الاء طلاق يقتضي المساوة

Artinya: Yang mutlak itu menetapkan persamaan. 

Kaidah ini menjelaskan bahwa sesuatu yang mut}laq itu menetapkan persamaan, atau tidak membeda-bedakan. Contoh[33]:
1)      Firman Allah tentang kafarat sumpah dalam QS. al-Ma>idah/ 5: 89 (فيصام ثلاثة أيام). Waktu pelaksanaannya baik itu di awal bulan, di pertengahan ataupun di akhirnya sama saja tanpa ada perbedaan.
2)      Dalam QS. al-Muja>dilah/ 58: 4 disebutkan (فاءطعام ستين مسكينا). Persamaan di dalam ayat ini nampak dari tidak dibedakannya jenis antara laki-laki dan wanita, besar dan kecilnya.


IMPLIKASI
Demikianlah apa yang dapat penulis tuangkan dalam tulisan ini, kritik dan saran yang sifatnya membangun tetap penulis nantikan, utamanya dari Bapak Dosen Pembina Mata Kuliah Qawa>‘id al-Tafsi>r, untuk perbaikan di waktu mendatang. Semoga tulisan ini membawa manfaat, dan kesempurnaan hanya milik Tuhan.


 DAFTAR PUSTAKA


Abu> Zaid, Nas}r H}a>mid, Mafhu>m al-Na>s} Dira>sah fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, diterjemah oleh Khoiron Nahdliyyin dengan judul, Tekstualitas Alquran; Kritik terhadap Ulumul Quran, Cet. II; Yogyakarta: LKiS, 2002.

Bukha>ri, Ima>m, S{ah}i>h} Bukha>ri, Mausu>‘ah al-H{adi>s\ al-Syari>f.

Depertemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, t.c.; Bandung: PT Syaamil Cipta Media, t.th.

Ibn Fa>ris, Abu> al-H{usain Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya>, Mu‘jam Maqa>yis al-lug{ah, Juz VI, Cet. III; t.tp.: Da>r al-Fikr, 1972.

Khala>f, ‘Abd al-Wahha>b, ‘Ilm Us}u>l al-Fiqh, diterjemah oleh Noer Iskandar al-Barsany dan Muh. Tolchac Mansoer dengan judul, Kaidah-Kaidah Hukum Islam; Ilmu Ushul Fiqh, Cet. IV; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994.

Munawir, Ahmad Warson, Al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia, Cet. 14; Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.

Al-Qat}t}a>n, Manna‘, Maba>his\  fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, diterjemah oleh Mudzakkir AS dengan judul, Studi Ilmu-Ilmu Alquran, Cet. VIII; Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2004.

Romli SA, Muqa>anah Maz\a>hib fi> al-Us}u>l, Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999.

Al-Sabt, Kha>lid bin‘Us\ma>n, Qawa>‘id al-Tafsi>r Jam‘an wa Dira>sah, Cet. I; Madi>nah: Da>r al-‘Affa>n, 1421 H.

Al-S{adr, Muh}ammad Ba>qir dan Murtad}a Mut}ahhari>, “A History of ‘ilmul Ushul” & “Jurispudence and its Principles”, diterjemah oleh Satrio Pinandito dan Ahsin Muhammad dengan judul, Pengantar Ushul Fiqh dan Ushul Fiqh Perbandingan, Cet. I; Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993.

Ichwan, Mohammad Nor, Memahami Bahasa Alquran; Refelksi atas Persoalan Linguistik, Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.




[1]Abu> al-H}usain Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya>, Mu‘jam Maqa>yis al-Lug{ah, Juz VI (Cet. III; t.tp.: Da>r al-Fikr, 1972), h. 420. Lihat juga Ahmad Warson Munawir, Al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia (Cet. 14; Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 239.

[2]Nama lengkapnya adalah Saif al-Di>n ibn  ‘Ali ibn ‘Ali ibn Muh}ammad ibn Sa>lim al-S|a’labi> al-Ami>di> al-H{anbali>. Lihat Mohammad Nor Ichwan, op. cit., h. 217.

[3]Ibid., h. 206.

[4]Ibid.

[5]Manna‘ al-Qat}t}a>n, Maba>his\  fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, diterjemah oleh Mudzakkir AS dengan judul, Studi Ilmu-Ilmu Alquran (Cet. VIII; Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2004), h. 350.

[6]Abd al-Wahha>b Khala>f, ‘Ilm Us}u>l al-Fiqh, diterjemah oleh Noer Iskandar al-Barsany dan Muh. Tolchac Mansoer dengan judul, Kaidah-Kaidah Hukum Islam; Ilmu Ushul Fiqh (Cet. IV; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), h. 319.

[7]Romli SA, Muqaranah Maz\a>hib fi> al-Us}u>l (Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 215.

[8]Kha>lid bin‘Us\ma>n Al-Sabt, Qawa>‘id al-Tafsi>r Jam‘an wa Dira>sah (Cet. I; Madi>nah: Da>r al-‘Affa>n, 1421 H.), h. 619.

[9]Depertemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya (t.c.; Bandung: PT Syaamil Cipta Media, t.th.), h. 542.

[10]Ibn Fa>ris, Mu‘jam Maqa>yis al-Lug{ah, Juz III, op. cit., h. 44. Lihat juga‘Abd al-Wahha>b Khala>f, loc. cit.

[11]Kha>lid bin ‘Us\ma>n, op. cit. h. 620.

[12]‘Abd al-Wahha>b Khala>f, loc. cit.

[13]Romli SA, op. cit. h. 216.

[14]Manna‘ al-Qatta>n, op. cit.

[15]Depertemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, op. cit. h. 93.

[16]Kha>lid bin ‘Us\ma>n, op. cit. h. 621.

[17]Ibid., h. 622.

[18]Ibid., h. 623.

                [19]Ibid., h. 625.

[20]Depertemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, op. cit. h. 28.

[21]Kha>lid bin ‘Us\ma>n, op. cit. h. 622.

[22]Ibid., h. 622-623.

[23]Ima>m Bukha>ri, S{ah}i>h} Bukha>ri, Nomor hadis: 579, Mausu>‘ah al-H{adi>s\ al-Syari>f.

[24]Depertemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, op. cit. h. 385.

[25]Kha>lid bin ‘Us\ma>n, op. cit. h. 623-624
.
[26]Depertemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, op. cit. h. 122.

[27]Ibid., h. 542.

[28]Ibid., h. 30.

[29]Kha>lid bin ‘Us\ma>n, loc. cit.

[30]Ibid.

[31]Ibid.

[32]Ibid.

[33]Ibid. h. 625.

Comments

BERITA TERBARU !!

Popular posts from this blog

BIL MA'TSUR ( TAFSIR AYAT DENGAN AYAT )

download TAFSIR AL-NASAFIY

cara atau Kaedah al-Jarh Wa al-Ta’dil Serta Aplikasinya

CARA MELAKUKAN TAKHRIJ HADIS

HADIS TARBAWIY DAN AKHLAK (BERKURANGNYA IMAN KARENA MAKSIAT)

kaedah 'ATAF - AL-'ATFU DALAM AL-QUR'AN

cara TAMBAHAN - kaedah ZIYADAH DALAM AL-QUR'AN

apa contoh MUKJIZAT AL-QUR'AN (Pengertian dan Pembagiannya)

cara melakukan MUNASABAH AYAT

QAWAIDH AL-TAHDIS (Pengertian , Ruang Lingkup dan Urgensinya )