Sahabat-sahabatku yang baik hatinya dan di rahmati oleh Allah, al-Quran sudah diakui kemukjizatannya dengan beberapa bukti yang ada. tapi apakah dengan bukti tersebut merupakan sumber Aslinya berdasarkan ayat atau hanya dikait-kaitkan saja? tentunya hal ini perlu diperjelas dalam memahami apa , siapa, kenapa, di mana bagaimana yang di maksudkan dari ayat al-quran yang ada.
tentunya, dalam menjelaskan hal ini, dibutuhkan sebuah alat yang di akui dalam memahami makna ayat, minimal diakui dan oleh orang ahli dalam ilmu tafsir.
Ada beberapa alat atau kaedah dalam memahami makna isi kandungan al-Qur'an yang sering di pakai para ulama tafsir seperti :
KAEDAH-KAEDAH ISIM DALAM AL-QURAN
A.
Pengertian Kaidah-Kaidah
Isim
Dalam Al-Qur’an
Kaidah-kaidah isim dalam al-Qur’an merupakan kalimat yang
terdiri dari beberapa suku kata. Paling tidak dari beberapa kata tersebut, ada
tiga kata yang perlu penjelasan lebih lanjut. Yaitu, kata kaidah, isim dan
al-Qur’an. Kata kaidah sendiri berarti perumusan dari asas-asas yang menjadi hukum.
Dalam bahasa Arab, kaidah disebut dengan qawa>‘id bentuk jamak dari qa>‘idah yang berarti undang-undang, aturan dan asas.
Adapun pengertian kaidah menurut istilah yaitu
aturan umum yang memperkenalkan serta membahas aturan-aturan pada
bagian-bagiannya.
Isim merupakan kata yang digunakan dalam
bahasa Arab. Al-Ism berbentuk tunggal sedangkan
jamaknya adalah asma>’. Al-Ism sendiri terambil dari kata al-simmah
yang berarti‘ala>mah (tanda) dan selanjutnya dari sini kemudian
diistilahkan menjadi lafz yang
diposisikan pada sesuatu yang menjadikannya berbeda dengan lainnya. Di dalam kamus lain dijelaskan:
وَهُوَ عَلامَة يعلّمون بهَا أنفسهم
فِي الْحَرْب.
Artinya: Tanda yang dengannya mereka
menandai diri mereka sewaktu perang
Secara bahasa isim diartikan sesuatu yang
diposisikan untuk satu hal dari beberapa hal, yang menunujuk pada satu arti dari
beberapa arti.
Secara istilah disebutkan
beberapa pengertian yang berdekatan. Sebagian mereka berpendapat: memberitakan
satu hal dari yang disebutkan.
Lainnya mendefenisikan dengan pendapatnya: bahwa isim adalah lafz yang diposisikan pada satu arti, baik berupa susunan atau tunggal, informan
atau informasi atau hal yang terkait
dengan dua hal tersebut. Pendapat lain: sesuatu yang diketahui darinya
zat sesuatu.
Sedangkan ahli nuh{a>t mengartikan: setiap kata yang menunjukkan
satu arti mengenai dirinya dan tidak terikat dengan waktu.
Al-Qur’an dengan
berbagai pengertian yang diberikan oleh para ulama menjadi hal yang amat
panjang jika pembahasannya diurut dari akar katanya. Umumnya manusia, pasti
telah mengetahui banyak makna tentang pengertian al-Qur’an. Jadi, dalam poin
ini kami mencoba menarik pegertian yang umumnya dipahami berkaitan dengan kata
al-Qur’an ini. Di dalam kitab maba>h}its\ fi> ‘ulu>m al-Qur’a>n
dijelaskan bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Rasulullah
Muhammad saw., bernilai ibadah bagi yang membacanya.
Jadi, yang
dimaksudkan di dalam pembahasan makalah ini adalah menjelaskan rumusan-rumusan
atau aturan-aturan isim (kata
benda) di dalam al-Qur’an.
B. Fungsi dan
Kaidah-Kaidah Isim Dalam Al-Qur’an
1. Fungsi isim
Semua kata di dalam
al-Qur’an memiliki makna dan tujuan masing-masing (kecuali fawa>tih
al-Suwar yang maknanya tidak diketahui secara pasti oleh manusia)
begitupula penggunaan kata isim dan
al-fi’l memiliki tujuan tertentu.
Adapun tujuan
penggunaan isim dan al-fi’l
di dalam al-Qur’an,
(sekalipun yang akan dijabarkan dalam poin ini khusus yang terkait dengan isim) adalah bahwa isim menunjuk pada sesuatu
yang tetap dan berlangsung terus-menerus, sebagaimana yang termuat di kitab maba>h{is\ fi> ‘ulu>m
al-Qur’a>n yaitu الإسم يدل على الثبوت والإستمرار
Dalam al-Qur’an
tentunya banyak contoh yang terkait dengan fungsi isim sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya. Sebagai
contoh Allah berfirman dalam al-Qur’an, Surah al-Hujura>t ayat 15:
Terjemahnya: “Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada
Allah dan Rasul-Nya, …”
Menurut Manna>’
Khalil ketika menjelaskan kata al-Mu’minu>n; beliau membandingkannya
dengan penggunaan al-fi’l pada kata yunfiqu>n dalam surah Ali
Imra>n ayat 134, bahwa al-Nafqah (membelanjakan harta), yang
digunakan dalam bentuk al-fi’l, merupakan urusan yang sifatnya pekerjaan,
keadaanya berupa peristiwa baru, berbeda dengan penggunaan kata al-Mu’minu>n
(yang berbentuk isim) yang
mana kata tersebut punya hakikat yang
tegak dengan sifat ke-dawa>m-annya.
2. Kaidah-kaidah isim
Kaidah pertama
إذا كان للإسم الواحد معان عدة حمل في كل موضع
على ما يقتضيه ذلك السياق
Artinya:
Apabila ada isim berbentuk tunggal memliki beberapa arti, diambil
setiap arti isim tersebut
sesuai dengan yang diinginkan oleh siya>q itu
Setiap isim
(kata benda) di dalam bahasa Arab tidak selamanya bermakna tunggal
bahkan kebanyakan bermakna ganda. Artinya, memiliki beberapa arti. Di dalam
kaidah ini dijelaskan bahwa apabila terjadi hal demikian, yakni isim
yang dalam bentuk
tunggal namun memiliki beberapa arti maka kaidahnya menyesuaikan arti dari isim tersebut dengan
kalimatnya. Contoh:
a.
Lafz Al-Ummah
· Berarti ja>mi’
al-na>s
(Sekelompok manusia) seperti pada firman Allah di dalam al-Qur’an surah
al-Qashas ayat 23:
Terjemahnya: “…ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang
meminumkan (ternaknya)…”
·
Berarti al-millah (agama), seperti pada firman Allah dalam al-Qur’an surah al-Baqarah
ayat 213:
Terjemahnya: “Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul
perselisihan), …”
·
Bararti al-muddah
al-zamaniyyah (lamanya masa) seperti firman Allah
dalam al-Qur’an surah Hu>d
ayat 8:
Terjemahnya: ”Dan Sesungguhnya jika Kami undurkan azab dari mereka sampai
kepada suatu waktu yang ditentukan..”.
b.
Lafz Al-Du’a>’
·
Berarti al-qaul (perkataan), seperti firman Allah dalam
al-Qur’an surah al-A’ra>f ayat 5:
Terjemahnya “Maka tidak adalah keluhan mereka di waktu datang
kepada mereka siksaan Kami, ..".
·
Berarti al-‘iba>dah (menyembah), seperti firman Allah dalam al-Qur’an surah Jin ayat
18:
¨br&ur
yÉf»|¡yJø9$#
¬!
xsù
(#qããôs?
yìtB
«!$#
#Ytnr&
ÇÊÑÈ
Terjemahnya: “Dan Sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan
Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping
(menyembah) Allah”.
·
Berarti al-nida>’ (panggilan/seruan),
seperti pada firman Allah dalam al-Qur’an surah al-Anbiya>’ ayat 45:
Terjemahnya “…Dan Tiadalah orang-orang yang tuli mendengar seruan,
apabila mereka diberi peringatan"
c. Lafz Al-Di>n
·
Berarti ma> yudayyinu bih al-insa>n wa ya’taqidu bih (agama yang dipeluk manusia dan yang diyakininya), seperti firman
Allah dalam al-Qur’an surah al-Bayyinah ayat 5:
Terjemahnya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang
lurus…”
·
Berarti al-h}isa>b wa al-jaza>’ (hari
perhitungan amal/pembalasan), seperti pada firman Allah dalam al-Qur’an surah
al-Fa>tih{ah
ayat 4:
Terjemahnya: “Yang menguasai di hari Pembalasan.”
Kaidah kedua
بعض الأسماء الواردة في القرآن إذا أفرد دل على
المعنى العام المناسب له، وإذا قرن مع غيره دل على بعض المعنى، ودل ما قرن معه
باقيه
Artinya:
Apabila dalam al-Qur’an terdapat kata berbentuk isim (kata benda) secara sendiri, maka kata itu
menunjukkan pengertian umum yang sejalan dengannya. Akan tetapi, jika
disebutkan bersamaan dengan yang lain sebagai penjelasannya, pengertian isim menjadi terbatasa pada
yang dijelaskan saja.
Kaidah ini menjelaskan bahwa arti yang
lebih terbatas yang lahir dari isim
itu muncul karena terjadinya perbedaan dila>lah dari isim-isim itu, baik dari segi kaitan
keumuman dan kekhususannya atau dari segi tajri>d atau kesertaannya
dengan kata yang lain.
Ada beberapa contoh yang bisa
kita ambil dalam menjelaskan kaidah ini. Seperti halnya kata al-birr (kebajikan)
dan al-taqwa> (ketakwaan; arti generiknya adalah menjaga diri,
waspada). Jika kata al-birr dan kata al-taqwa> disebutkan
sendiri-sendiri—di samping kebajikan— masing-masing juga menunjuk pengertian
menjunjung semua perintah dan menjauhi segala larangan Allah dan rasul-Nya.
Itulah sebabnya jika al-Qur’an menggunakan kata al-birr atau al-taqwa>
secara tersendiri, al-Qur’a>n selalu mengirinya dengan penyebutan
ganjaran pahala dan kelepasan dari neraka.
Kata al-taqwa> yang
disebut secara tersendiri, sehingga mengandung pengertian kebaikan secara umum
antara lain pada surah Ali ‘Imra>n ayat 133-134:
Terjemahnya:
“(133). Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
(134). (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
Pada ayat ini kata al-taqwa>
dijabarkan dalam bentuk sifat-sifat kebaikan, yang jika sifat-sifat itu
tidak dimiliki oleh seseorang, maka ia tidak dapat mencapai hakikat ketakwaan.
Sedangkan kata al-birr yang disebut
secara tersendiri misalnya pada surah al-Infit}a>r ayat 13:
Terjemahnya: “Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti
benar-benar berada dalam syurga yang penuh kenikmatan,”
Kata al-birr dalam ayat ini
menunjuk pengertian melakukan perbuatan-perbuatan kebaikan dan meninggalkan
perbuatan-perbuatan maksiat secara umum.
Adapun kata al-birr
dan al-taqwa>
yang digabung dalam satu kalimat misalnya
dalam al-Qur’an surah al-Ma>idah ayat 2:
Terjemahnya:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa”
Kata al-birr ditafsirkan
sebagai semua nama yang disukai dan diridai oleh Allah dalam bentuk perbuatan
dan perkataan. Sedangkan kata al-taqwa ditafssirkan sebagai semua nama
yang mengandung pengertian meninggalkan perbuatan dan perkataan maksiat.
Contoh lain yang
bisa kita ambil yaitu kata al-faqi>r dan kata
al-miski>n. jika kata ini disebutkan secara sendiri-sendiri di dalam
al-Qur’an, pengertiannya mencakup kedua kata tersebut.
Akan tetapi, jika keduanya disebutkan
secara bersama di dalam satu ayat, seperti yang terdapat pada surah al-Taubah
ayat 60:
Terjemahnya: “Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, …”
Al-faqi>r ialah orang yang sangat
membutuhkan bantuan tetapi tidak memiliki apa-apa atau orang yang memiliki
harta tetapi sama sekali tidak memadai untuk menutupikebutuhannya. Sedangkan al-Miski>n
ialah orang yang kebutuhannya lebih besar dari apa yang dimilikinya (keadaan
orang miskin lebih baik daripada orang fakir).
Kaidah
Ketiga
جعْل
الإسمين لمعنيين أولى من أن يكونا لمعنى واحد
Artinya: “Menjadikan dua isim (dua kata benda yang sama) dengan
dua arti lebih utama daripada menjadikan keduanya dengan satu arti”
Membawa
isim pada arti yang
sesuai dengannya, bukan arti lain yang diperoleh dari isim lain itu lebih utama dari pada terjadinya keragaman
arti, dan menjauhkannya dari pengulangan, karena hukum asalnya adalah
meniadakannya.
Semua yang
dijelaskan ini merupakan hal yang bersifat mumkin, jadi butuh kemampuan
intelektual untuk mengetahuinya, ataukah dengan keterangan yang terbawa dari
nas-nas kalau tidak maka itu terlarang.
Ayat yang termuat
dalam al-Qur’an surah al-Balad ayat 1-2,
merupakan ayat yang bisa dijadikan contoh di dalam penerapan kaidah ketiga ini.
Berikut bunyi ayat tersebut:
Terjemahnya: “(1). Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (2).
Dan kamu (Muhammad) bertempat di kota ini,”
Apabila berangkat dari yang dituntut
kaidah tersebut, maka maksud dari kata al-balad dalam dua bentuknya itu
ialah al-balad yang pertama diartikan kota mekah dan al-balad yang
kedua diartikan kota madinah.
Menurut imam al-Zarkasyiy kaidah جعْل
الإسمين لمعنيين أولى من أن يكونا لمعنى واحد yakni menggunakan khitab al-baladain (dua
kota yang bermakna dua kota yang berbeda; kota mekah dan madinah) itu lebih
utama daripada menggunakan salah-satunya saja, dengan alasan adanya nilai kohormatan
pada keduanya.
C. Manfaat
Mengetahui Kaidah-Kaidah Isim Dalam Al-Qur’an
Dari
fungsi dan kaidah-kaidah yang dijelaskan sebelumnya penulis menyimpulkan
beberapa manfaat mengetahui kaidah-kaidah isim dalam bentuk poin-poin sebagai berikut:
1. Mengetahui
fungsi digunakannya isim di
dalam al-Qur’an menjadikan manusia tahu bahwa isim bermakna sesuatu yang berlangsung terus-menerus
tidak terikat dengan waktu, berbeda dengan al-fi’l.
2. Dapat
mengetahui maksud dari suatu ayat dalam al-Qur’an sekalipun menggunakan isim (kata benda) yang sama.
Dapat Memberikan pemahaman yang mantap dalam
memaknai setiap ayat dalam al-Qur’an..
Comments
Post a Comment