KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS

KRITERIA KEPALA NEGARA DALAM PERSPEKTIF HADIS Pendahuluan latar belakang Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah dua sumber utama ajaran Islam. Oleh karena itu, keduanya selalu dijadikan landasan keyakinan, ritual, adat istiadat, etika, ekonomi, politik, peradaban dan seluruh aspek kehidupan umat Islam, baik yang sakral maupun duniawi, pada tataran ¥ abl minallah (vertikal) dan ¥ abl min al. -n ± s (horizontal).

download makalah MA'RIFAH DAN NAKIRAH DALAM AL-QUR'AN

apa sih itu ma'rifah dan nakirah, ??
ternyat dalam memahami Alqur'an, banyak juga yach yang harus kita persiapkan .

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Seseorang yang hendak menafsirkan Alqur’an hendaknya terlebih dahulu mengetahui dan menyakini dengan baik bahwa Alqur’an berisi berbagai informasi keilmuan dan mengayomi segala bentuk kemaslahatan manusia, yaitu dengan cara menguraikan ilmu dan merangsang orang untuk meraih kemaslahatan. Selanjutnya hendaknya ia jadikan tata cara dan aturan penafsiran Alqur’an sebagai suluh pandangan dan pemikiran, serta mempergunakannya untuk mengamati berbagai peristiwa yang telah lalu maupun yang akan datang.[1]


Oleh karena itu, salah satu upaya meraih kebenaran teks dan konteks sebuah ayat dalam artian untuk menggapai sebuah penafsiran yang baik, maka dibutuhkan ilmu alat. Dengan ilmu alat, bisa lebih mudah mengaplikasikan makna-makna Alqur’an dalam kehidupan sosial. Apalagi mengenai ayat-ayat Alqur’an yang berkategori mutasya>bih, tentu kian rumit dan pelik. Dengan demikian, dalam menafsirkan Alqur’an al-Zahabi> menyebutkan pengetahuan-pengetahuan tertentu[2] yang diperlukan yang berkaitan dengan ayat-ayat Alqur’an yang ditafsirkan.[3]
Persoalannya adalah bagaimana merumuskan sebuah metode tafsir yang mampu menjadi alat untuk menafsirkan al-Qur’an secara baik, dialektis, reformatif, komunikatif serta mampu menjawab perubahan dan perkembangan problem kontemporer yang dihadapi umat manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya penelusuran sejarah tentang berbagai upaya ulama dalam mengembangkan kaidah-kaidah penafsiran. Tujuannya adalah untuk mengetahui prosedur kerja para ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an sehingga penafsiran tersebut dapat digunakan secara fungsional oleh masyarakat Islam dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan.
Kaidah-kaidah ini kemudian dapat digunakan sebagai referensi bagi pemikir Islam kontemporer untuk mengembangkan kaidah penafsiran yang sesuai dengan perkembangan zaman. Namun kaidah-kaidah penafsiran di sini tidak berperan sebagai alat justifikasi benar-salah terhadap suatu penafsiran al-Qur’an. Akan tetapi kaidah-kaidah ini lebih berfungsi sebagai pengawal metodologis agar tafsir yang dihasilkan bersifat obyektif dan ilmiah serta dapat dipertanggungjawabkan. Sebab produk tafsir pada dasarnya adalah produk pemikiran manusia yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Untuk itu, salah satu kaidah penafsiran yang akan dibahas lebih jauh adalah kaidah al-Ta’ri>f dan al-Tanki>r  dalam al-Qur’an
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah diatas maka penulis memberikan rumusan masalah
1.      Bagaimana pengertian ism ma’rifah dan ism nakirah?
2.      Bagaimana penggunaan ism ma’rifah dalam al-Qur’an?
3.      Bagaimana penggunaan ism nakirah dalam al-Qur’an serta
4.      Bagaimana makna ketika terjadi penggabungan antara ma’rifah dan nakirah?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian al-Ta’ri>f (ma’rifah) dan al-Tanki>r (nakirah)
Ism dari segi diketahui dan tidak diketahui terbagi dua yaitu ism ta’ri>f (ma’rifah) dan ism tanki>r (nakirah). Ma’rifah berarti sesuatu yang dicapai dari padanya[4]. Adapun dalam Mu’jam Maqa>yis al-Lugah, ma’rifah diartikan sesuatu yang dikenal.[5] Jadi yang dimaksud ism ta’ri>f (ma’ri>fah) adalah ism (kata benda) konkrit atau abstrak yang menunjuk kepada benda tertentu.  Ism al-ma’rifah dalam bahasa arab terdiri atas: al-d}ama>’ir, ism ‘alam, ism isya>rat, ism al-ma>usu>l, ism yang dima’rifakan dengan alif lam, ism yang disandarkan pada ism yang berbentuk ma’rifah maka ism tersebut menjadi ma’rifah meskipun sesungguhnya berbentuk nakirah, dan berbentuk muna>da yang ditentukan artinya ism nakirah yang dikhususkan dengan huruf nida sehingga statusnya berubah menjadi ma’rifah.[6]
Sedangkan tanki>r (ism al-naki>rah) secara bahasa tidak tahu, kata benda indefinite,[7] adapun dalam kamus al-Munjid nakirah diartikan mengingkari sesuatu lawan dari ma’rifah[8]. Jadi tanki>r (ism al-naki>rah) adalah ism (kata benda) yang tidak dikenal/tidak tentu atau yang tidak menunjukkan kepada sesuatu atau seseorang tertentu. Sementara Mustafah al-Ghulayaini memberikan defenisi bahwa tanki>r adalah ism yang tidak memiliki makna tertentu.[9] Adapun ciri-ciri nakirah adalah semua ism yang tidak beralif lam dan bukan termasuk dalam salah-satu cabang ism ma’rifah.[10] 
B.     Penggunaan Ism al-Ta’ri>f
Penggunaan ism ta’ri>f (ma’rifah) mempunyai beberapa fungsi yang berbeda sesuai dengan macamnya.[11]
  1. Ta’ri>f dengan ism d}ami>r (kata ganti) karena keadaan menghendaki demikian, baik d}ami>r mutakallim, mukha>tab maupun ga>ib.[12]
  2. Ta’ri>f dengan ism ‘alam (nama) berfungsi untuk[13]:
a.        لإحضاره بعينه فى ذهن السامع ابتداء باسم مختص به: menghadirkan pemilik nama itu dalam hati pendengar dengan cara menyebutkan namanya yang khas seperti (Q.S. al-Fath/48: 29)
محمد رسول الله

Terjemahnya:
Muhammad itu adalah utusan Allah[14]
Nama Nabi Muhammad yang disebutkan pada awal ayat diatas adalah merupakan bentuk ism alam (ma’rifah) sehingga menjadikan kehadiran beliau sangat melekat dalam hati pendengar
b.       لتعظيمهuntuk mengagungkan, memuliakan seperti penyebutan nama ya’kub dengan nama laqabnya Isra>il yang berfungsi sebagai pujian dan keagungannya   
c.       اهانته menghinakan/merendahkan seperti (Q.S al-Lahab/111: 1)
تبت يدا أبي لهب وتب
Terjemahnya:
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.[15]
Kata Abu Lahab dalam ayat ini ditujukan untuk menghina dan merendahkan Abu Lahab sekaligus juga berfungsi sebagai kina>yah (sindiran) terhadap dirinya
  1. Ta’ri>f dengan ism isya>rah (kata tunjuk) berfungsi untuk[16]:
a.       لبيان حاله فى القرب menjelaskan bahwa sesuatu yang ditunjuk itu dekat, seperti (Q.S. Luqman/31: 11)
هذا خلق الله فأروني ماذا خلق الذين من دونه بل الظالمون في ضلال مبين

Terjemahnya:
Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan (mu) selain Allah sebenarnya orang-orang yang dzalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata.[17]
Kata هذ dalam ayat ini menunjukkan bahwa sesuatu yang ditunjuk itu dekat sehingga untuk memahami hal yang dimaksud menjadi mudah.   
b.      لبيان حاله فى البعد Menjelaskan keadaannya dengan menggunakan “kata tunjuk jauh” seperti (Q.S. al-Baqarah/2: 5)
أولئك على هدى من ربهم وأولئك هم المفلحون

Terjemahnya:
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.[18]
c.       لقصد تحقيره بالقرب Menghinakan dengan memakai kata tunjuk dekat, seperti ; (Q. S. Al-Anbiya>/21: 36)
أهذا الذي يذكر آلهتكم
Terjemahnya:
Apakah ini orang yang mencela tuhan-tuhanmu?[19]
Contoh lain (Q.S. al-Ankabut/29: 64)
وما هذه الحياة الدنيا إلا لهو ولعب وإن الدار الآخرة لهي الحيوان لو كانوا يعلمون

Terjemahnya:
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.[20]
d.      لقصد تعظيمه باالبعد Memuliakan dengan memakai kata tunjuk jauh, seperti (Q.S. al-Baqarah/2: 2)
ذلك الكتاب لا ريب فيه هدى للمتقين

Terjemahnya:
Kitab (Al Qur'an)  ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.[21]
e.        للتنبيهuntuk mengingatkan bahwa sesuatu yang ditunjuk yang diberi beberapa sifat itu sangat layak dengan sifat yang disebutkan sesudah isim isyarah tersebut. Misalnya dalam  Alqur’an (Q.S. al-Baqarah/2: 5)
أولئك على هدى من ربهم وأولئك هم المفلحون

Terjemahnya:
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.[22]
  1. Ta’ri>f dengan ism mau>su>l (kata ganti penghubung) berfungsi untuk[23]:
a.        لكراهة ذكره بخاص اسمه, اما سترا عليه, او اهانة له او لغير ذلك
Karena tidak disukainya menyebutkan nama sebenarnya untuk menutupinya atau menghina atau disebabkan hal lain, seperti pada firman Allah (Q.S. al-Ahqa>f/46: 17)
والذي قال لوالديه أف لكما

Terjemahnya:
Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya[24]
b.      لإرادة العموم untuk menunjukkan arti umum, seperti (Q.S. al-Ankabut/29: 69)
والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا وإن الله لمع المحسنين

Terjemahnya:
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.[25] 

Kata الذين dalam ayat ini menunjukkan arti yang umum
c.        للإختصارuntuk meringkas kalimat, seperti (Q.S. al-Ahzab/33: 69)
يا أيها الذين آمنوا لا تكونوا كالذين آذوا موسى فبرأه الله مما قالوا ...

Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa; maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan.[26]
Kata كالذين dalam ayat ini menunjukkan sebuah ringkasan kalimat artinya andai kata nama-nama orang yang mengatakan itu disebutkan tentulah pembicaraan (kalimat) itu menjadi panjang.
  1. Ta’ri>f dengan alif lam berfungsi untuk[27] :
a.         معهود ذكرىuntuk menunjukkan sesuatu yang sudah diketahui karena telah disebutkan.[28] Seperti (Q.S. an-Nur/24: 35)
الله نور السماوات والأرض مثل نوره كمشكاة فيها مصباح المصباح في زجاجة الزجاجة
كأنها كوكب دري

Terjemahnya:
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara.[29]
b.      معهود ذهنى untuk menunjukkan sesuatu yang sudah diketahui bagi pendengar[30] seperti (Q. S. al-Fath/48: 18)
لقد رضي الله عن المؤمنين إذ يبايعونك تحت الشجرة

Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon[31]

c.        معهود حضورىSesuatu yang sudah diketahui karena ia hadir saat itu[32] seperti (Q. S. al-Maidah/5: 3)
اليوم أكملت لكم دينكم  
Terjemahnya:
Pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu[33]

d.       [34]لاستغراق الافرادuntuk mencakup semua satuannya seperti (َQ. S. al-‘Asr/103: 2). Ini diketahui karena ada pengecualian sesudahnya
إن الإنسان لفي خسر
Terjemahnya:
            Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian[35]
e.       لاستغراق خصائص الافراد untuk mencakup segala karakteristik jenis seperti (Q.S. al-Baqarah/2: 3)
 ذلك الكتاب
Terjemahnya: Kitab (Alqur’an) itu[36]
Maksudnya kitab yang sempurna petunjuknya dan mencakup semua isi kitab yang diturunkan dengan segala karakteristiknya.
f.        لتعريف الماهية والحقيقة والجنسUntuk menerangkan esensi, hakikat dan jenis seperti dalam surah (Q.S. al-Anbiya>/21: 30)
وجعلنا من الماء كل شيء حي

Terjemahnya: Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup.[37]
C.    Penggunaan ism nakirah
Penggunaan isim nakirah ini mempunyai beberapa fungsi, diantaranya:
1.    ارادة الوحدة[38](Untuk menunjukkan satu), contoh dalam Alqur’an (Q.S. Ya>sin/36: 20) dan (Q.S. al-Qas}as}/28: 20)
وجاء من أقصى المدينة رجل يسعى, وجاء رجل من أقصى المدينة يسعى

Terjemahnya:
Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki (Habib An Najjar) dengan bergegas-gegas, Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas[39]
Kata رجل” maksudnya adalah seorang laki-laki
2.    ارادة النوع[40](Untuk menunjukkan jenis/macam), seperti dalam Alqur’an (Q.S. al-Baqarah/2: 7)
ختم الله على قلوبهم وعلى سمعهم وعلى أبصارهم غشاوة ولهم عذاب عظيم
Terjemahnya:
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.[41]
Kata غشاوة yang dimaksud dalam ayat ini adalah jenis tutup yang belum dikenal oleh manusia, karena dapat menutupi apa yang tidak dapat ditutupi oleh penutup lainnya.
Contoh yang lain (Q.S. al- Baqarah/2: 96)
ولتجدنهم أحرص الناس على حياة

Terjemahnya:
Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia)[42]
Kata حياة dalam ayat diatas diartikan sesuatu macam dari kehidupan, yaitu mencari tambahan untuk masa depan, sebab keinginan itu bukan terhadap masa lalu atau masa sekarang.
 الوحدة والنوعية معا[43] (untuk menunjukkan “satu” dan “jenis/macam” sekaligus) Misalnya dalam Alqur’an(Q.S. an-Nur/24: 45).
والله خلق كل دابة من ماء فمنهم من يمشي على بطنه ومنهم من يمشي على رجلين ومنهم
 من يمشي على أربع يخلق الله ما يشاء إن الله على كل شيء قدير

Terjemahnya:
Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.[44]
Maksudnya setiap macam dari segala macam binatang itu berasal dari suatu macam air dan setiap individu (satu) binatang itu berasal dari satu nutfah.
3.     التعظيم[45]untuk membesarkan (memuliakan) keadaan, seperti dalam Alqur’an (Q.S. al-Baqarah/2: 279).
فإن لم تفعلوا فأذنوا بحرب من الله ورسوله

Terjemahnya:
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.[46]
Maksud  حربialah peperangan yang besar atau dahsyat.
4.     التكثير[47](untuk menunjukkan arti banyak) seperti dalam Alqur’an (Q.S. asy-Syuara/26: 41)
 فلما جاء السحرة قالوا لفرعون أئن لنا لأجرا إن كنا نحن الغالبين
Terjemahnya:
Maka tatkala ahli-ahli sihir datang, mereka bertanya kepada Fir`aun: "Apakah kami sungguh-sungguh mendapat upah yang besar jika kami adalah orang-orang yang menang?[48]"
Maksud أجرا  adalah pahala yang banyak
التعظيم والتكثير معا[49] untuk membesarkan dan menunjukkan banyak (gabungan no 4 dan 5) misalnya dalam Alqur’an (Q.S. Fa>tir/35: 4).
 وإن يكذبوك فقد كذبت رسل من قبلك وإلى الله ترجع الأمور
Terjemahnya:
Dan jika mereka mendustakan kamu (sesudah kamu beri peringatan), maka sungguh telah didustakan pula rasul-rasul sebelum kamu. Dan hanya kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan.[50]
Maksudnya rasul-rasul yang mulia dan banyak jumlahnya.
5.     التحقير[51]untuk meremehkan, misalnya dalam Alqur’an (Q.S.‘Abasa/80: 18).
من أي شيء خلقه
Terjemahnya: Dari apakah Allah menciptakannya?[52]
Yakni Allah menciptakan dari sesuatu yang hina, rendah dan teramat remeh.
6.     التقليلuntuk menyatakan sedikit[53], seperti (Q.S. al-Taubah/9: 72).
وعد الله المؤمنين والمؤمنات جنات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها ومساكن طيبة في جنات عدن )ورضوان من الله أكبر( ذلك هو الفوز العظيم
Terjemahnya:
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga Adn. Dan keridaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar[54].
Maksud dari ayat diatas adalah keridhaan yang sedikit dari Allah itu lebih besar dari pada surga, karena keridahaan itu pangkal dari segala kebahagiaan.
Selain itu ibn Nas}i>r al-Sa’di> mengatakan bahwa apabila menemukan kata berbentuk naki>rah dalam konteks pembicaraan yang menafikan (al-Nafy>) perngertian kata tersebut, mengandung larangan (al-Nahy), atau kata itu dipersyaratkan (al-syarth) atau pengertiannya dipertanyakan (istifha>m) maka semua pergertian kata nakirah tersebut menunjuk pada pengertian yang bersifat umum[55]
Contoh kata nakirah yang dinafikan antara lain ketika al-Qur’an menyebutkan sifat hari kiamat (Q.S. al-Infithar/82: 19)
يوم لا تملك نفس لنفس شيئا والأمر يومئذ لله

Terjemahnya:
(Yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikit pun untuk menolong orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.[56]  
Kata al-Nafs dalam ayat ini bersifat umum, siapa pun orangnya, berkedudukan sama ditinjau dari segi ketidakmampuan membantu orang lain. Demikian juga pengertian kata syay’a yang terdapat dalam ayat diatas menunjukkan pengertian umum, yaitu pada hari kiamat apapun tidak dapat diberikan kepada orang lain, baik sesuatu yang berguna ataupun dapat menghindarkan bahaya siksa yang akan menimpa orang lain.
Adapun contoh kata nakirah dalam konteks larangan seperti dalam Alqur’an (Q.S. al-Nisa’/4: 36)
واعبدوا الله ولا تشركوا به شيئا
Terjemahnya:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.[57]
Larangan mempersekutukan Allah dalam ayat diatas bersifat umum mencakup segala sesuatu yang mengandung unsur syirik baik berbentuk niat, perkataan dan perbuatan maupun syirik besar, kecil, nyata (al-jali>), maupun tersembunyi (al-Kahfi>).[58]
D.       Kaidah yang Berhubungan dengan Ma’rifah dan Nakirah
Apabila sebuah ism disebutkan dua kali maka dalam hal ini ada empat kemungkinan: kedua-duanya ma’rifah, kedua-duanya nakirah, yang pertama nakirah sedang yang kedua ma’rifah, dan yang pertama ma’rifah sedang yang kedua nakirah.[59]
  1. فان كانا معرفتين فالثانى هوالاول غالبا
Artinya: apabila kedua-duanya ma’rifah maka pada umumnya yang kedua merupakan hakikat yang pertama. Misalnya (Q. S. al-Fatihah/1: 6-7)
اهدنا الصراط المستقيم (6) صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين (7)

Terjemahnya:
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.[60]  
Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa lafazh الصراط dima’rifahkan dengan ال sementara lafazh صراط dima’rifahkan dengan id}afah kepada ism mau>shu>l. dari kedua lafazh ini mempunyai makna yang sama yaitu berarti jalan.
Contoh lain (Q. S. ar-Rahman/55: 60)    
      هل جزاء الإحسان إلا الإحسان
                  Terjemahnya: Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).[61]
            Ayat diatas dapat dipahami bahwa lafadz الإحسان yang pertama adalah ma’rifah dan lafadz الإحسان yang kedua juga ma’rifah. Dan keduanya bermakna kebaikan, sekalipun kebaikan yang dimaksud yang pertama adalah kebaikan dari sisi perbuatannya sementara yang kedua adalah kebaikan dari sisi pahalanya     
  1. وان كانا نكرتين فالثانى غيرالاول غالبا
Artinya: dan jika kedua-duanya nakirah, maka yang kedua biasanya bukan yang pertama. Misalnya (Q. S. Ar-Rum/30: 54).
الله الذي خلقكم من ضعف ثم جعل من بعد ضعف قوة ثم جعل من بعد قوة ضعفا وشيبة
 يخلق ما يشاء وهوالعليم القدير

Terjemahnya:
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.[62]
Dalam ayat diatas kata ضعف terulang sampai tiga kali. ضعف yang pertama adalah nutfah (sperma), ضعف yang kedua masa bayi. Sedang ضعف yang ketiga adalah masa lanjut usia. Jadi yang dimaksud bukan yang pertama yaitu dari ketiga kata ضعف masing-masing mempunyai makna tersendiri.
  1. وان كان الاول نكرة, والثانى معرفة, فاالثانى هو الاول حملا على العهد
Artinya: dan jika yang pertama nakirah dan yang kedua adalah ma’rifah maka yang kedua merupakan hakikat yang pertama, karena itulah yang sudah diketahui.
Misalnya dalam surah (Q. S. al-Muzammil/73: 15-16)
أرسلنا إلى فرعون رسولا (15) فعصى فرعون الرسول... (16)       

Terjemahnya:
Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Mekah) seorang Rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir'aun.[63]
Pada ayat diatas lafazh رسول yang pertama adalah nakirah sedangkan lafazh رسول yang kedua adalah ma’rifah. Jadi dari kedua lafazh diatas mempunyai pengertian yang sama yaitu nabi Musa.  
Contoh lain dalam surah (Q. S. al-Nur/24: 35)
كمشكاة فيها مصباح المصباح في زجاجة الزجاجة كأنها كوكب دري

Terjemahnya:
Seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara[64]
Pada ayat diatas lafazhمصباح  yang pertama adalah nakirah dan lafazh yang kedua adalah ma’rifah dan keduanya bermakna sama
  1. وان كان الآول معرفة, والثانى نكرة, توقف المراد على القرائن, فتارة تقوم قرينة على   التغاير
Artinya: dan jika yang pertama ma’rifah sedang yang kedua nakirah, maka apa yang dimaksudkan bergantung pada qari>nahnya. Terkadang qari>nah menunjukkan pada suatu perubahan. Artinya bahwa terkadang keduanya itu berbeda, dan terkadang pula ia menunjukkan bahwa keduanya sama. Adapun contoh keduanya itu seperti pada firman Allah (Q. S. ar-Rum/30: 55).
ويوم تقوم الساعة يقسم المجرمون ما لبثوا غير ساعة كذلك كانوا يؤفكون

Terjemahnya:
Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; "Mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)". Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran).[65]
Kata الساعة yang terulang pada ayat diatas memiliki konotasi makna yang berbeda. Kata الساعة yang pertama diartikan dengan kiamat, sementara الساعة yang kedua diartikan dengan sesaat (bukan kiamat)
Adapun contoh yang menunjukkan bahwa keduanya sama, seperti (Q. S. Al-Mu’min/40: 53-54)
ولقد آتينا موسى الهدى وأورثنا بني إسرائيل الكتاب. هدى وذكرى   

Terjemahnya:
Dan sesungguhnya telah Kami berikan petunjuk kepada Musa; dan Kami wariskan Taurat kepada Bani Israel. Untuk menjadi petunjuk dan peringatan.[66]
Kedua ayat diatas menunjukkan bahwa lafal الهدى yang pertama berbentuk ma’rifah diartikan dengan petunjuk sementara هدى yang kedua berbentuk nakirah dan diartikan dengan petunjuk pula.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Zarkasi>y, Badaruddi>n Muhammad bin Abdilla>h, al-Burha>n Fi> Ulu>m al-Qur’an Juz IV  Qa>hirah, Da>r al-Turats, t.th
Al-Qatta>n, Manna>‘u Hilal, Maba>hits Fi> ‘Ulu>m al-Qur’an, Qa>hirah: Maktabah Wahbah, t.th 
Al-Galyani, Mustafah, Ja>mi’ al-Duru>s al-‘Arabiyah Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiah, 2004
Al-Suyu>thi>, Jala>luddi>n al-Syafi‘i>, al-Itqa>n Fi> ‘Ulu>m al-Qur’an, Juz I Cet. I; Beirut: al-Kutub al-Tsiqafiyyah, 1996
Al-Zahabi>, Muhammad Husain, Ulum al-Tafsi>r, Qa>hirah: Da>r al-Ma‘a>rif, t.th
Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Ka>mu>s Kara>biya>k al-Ashriy>, Cet. VIII; Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003
Al-Sa’adi, Abd al-Rahman ibn Nasir, al-Qawa>id al-Hisa>n Li Tafsi>r Alqur’an diterj. Abd Rahman Dahlan Kaidah-kaidah Penafsiran Alqur’an, Cet. II; Bandung: Mizan, 1998
Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemahannya
Ni’mah, Fua>d, Qawa‘id al-Lugah al-Arabiyyah Bairut: Da>r al-S}ikafiyyah al-Islamiyyah, t.th
Shihab, Umar, Kontekstualitas Alqur’an Kajian Tematik atas Ayat-ayat Hukum dalam Alqur’an Cet. III; Jakarta: PT. Penaadani, 2005
Louis Ma’luf, al-Munjid Fi al-Lughah wa al-I’lam Cet. XXIX; Beirut: Da>r al-Masyriq, t.th
Zakariyyah, Abu al-Husain Ahmad bin Fa>ris bin, Mu’jam Maqa>yis al-Lughah, Juz IV Cet. I; Beirut: Dal al-Jil, 1991
Mardan, Alqur’an Sebuah Pengantar Memahami Alqur’an secara Utuh Cet. I; Makassar: Berkah Utami, 2009



[1]Abd al-Rahman ibn Nasir al-Sa’adi, al-Qawa>id al-Hisa>n Li Tafsi>r Alqur’an diterj. Abd Rahman Dahlan Kaidah-kaidah Penafsiran Alqur’an (Cet. II; Bandung: Mizan, 1998), h. 21
[2]Pengetahuan-pengetahuan tertentu yang dimaksud, al-Zahabi> menyebutkan lima belas macam ilmu yang harus dimiliki oleh seorang yang ingin menafsirkan Alqur’an diantaranya:  al-Lughah, nahwu, sharaf, al-Isytiqa>q, al-Ma‘a>ni>y, al-baya>n, al-ba>di’, al-Qira>’ah, ushul al-di>n, ushu>l al-fiqh, al-fiqh, asba>b al-nuzu>l, na>sihk al-mansu>kh, al-hadi>ts, dan mauha>bah Lihat Muhammad Husain al-Zahabi>, Ulum al-Tafsi>r (Qa>hirah: Da>r al-Ma‘a>rif, t.th), h. 53-54 
[3]Umar Shihab, Kontekstualitas Alqur’an Kajian Tematik atas Ayat-ayat Hukum dalam Alqur’an (Cet. III; Jakarta: PT. Penaadani, 2005), h. 5
[4]Louis Ma’luf, al-Munjid Fi al-Lughah wa al-I’lam (Cet. XXIX; Beirut: Da>r al-Masyriq, t.th), h. 500
[5]Abu al-Husain Ahmad bin Fa>ris bin Zakariyah, Mu’jam Maqa>yis al-Lughah, Juz IV (Cet. I; Beirut: Dal al-Jil, 1991), h. 281
[6]Fua>d Ni’mah, Qawa>‘id al-Lugah al-Arabiyyah (Beirut: Da>r al-S|aka>fiyyah al-Islamiyyah, t.th), h. 20, Lihat juga pada Abu> Muhammad Abdilla>ah Jama>l an-Di>n bin Yusuf bin Ahmad bin Abdillah bin Hisya>m bin al-Ans}a>ri>, Awd}ahu al-Masa>lik ila> al-Fiyyah Ibn Ma>lik Juz IV (Da>r al-Jail: Bairut, 1979) Software Maktabah Syamilah  
[7]Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Ka>mu>s Kara>biya>k al-Ashriy> (Cet. VIII; Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003), h. 1944
[8]Louis Ma’luf, op.cit, h. 836
[9]Mustafah al-Gula>yaini>, Ja>mi’ al-Duru>s al-‘Arabiyah (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiah, 2004), h. 113             
[10]Ibid
[11]Manna>‘u Hilal al-Qatta>n, Maba>hits Fi> ‘Ulu>m al-Qur’an (Qa>hirah: Maktabah Wahbah, t.th), h. 189  
[12]Jala>l aldi>n al-Suyu>thi> al-Syafi‘i>, al-Itqa>n Fi> ‘Ulu>m al-Qur’an, Juz I (Cet. I; Beirut: al-Kutub al-Siqafiyyah, 1996), h. 557. Al-Qatta>n, loc.cit
[13]Al-Suyu>thi>, Ibid, al-Qatta>n, Ibid, h. 190
[14]Departemen Agama Republik Indonesia,  al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, 1989), 843
[15]Ibid., 1116
[16]Ibid., h. 558, al-Qattan, Ibid
[17]Departemen Agama, op.cit., h. 654
[18]Ibid., h. 9
[19]Ibid., h. 500  
[20]Ibid., h. 638
[21]Ibid., h. 9    
[22]Ibid.,
[23]Al-Suyu>thi>, loc.cit, al-Qatta>n, loc.cit
[24]Departemen Agama, ibid., h. 825  
[25]Ibid., h. 638
[26]Ibid., h. 680
[27]Al-Qatta>n, op.cit., h. 190-191
[28]Badaruddi>n Muhammad bin Abdilla>h al-Zarkasi>y, al-Burha>n Fi> Ulu>m al-Qur’an Juz IV (Qa>hirah, Da>r al-Turats, t.th), h. 87
[29]Departemen Agama, op.cit., h. 550
[30]al-Zarkasi>y, op.cit., h. 88
[31]Departemen Agama, op.cit., h. 840
[32]al-Zarkasi>y, loc.cit
[33]Departemen Agama, op.cit., h. 157
[34]al-Zarkasi>y op.cit., h. 89
[35]Departemen Agama, op.cit., h. 1099
[36]Ibid., h. 8
[37]Ibid., h. 499
[38]Lihat Jala>luddi>n al-Suyu>thi>, op.cit, h. 556. al-Qatta>n, op.cit, h. 189. Al-Z}arkasyi, op.cit, h. 91
[39]Departemen Agama, op.cit., h. 612  
[40]al-Suyu>thi>, loc. cit. al-Z>}arkasyi, loc.cit
[41]Departemen Agama, op.cit., h. 9  
[42]Ibid., h. 27
[43]al-Suyu>thi, loc.cit
[44]Departemen Agama, op.cit., h. 552
[45]Al-Zarkasyi, loc.cit
[46]Departemen Agama, op.cit., h. 70
[47]Al-Zarkasyi, op.cit., 92. al-Suyu>thi, loc.cit
[48]Departemen Agama, op.cit., h. 576 
[49]Al-Zarkasyi, loc.cit.
[50]Departemen Agama, op.cit., h. 695    
[51]Al-Zarkasyi, op.cit, h. 92
[52]Departemen Agama, op.cit., h. 1025   
[53]Al-Zarkasyi, loc.cit., Al-Suyu>ht}i>, op.cit, h. 557
[54]Departemen Agama, op.cit., h. 291
[55]Lihat Nas}i>r al-Sa’di>, op.cit, h. 66. bandingkan Mardan, Sebuah Pengantar memahami al-Qur’an secara Utuh (Cet. I; Makassar: CV. Berkah Utami, 2009), h. 257
[56]Departemen Agama, op.cit., h. 1033
[57]Ibid., h. 123  
[58]Mardan, op.cit., h, 257
[59]Al-Suyu>ht}i>, op.cit, h. 560
[60]Departemen Agama, op.cit., h. 6
[61]Ibid., h, 889
[62]Ibid., h. 649
[63]Ibid., h, 989
[64]Ibid., h, 550
[65]Ibid., h, 650
[66]Ibid., h, 766  

Comments

BERITA TERBARU !!

Popular posts from this blog

BIL MA'TSUR ( TAFSIR AYAT DENGAN AYAT )

CARA MELAKUKAN TAKHRIJ HADIS

download TAFSIR AL-NASAFIY

HADIS TARBAWIY DAN AKHLAK (BERKURANGNYA IMAN KARENA MAKSIAT)

cara atau Kaedah al-Jarh Wa al-Ta’dil Serta Aplikasinya

apa contoh MUKJIZAT AL-QUR'AN (Pengertian dan Pembagiannya)

cara TAMBAHAN - kaedah ZIYADAH DALAM AL-QUR'AN

cara melakukan MUNASABAH AYAT

QAWAIDH AL-TAHDIS (Pengertian , Ruang Lingkup dan Urgensinya )

kaedah 'ATAF - AL-'ATFU DALAM AL-QUR'AN